MALANG, Tugumalang.id – Halaqah alumni Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 (PPRU 1) yang digelar pada Jumat (20/10/2023), menghasilkan sejumlah rekomendasi berkaitan tentang pengakuan negara terhadap pesantren yang diturunkan menjadi peraturan daerah (perda) dan politik.
Rekomendasi ini dibacakan Dr KH Abdurrahman Said, selaku Dewan Pengasuh PPRU 1 saat Resepsi Haul Akbar KH Yahya Syabrowi dan Reuni Nasional, Minggu (22/10/2023). Acara yang digelar di gedung PPRU 1, Desa Ganjaran, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang tersebut dihadiri sekitar tiga ribu orang alumni dari seluruh penjuru Indonesia.
Di dalam rekomendasi tersebut disebutkan bahwa Undang-undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren menjadi bukti sekaligus pijakan pengakuan negara terhadap pesantren sebagai bagian penting dan setara dalam sistem pendidikan nasional.
“Oleh karena itu, semua pihak harus mengawal penerapan dari undang-undang tersebut, agar pengakuan negara terhadap pesantren dapat bersifat holistik,” ujar Abdurrahman.
Baca Juga: Peringatan HSN 2021 di Ponpes Raudlatul Ulum 2 Bertabur Semangat Kebinekaan
Ia kemudian merinci bahwa pengakuan negara terhadap pesantren berarti menjaga independensi pesantren, menjaga kekhasan pesantren, mengembangkan komitmen kebangsaan pesantren, memfasilitasi penguatan kualitas pesantren sebagai lembaga pendidikan, lembaga dakwah, dan lembaga pemberdayaan masyarakat dan mengakui secara setara lulusan pesantren. Baik dalam sektor pendidikan, profesi, sosial, politik, maupun sektor lainnya.
“Penerapan dari undang-undang tersebut harus terus dikawal hingga ke daerah-daerah. Antara lain dalam bentuk perumusan dan pemberlakuan peraturan daerah yang memenuhi prinsip dan norma yang telah disebutkan tadi,” kata Abdurrahman.
Sementara terkait politik, Abdurrahman menyebut bahwa pesantren harus menyeimbangkan antara politik kebangsaan dan politik kekuasaan. Sebagai dua hal yang tidak dipisahkan agar bisa memenangi masa depan.
Oleh karena itu PPRU 1 merekomendasikan politik harus mengedepankan maqashid syariah sebagai tujuan utama, yaitu kemaslahatan bangsa Indonesia secara menyeluruh, baik dalam bidang agama, ekonomi, sosial, budaya, politik, dan lingkungan hidup.
Untuk mencapai maqashid syariah, politik kekuasaan bisa menjadi sarana (wasilah) yang penting dan strategis.
“Sehingga memerlukan partisipasi semua pihak dengan penuh kesungguhan dan akhlaqul karimah,” tutur Abdurrahman.
Rekomendasi terakhir adalah berkaitan tentang para politisi, khususnya yang berasal dari kalangan santri dan kalangan pro-pesantren. Mereka harus didorong dan diawasi agar berkomitmen melahirkan kebijakan-kebijakan negara yang berorientasi pada maqashid syariah dan pengakuan negara terhadap pesantren.
BACA JUGA: Berita tugumalang.id di Google News
Reporter: Aisyah Nawangsari Putri
editor: jatmiko