Oleh: Busairi Yanto, mahasiswa Unitri Malang
Tugumalang.id – Potret kampus hari ini seakan kehilangan ruhnya sebagai wadah pencetak insan-insan yang berkarakter, cerdas, kreatif, dan inovatif serta solutif terhadap setiap problematika yang tengah melanda bangsa secara umum dan kampung halamannya secara khusus.
Hari ini, kampus tak lebih seperti sebuah pabrik yang hanya memproduksi sarjana secara massal. Lulusan-lusannya pun alakadarnya kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang mengalami disorientasi hidup, pengetahuan dan skil-nya rendah serta kemampuan leadershipnya lemah.
Mahasiswa hanya dipersiapkan untuk menjadi kuli mereka didorong untuk cepat-cepat lulus dengan IPK yang tinggi, akibatnya yang tertanam dalam diri mereka sebatas bagaimana menyelamatkan diri sendiri dan mengabaikan persoalan sosial lingkungannya.
Baca Juga: Museum Pendidikan, Menelusuri Jejak Sejarah Perkembangan Pendidikan di Kota Malang
Belum lagi pola pengajaran yang hanya bersifat formalitas dan teoritis saja, serta terlihat seolah hanya untuk menggugurkan tanggung jawab dosen.
Kebanyakan dosen hanya datang memberikan tugas kepada mahasiswa sehingga kecurigaan yang muncul mereka sebenarnya tidak mempelajari dan mempersiapkan materi kemudian berlindung di balik kata mahasiswa yang harus lebih aktif.
Bahkan ada sebagian dari mereka yang selama satu semester hanya memberikan tugas dan sesekali saja hadir ke kelas dengan alasan serba sibuk.
Anehnya lagi tugas-tugas yang diberikan tidak pernah diperiksa untuk diketahui mana yang benar dan mana yang perlu di perbaiki sehingga tidak ada bahan evaluasi bagi mahasiswa untuk perbaikan kedepannya.
Baca Juga: Ansor Banser Kota Malang Silaturahim dengan BPBD Kota Malang untuk Sinergi Penanganan Bencana
Sejauh pengamatan saya tugas yang diberikan sebatas untuk memenuhi persyaratan administrasi dari universitas dan tak memperdulikan benar serta orisinal atau tidaknya jawaban yang diberikan mahasiswa.
Tak jarang ada oknum dosen yang menjadikan kampus sebagai lahan bisnis dan kepentingan pribadi mereka, mulai dari modus penjualan buku praktikum yang di jual diatas harga pasar sampai pada dosen yang orientasinya dikampus hanya untuk karir saja, yang dipirkirkan hanya sebatas bagaimana cepat naik jabatan dan mendapat gaji yang tinggi.
Bahkan ada juga yang antara HMJ dan dosennya tidak sejalan padahal sebetulnya HMJ berperan sebagai akselerator proses pembelajaran dikampus, karena ruang kelas sifatnya sangat terbatas maka hadir HMJ untuk menambal kekurangan itu, tapi di sebagian kampus justru muncul oknum dosen yang entah apa alasannya dengan sengaja menghalang-halangi setiap kegiatan HMJ.
Kehidupan intelektual mahasiswa pun menjadi tergadaikan mereka semakin jauh dari ciri kaum intelektual yang sesungguhnya, jangankan untuk membaca buku sekedar untuk membawa buku saja mereka enggan.
Di sudut-sudut kampus hanya dipenuhi oleh mahasiswa-mahasiswa yang sibuk dengan gawainya masing-masing. Mirisnya lagi ketika ada mahasiswa yang membawa atau membaca buku di kampus mereka langsung dinilai sebagai orang yang sok rajin, cari muka, dan caper.
Inipun turut mempengaruhi mental mahasiwa-mahasiswa yang sedari awal ingin menjadi mahasiswa yang benar-benar mahasiswa, tetapi karena iklim intelektual yang tidak mendukung, mereka kemudian ikut terdistraksi oleh budaya-budaya yang non akademis yang sebetulnya bukanlah ciri dari mahasiswa yang sebenarnya.
Semuanya kemudian menimbulkan pertanyaan besar yakni masih layakkah mahasiswa hari ini disebut sebagai kaum intelektual ? padahal ciri utama dari kaum intelektual adalah belajar, membaca, bersdikusi, meneliti dan menulis serta berkomitmen terhadap perubahan masyarakat yang lebih baik.
Hari demi hari mahasiswa tak lagi menjadi pelambang dari intelektualitas, melainkan hanyalah pelambang dari kelas-kelas yang mapan serta elitis. Tidak ada jaminan yang kuliah lebih hebat dari yang tidak kuliah baik dalam hal pengetahuan, kreatifitas maupun sikap kritis.
Bilik-bilik harapan
Dibalik itu semua ada sebuah harapan besar yang sering kali diabaikan yaitu gerakan yang senantiasa berusaha menghidupkan kembali iklim-iklim intelektual, spiritual dan kepemimpinan yang kesemuanya kampus gagal memenuhinya.
Harapan itu bernama organisasi, terkhusus organisasi ekstra kampus. Diwadah ini mahasiswa diajarkan untuk bagaimana menjadi intelektual yang paripurna, yaitu mahasiswa yang tidak hanya memikirkan dirinya sendiri tetapi juga peka terhadap persoalan masyarakat yang ada disekitarnya.
Seperti apa yang dikatakan oleh Nurani Soyomukti bahwa yang membedakan antara kaum intelektual dengan manusia biasa adalah jika orang biasa dalam ruang dan waktunya hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan atau mamikirkan dirinya sendiri seperti bagaimana bisa cepat lulus, bagaimana menjadi cepat kaya atau hanya sekedar membuat kegiatan yang berguna bagi kepuasan dan kesenangan dirinya sendiri.
Sedangkan kaum intelektual adalah mereka yang disamping tidak menafikan kebutuhan-kebutuhannya sendiri, mereka masih sempat atau bahkan menghabiskan waktunya untuk berpikir, menganalisa, dan dalam hal tertentu menghadirkan solusi.
Melalui organisasi mahasiswa diarahkan untuk kembali ke fitrahnya sebagai agen of intelectual, agen of change dan agen of control. Tentunya yang pertama dilakukan adalah dengan melakukan gerakan-gerakan intelektual seperti menghidupkan kembali budaya membaca, berdiskusi dan menulis.
Melalui itu semua mahasiswa dirapakan memiliki sikap peduli dan melindungi terhadap setiap hiruk-pikuk kehidupan sosial masyarakat. karena Sudah terlalu memelelahkan mengharapkan perubahan dari kaum tua yang korup dan oportunis.
Sehingga satu-satunya harapan yang memungkinkan untuk perubahan kehidupan masyarakat yang lebih baik adalah mahasiswa, dan memang sudah seharusnya bagi mereka untuk memperjuangkan rakyat sebagai bentuk balas budi terhadap apa yang diberikan rakyat kepada mereka dalam mengenyam pendidikan di perguruan tinggi.
Seperti analisa dari Hermawan Sulistyo bahwa pendidikan yang diterima mahasiswa adalah menggunakan uang rakyat termasuk di pendidikan di perguruan tinggi. Sebagaimana UUD mengamanatkan bahwa 20% APBN/APBD dianggarkan untuk pendidikan.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Editor: Herlianto. A