Selasa lalu (08/06/2021), sekira pukul 13.00, menurut saya itu adalah waktu yang urgen bagi para jurnalis untuk menyetorkan berita. Memang profesi sebagai jurnalis itu selalu lekat dengan dikejar target berita. Tak banyak berpikir, saya pun mencari inspirasi sekalian silaturahmi sambil minum minuman khas di Kabupaten Tuban yang sudah melegenda. Tepatnya di Es Dawet Siwalan khas Tuban, di Kelurahan Gedongombo, Kecamatan Semanding, milik Pak Alex.
Sebelum menikmati segelas es dawet segar, tak lupa saya salat Duhur terlebih dahulu. Nah, selanjutnya saya pun tiba di depan objek wisata yang dikelola oleh pemerintah daerah Kabupaten Tuban, yakni Gua Akbar. Gua ini konon katanya adalah tempat pembuangan sampah. Sebab, letak gua ini tepat di bawah pasar tradisional milik pemerintah.
Di sana tampak ada seorang bapak yang kulit wajahnya mulai mengeriput, berkulit sawo matang, dan tampak ramah kepada pembeli, dialah Pak Alex, penjual dawet siwalan khas Tuban. Dengan ramah, Pak Alex menawarkan saya segelas es dawet segar.
“Bade ngersaken nopo, Mas? Niki woten es sueger tenan, cocok diunjuk pas panas benter ngeten niki. (Mau mencari apa, Mas. Ini ada es yang segar sekali, cocok untuk cuaca panas seperti ini),” ujarnya dengan ramah.
Tapi, saya memanggilnya dengan sebutan “Pak Siwalan” karena mudah menyebutnya.
“Nggih kulo unjuk mriki, Pak. (Iya saya minum di sini, Pak),” jawab saya.
Bak sambil menyelam minum air, karena saya juga ingin mencari inspirasi membuat berita sambil menikmati es dawet segar itu, saya pun penasaran dengan usaha dari Pak Alex. Ternyata usaha yang dia jalankan ini sudah ada sejak 1994 atau selama 27 tahun.
Pak Alex pun mengatakan, belajar membuat resep es dawet dari Siwalandari, keluarganya yang kebetulan tinggal di daerah Desa Tasik Madu, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban. Dia juga mengatakan, memang sengaja memanfaatkan kekayaan alam berupa buah siwalan.
“Ya memang saya bikin usaha ini karena nilai jualnya tinggi, Mas. Mulai dari buah hingga batang pohonnya pun bisa dimanfaatkan,” ujarnya.
Pak Alex pun semangat dan terus menekuni usahanya hingga bisa eksis sampai sekarang. Dia mengatakan, untuk bahan membuat es dawet ini memerlukan siwalan, gula aren, santan, dan nangka. Sedangkan pengunjung bisa menikmati segelas es dawet siwalan ini cukup merogoh kocek Rp 4.000 saja. Zaman dulu malahan hanya Rp 1.500.
Tak main-main, Pak Alex bisa menjual es dawet siwalan hingga 100-150 gelas per hari.
“Alhamdulillah, selalu bersyukur sama Allah. Masih dikasih rezeki bisa menjual 100-150 gelas per hari, Mas,” ujarnya.
Dengan menekuni dan sambil melestarikan budaya nenek moyang berupa minuman es dawet siwalan ini, dia bisa membeli rumah hingga menyekolahkan anaknya sampai ke perguruan tinggi. Tentunya dari hasil berjualan es dawet siwalan.
“Entah apa pun pekerjaanya kalau dikerjakan dengan ikhlas dan niatan memberi nafkah kepada anak dan istri karena Allah, insyaa Allah ada jalannya. Sitik akeh sing diterimo, iku anduman rezeki sangking Allah, Mas. Dadi kuncine kudu bersyukur,” katanya.
Setelah selesai menikmati segelas es dawet segar itu, saya pun bergegas menulis berita. Tapi, dari cerita silaturahmi saya bersama Pak Alex, ada ilmu yang saya dapatkan.
“Alhamdullilah, hari ini dapat wejangan hidup yang luar biasa. Semoga selalu bisa bersyukur. Nikmat mana lagi yang kau dustakan,” kataku dalam hati.