Kota Batu, Tugumalang.id – Dampak fenomena iklim El Nino di Kota Batu, Jawa Timur diprediksi menimbulkan ancaman bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Bencana ini sendiri juga kerap terjadi di Gunung Arjuna dan Panderman yang ada di Kota Batu.
Bencana karhutla ini menjadi fokus antisipasi BPBD Kota Batu. Pasalnya, jika tidak dimitigasi dengan baik, maka potensi banjir bandang seperti pernah terjadi pada 2021 lalu di Desa Bulukerto bisa saja terulang.
Seperti diketahui, banjir bandang terjadi akibat dari kejadian karhutla di hulu sungai Brantas yang terjadi pada 2019. Saking besarnya, waktu itu aktivitas pemadaman sampai menggunakan helikopter.
Di kemudian hari, akibat kebakaran ini membuat banyak material pohon-pohon sisa kebakaran yang menumpuk dan menyumbat aliran air dari gunung. Hingga pada 2021 itu, sumbatan itu pecah dan terakumulasi menjadi banjir bandang.
Kepala BPBD Kota Batu Agung Sedayu ada 3 desa yang memiliki potensi bencana karhutla dengan kategori tinggi. Dari 24 desa/kelurahan, 3 desa yang rawan terjadi karhutla yakni Desa Sumberbrantas, Sumbergondo dan Tulungrejo.
BACA JUGA: Mengenal Apa Itu Fenomena El Nino, Indonesia Jadi Salah Satu Negara Terdampak
Sejauh ini, pihaknya sudah menyiapkan langkah antisipasi pencegahan yang sudah diterbitkan menjadi SK Wali Kota untuk mempersiapkan kesiapsiagaan jika terjadi kejadian darurat. Tindak lanjut dari SK ini nantinya memberikan kemudahan untuk BPBD melakukan intervensi darurat. Baik penambahan SDM, peralatan, logistik, perijinan dan sebagainya.
Nah, secara mitigasi, penyebab karhutla ini rata-rata memang terjadi akibat perilaku manusia. Entah dari puntung rokok yang dibuang sembarangan hingga aktivitas pembakaran lahan. “Jarang terjadi karhutla itu karena faktor alam. Pasti pemicunya dari luar,” timpalnya.
Hanya saja, sesuai perkiraan BMKG menyebutkan jika ancaman musim kemarau tahun ini akan lebih kering daripada tahun-tahun sebelumnya. Diimbau bagi masyarakat untuk menghemat air karena El Nino diperkirakan akan membuat jumlah debit aor menurun.
“Untuk antisipasi karhutla, kami harap pendaki untuk tidak lupa mematikan api unggun, tidak membuang puntung rokok sembarangan. Juga kepada warga untuk tidak melakukan pembakaran lahan,” imbau Agung.
Sementara itu, untuk ancaman bencana kekeringan dan krisis air dipastikan relatif aman. Ini mengingat letak geografis Kota Batu yang ada di ketinggian dan memiliki sumber mata air yang melimpah.
Data resmi terakhir yang didapat, terdapat 111 mata air yang eksis hingga saat ini di Kota Batu. Sumber air utama tentu saja ada di Desa Tulungrejo yang menjadi hulu dari Sungai Brantas. Dimungkinkan masih ada lebih dari 300 sumber mata air yang belum diolah.
Kepala BPBD Kota Batu Agung Sedayu menuturkan sebenarnya Kota Batu bukan berarti tidak terdampak sama sekali. Hanya saja, memang dampaknya tidak terlalu signifikan. Dampak yang mungkin terjadi di Kota Batu adalah menurunnya debit air mengacu dari tahun-tahun kemarau sebelumnya.
“Situasi itu sudah umum dihadapi para petani dari tahun ke tahun. Artinya, meski memang ada potensi El Nino nanti, Kota Batu masih terselamatkan,” kata Agung.
Agung menjelaskan jika selama musim kemarau di Kota Batu juga tidak pernah mempengaruhi sektor pertanian. Pasalnya, lahan-lahan pertanian yang tersebar di Kota Batu, termasuk area persawahan di kawasan Pendem juga masih dialiri air saat musim kemarau.
Biasanya, petani akan menerapkan pengairan secara bergantian karena sumber daya air memang tengah menurun. “Jadi kalau biasanya petani bisa menyiram sewaktu-waktu, saat kemarau dibatasi. Alirannya gantian,” jelasnya.
Berbeda dengan wilayah yang berada di dataran rendah atau tandus seperti banyak terdapat di wilayah Kabupaten Malang. Bahkan, BPBD Kota Batu juga justru memenuhi permintaan perbantuan dropping air bersih ke sejumlah wilayah.
“Biasanya kita juga bantu dropping air bersih. Dulu itu pernah kita dropping ke Kabupaten, setiap hari bisa 5-6 tangki,” ujarnya.
BACA JUGA: Berita tugumalang.id di Google News
reporter: ulul azmy
editor: jatmiko