Tugumalang.id – Sejumlah fraksi anggota DPRD Kota Malang beramai-ramai mengkritisi penanganan COVID-19 di Kota Malang. Banyak hal yang dikritisi, mulai dari kebijakan, pemanfaatan anggaran, angka kasus isoman meninggal, hingga sosialisasi yang buruk.
Hal ini terungkap dalam Rakor Pemaparan Kerja dari Ketua Satgas COVID-19 Kota Malang, Sutiaji, kepada DPRD Kota Malang yang dipimpin I Made Rian Diana Kartika.. Pertemuan antara eksekutif dan legislatif ini dilakukan secara virtual, pada Kamis (29/7/2021).
Anggota Komisi B, Arief Wahyudi, menyayangkan terjadinya lonjakan kasus meninggal pasien isoman di rumah. Bahkan, kasus pasien isoman meninggal itu mencapai 50 persen dari total kasus. Artinya, tegas dia, seharusnya isoman di rumah ini tidak dilakukan. Dalam hal ini, Pemkot harus tegas melarang itu. Solusinya, dengan memperbanyak tempat-tempat isolasi terpadu (isoter).
”Tapi saya lihat progresnya pasti selalu lama dan bertele-tele. Pasien isoman ini seolah dilepas gitu aja tanpa pendampingan dari nakes yang ahli. Saya sangat tidak sepakat dengan isoman,” tegasnya.
Anggota dari fraksi PKB ini menambahkan, masih banyak aset bangunan milik Pemkot Malang yang bisa dialihfungsikan jadi isoter.
”Saya harap ada unsur paksaan di situasi darurat ini. Kita gunakan kekuasaan untuk kebaikan, benar-benar. Saya harap bisa segera ambil langkah cepat dan tepat guna untuk meredam dampak pandemi,” harapnya.
Selain itu, Arif juga menyoroti metode sosialisasi protokol kesehatan (prokes) yang kurang membumi. Banyak dari warga masih belum sadar akan pentingnya prokes.
Anggota Dapil Klojen ini masih banyak menjumpai warga yang takut dengan tes swab PCR, yang padahal penting dalam pemaksimalan 3T (Tracing, Tracking dan Treatment).
Dia berharap, Pemkot Malang bisa lebih kreatif dalam melakukan sosialisasi. ”Gunanya agar mudah dimengerti. Contohnya di kalangan ibu-ibu, kan bisa didukung gambar foto Andin dan Aldebaran misalnya,” contohnya.
Kritik atas penanganan COVID-19 oleh Satgas COVID-19 Kota Malang ini juga dilancarkan Anggota Komisi A DPRD Kota Malang, Harvard Kurniawan. Hingga saat ini, Kota Malang seolah tidak pernah memiliki target yang jelas dan terukur.
”Kapan target vaksinasi tercapai? Kapan Kota Malang bisa mencapai zona kuning, zona hijau? Semua itu tidak pernah tahu. Padahal, sebagai kepala daerah itu mininal pasti harus punya target,” tegasnya.
Harvard juga sependapat dengan Arif Wahyudi, dimana isoman seharusnya dilarang.
Selain itu, dia menduga sumber penyebaran virus ini lebih masif berasal dari limbah sampah para pasien isoman di rumah. ”Di kampung, saya tanya petugas sampah itu gimana caranya ngambil sampah pasien isoman? Kata mereka ya cukup diambil dan dibuang ke TPS. Bayangkan kalau sampah itu terkumpul di 1 tempat,” bebernya.
Di lain hal, Harvard ingin Pemkot Malang tidak ragu dalam mengeluarkan kebijakan diskresi, selama itu semua untuk kebutuhan penanganan COVID-19. Seperti percepatan gedung tempat isolasi hingga pengadaan mobil ambulans di tiap kampung.
”Contoh misal keluarkan anggaran untuk ambulans di tiap kampung, anggaplah beli 57 ambulans untuk di tiap kampung itukan gak rugi. Nanti-nanti juga bermanfaat buat kampung,” contohnya.
Terpisah, mendengar aspirasi dari para wakil rakyat ini, Sutiaji berjanji akan segera melakukan tindakan atas segala permasalahan yang muncul selama pandemi. Dalam beberapa hal, dia juga sepakat bahwa sosialisasi kepada masyarakat adalah kunci.
”Bagaimana nanti sosialisasi terkait prokes ini akan lebih kita masifkan lagi nanti. Intinya bagaimana membangun kesadaran masyarakat lebih disiplin. Semua catatan dari dewan akan segera kita action (lakukan) sepanjang sesuai dengan regulasi,” janjinya.
Lebih lanjut, permasalahan paling krusial di tengah lonjakan kasus saat ini adalah keterbatasan tenaga kesehatan (nakes). Jadi, sebanyak apapun tempat isoter atau safe house, tidak akan jalan jika tak ada nakes.
”Bagaimanapun, kita terus mengusut masalah ini. Satu hal yang sudah kita lakukan adalah nambah bed dan sentra ICU di RSSA Malang. Termasuk pembiayaan anggaran sudah kita koordinasikan ke pusat,” ungkapnya.
”Termasuk nakesnya. Baru saja dari Kemenkes sudah boleh merekrut nakes dari dokter atau perawat yang masih pendidikan,” imbuhnya.
Reporter: Ulul Azmy
Editor: Lizya Kristanti