Tugumalang.id – Kota Malang menyimpan banyak sejarah dan tinggalan di era Kerajaan Kanjuruhan, Kerajaan Singhasari, masa Islam, masa kolonial pra kemerdekaan, hingga pasca kemerdekaan. Tinggalan yang disebut sebagai warisan budaya selain warisan budaya tak benda dan warisan lainnya adalah cagar budaya.
Keberadaan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Malang yang mengkaji dan menetapkan benda cagar budaya Kota Malang tahun 2021 sebanyak 47 cagar budaya yang terdiri dari benda, bangunan struktur, dan situs. Kini, Kota Malang mempunyai 78 cagar budaya sejak tahun 2018 dan salah satunya kostum Dara Puspita
Kostum Dara Puspita ditetapkan sebagai benda cagar budaya oleh TACB Kota Malang sejak diumumkan pada 20 Mei 2022 oleh Wali Kota Malang bertepatan dengan peringatan Hari Kebangkitan Nasional yang secara simbolis dari 47 cagar budaya yang ditetapkan, sembilan perwakilannya diberikan SK Wali Kota Malang. Namun ternyata, hal ini menuai kontroversi.
Sebagian pihak yang kontroversi menyatakan bahwa sudah tepat kiranya jika kostum panggung Dara Puspita disimpan dan menjadi koleksi Museum Musik Indonesia (MMI). Tanpa ditetapkan sebagai cagar budaya, keberadaan kostum Dara Puspita sudah terlindungi secara hukum di MMI sesuai dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2015 tentang Museum.
Dijelaskan sebelumnya oleh Ketua MMI, Hengki Herwanto, yang sekaligus sebagai TACB Kota Malang, kostum Dara Puspita sudah melalui beberapa tahapan kajian dengan mengacu Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, serta berlandaskan Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 1 Tahun 2018 tentang Cagar Budaya
Karena kostum Dara Puspita menuai kontroversi, maka Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang pada hari Minggu 26 Juni 2022 menggelar talkshow yang dipandu langsung oleh Kepala Bidang Kebudayaan, Dian Kuntari.
Talkshow yang bertajuk “Kontroversi Dara Puspita” ini digelar di plataran Museum Empu Purwa yang dihadiri dari berbagai kalangan termasuk TACB Kota Malang, Erlina Laksmiani Wahjutami, Rakai Hino Galeswangi, Hengki Herwanto, Isa Wahyudi, dan Daroe Iswatingsih .
“Pemerintah mengapresiasi ada kelompok masyarakat yang mendaftarkan sebuah benda berupa kostum milik Dara Puspita yang tersimpan di MMI untuk dikaji seberapa besar peluangnya menjadi benda cagar budaya,” ucap Dian Kuntari saat memandu acara tolkshow.
Mengingat kostum ini juga diincar oleh Pemerintah Belanda, maka pihak dinas meminta TACB untuk mengkaji dan akhirnya ditetapkan sebagai benda cagar budaya.
Busana panggung yang dikenakan Dara Puspita merupakan salah satu bukti fisik otentik atas sejarah yang dibangun oleh Dara Puspita. Bukti otentik lainnya bisa berupa album rekaman, instrumen musik yang dipergunakan, berita-berita di media masa atau koleksi foto-foto.
Busana panggung itu dibuat di Belanda pada 1970. Dipakai untuk show di Eropa tahun 1970-1971 yaitu di Belanda, Belgia, Prancis, dan Spanyol. Juga pentas terakhir di kota-kota di Indonesia tahun 1971 dan 1972 “Busana panggung yang dikenakan merupakan salah satu bukti fisik otentik atas sejarah yang dibangun oleh Dara Puspita,” terang Hengki Herwanto.
Dia menjelaskan, kostum Dara Puspita ini didapatkan dari pemberian Ibu Titiek A Rachman, salah satu pemain Band Dara Puspita. Busana ini diberikan pada tahun 2015 pada perwakilan MMI. Bahan dari busana tersebut adalah kain linen dengan warna merah dan putih sebagai lambang dari bendera Republik Indonesia. Ukuran panjang adalah 136 cm, lebar 45 cm, dan tebal 5 cm. Saat ini, busana tersebut disimpan di MMI di Jalan Nusa Kambangan Kota Malang.
Musik Dara Puspita juga menginspirasi lahirnya grup wanita lain di luar negeri. Setidaknya tercatat ada dua grup yaitu Empat Lima dari Melborne Australia dan Loui Loui dari Philadelphia, USA.
Apresiasi terbaru diberikan pada tanggal 12 Maret 2021 oleh Museum Rekor Indonesia (MURI) dengan predikat Grup Band Pertama dengan Semua Anggota Perempuan.
Kata dia, dari aspek kesejarahan, keberadaan Dara Puspita telah mewarnai secara signifikan sejarah musik di Indonesia tahun 1964 sampai 1972 dan pengaruhnya dapat dirasakan sampai sekarang.
“Dara Puspita merupakan bentuk keberanian berekspresi di bawah tekanan rezim Orde Lama yang berusaha membendung budaya barat yang dianggap tidak sesuai dengan kepribadian bangsa,” terang Rakai Hino, yang juga seorang sejarahwan ini.
Dara Puspita telah berjuang membuka mata dunia bahwa bangsa Indonesia juga sanggup bersaing di dunia internasional di bidang musik pop.
“Ini juga menunjukkan bahwa wanita Indonesia juga memiliki kemampuan yang sama dengan pria, dara Puspita menbangun kesetaraan gender di bidang musik,” sebut Isa Wahyudi atau yang akrab dipanggil Ki Demang ini.
Kata dia, kostum yang memiliki dua warna yakni merah dan putih melambangkan jiwa nasionalisme yang sangat tinggi sekaligus patriotisme yang ditunjukkan oleh grup ini, lantaran grup ini memiliki popularitas internasional plus seluruh anggotanya adalah wanita.
“Didapati pula nilai pendidikan terkait perjuangan emansipasi wanita kala itu yang ditunjukkan dengan simbol pengenaan warna merah putih pada kostum mereka saat show keliling negara Eropa,”.imbuh budayawan ini.
Menurut Erlina, lagu berjudul Surabaja kini menjadi lagu ikon kota Surabaya. “Lagu ini masih sering dinyanyikan oleh penyanyi atau band atau paduan suara. Bahkan sering diputar di stasiun-stasiun kereta api di Surabaya,” kata Ketua TACB Kota Malang ini.
“Syair lagu berlatar belakang perjuangan masyarakat Surabaya dalam mempertahankan kotanya dari serbuan penjajah,” imbuhnya.
Kata dia, lagu Surabaya merupakan sebuah karya musik yang memiliki nilai penting dalam pendidikan sejarah Kota Surabaya sebagai Kota Pahlawan. Dan Dara Puspita adalah grup yang mempopulerkan lagu tersebut.
“Sempat membuat rekaman di Inggris dan Belanda yang salah satu lagunya berjudul Surabaja dalam versi bahasa Inggris,” beber Arsitektur dari Unmer ini.
Perjalanan musik di Indonesia setelah kemerdekaan sampai tahun 1970 memiliki warna yang bervariasi. Musik tradisi dan lagu-lagu daerah berkembang sejalan dengan musik keroncong dan musik populer. Pengenalan dan promosi juga dilakukan ke mancanegara.
Untuk musik tradisi, pemerintahan Presiden Soekarno seringkali mengadakan misi kebudayaan ke negara-negara sahabat dengan melibatkan seniman-seniman daerah.
Untuk lagu-lagu rakyat atau folk song yang aktif memperkenalkan ke berbagai negara adalah Gordon Tobing dari Sumatera Utara. Untuk musik keroncong ada George de Fretes, musisi Maluku kelahiran Bandung serta maestro keroncong Gesang dari Surakarta yang terkenal dengan lagu Bengawan Solo. Menyusul kemudian Waldjinah, juga kelahiran Surakarta. (Rhoderick, 2002).
Bagaimana dengan Musik Pop?
Kehadiran Elvis Presley dan The Beatles rupanya membuat Presiden Soekarno khawatir akan mempengaruhi atau membunuh kebudayaan nasional. Maka dilaranglah jenis lagu-lagu rock and roll untuk dinyanyikan di Indonesia. Presidenpun mengundang beberapa seniman musik ternama untuk membuat konsep musik yang berkepribadian Indonesia. Maka lahirlah Irama Lenso.
Pada masa itu, Koes Bersaudara merupakan grup yang tampil di depan mengumandangkan musik populer di dalam negeri. Perjalanan kariernya cukup berat menghadapi kebijakan pemerintah saat itu yang melarang penampilan lagu-lagu rock and roll atau istilahnya lagu “ngak ngik ngok”. Perjuangannya membawa mereka harus menghuni penjara selama tiga bulan.
Rakai Hino menjelaskan bahwa pada era itu, di Surabaya terbentuk band wanita dengan empat orang anggotanya yaitu Les AR, Titiek AR, Susy Nander, dan Anny Kusuma. Nama grupnya Irama Puspita. Setahun kemudian mereka pindah domisili ke Jakarta dan posisi Anny Kusuma digantikan oleh Titik Hamzah. Nama grup berubah menjadi Dara Puspita.
Tiga tahun mereka berjuang di Jakarta sampai akhirnya pada tahun 1968 memperoleh kesempatan untuk melakukan tour show ke mancanegara. Sebelumnya yaitu pada tahun 1965, tour mereka masih sebatas negara-negara Asia Tenggara seperti Singapore, Malaysia, dan Thailand.
Lalu tahun 1968 berlanjut ke Asia Tengah yaitu Iran dan Turki. Puncaknya selama 3,5 tahun mereka pentas di berbagai negara Eropa seperti Hongaria, Belgia, Inggris, Belanda, Jerman, Spanyol, dan Prancis.(*)
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugumalangid , Facebook Tugu Malang ID ,
Youtube Tugu Malang ID , dan Twitter @tugumalang_id