MALANG, Tugumalang.id – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold minimal 20 persen dari perolehan kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional di Pemilihan Umum (Pemilu) sebelumnya.
MK memutuskan untuk menghapus syarat tersebut yang dibacakan oleh Ketua MK, Suhartoyo di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Kamis (2/1/2025) kemarin. Dalam putusan tersebut, MK mengabulkan semua permohonan pada perkara yang teregistrasi dengan nomor 62/PUU-XXI/2023.
Dihapuskannya ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden sebesar 20 persen membuat setiap partai politik (parpol) berpeluang mengusung calonnya masing-masing.
Baca Juga: Sinergi Dengan Mahkamah Konstitusi, UIN Malang Ajak Generasi Milenial Melek Konstitusi
Berikut ini Tugumalang.id telah merangkum 4 fakta menarik putusan MK hapus ambang batas 20 persen pencalonan presiden.
1. Partai Politik Bisa Usung Capres Sendiri
Dihapuskannya ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen membuat partai politik bisa mengusung calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) sendiri pada Pemilu 2029 mendatang.
Walau demikian MK tetap mengingatkan adanya potensi membengkaknya jumlah capres dan cawapres yang akan sama dengan jumlah partai politik.
Jika hal itu terjadi, dikhawatirkan akan berdampak pada efisiensi dan stabilitas sistem politik. Untuk itu MK menegaskan nantinya dalam revisi Undang-Undang Pemilu diharapkan dapat mengatur mekanisme pencegahan lonjakan jumlah paslon berlebihan sehingga Pemilu tetap efektif.
Baca Juga: Paslon Gus Gugat KPU Kabupaten Malang ke MK
Keputusan MK menghapus ambang batas pencalonan presiden merupakan bagian dari perlindungan hak konstitusional parpol.
2. Dua Hakim MK Dissenting Opinion
Putusan penghapusan ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen rupanya tidak disetujui oleh semua hakim MK. Terdapat dua hakim MK yang memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion yakni Anwar Usman dan Daniel Yusmic P Foekh.
Keduanya menilai pengujian Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 yang telah dimohonkan sebanyak 33 kali telah ditegaskan bahwa pihak yang memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan pengujian adalah partai politik peserta pemilu.
Atau warga negara yang memiliki hak untuk dipilih dan didukung oleh partai politik peserta pemilu untuk mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden.
Baik Anwar maupun Daniel memiliki kesamaan pandangan untuk menentukan pemohon memiliki kedudukan hukum atau tidak, pemohon harus menjelaskan kualifikasi dan kerugian konstitusional yang dialami oleh berlakunya undang-undang.
3. MK Nyatakan Norma Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu Tidak Bisa Lagi Diterapkan
Putusan MK menegaskan bahwa norma Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak lagi memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Artinya aturan ambang batas yang tercantum pada UU tersebut sudah tidak bisa lagi ditetapkan.
Dalam pembacaan putusan tersebut, Suhartoyo menyebut bahwa Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia tahun 1945. Serta tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
4. Ambang Batas Dirasa Hanya Untungkan Parpol Besar
Ambang batas atau presidential threshold 20 persen yang menjadi syarat pencalonan capres dan cawapres dirasa hanya menguntungkan parpol besar.
Ambang batas dirasa membuat masyarakat dibatasi dalam menggunakan hak pilihnya lantaran tidak cukup banyak alternatif pilihan pasangan calon yang ditawarkan.
MK berpandangan bahwa pemenuhan hak politik warga negara untuk memilih lebih penting dibandingkan untuk menyederhanakan partai politik.
MK juga menilai tersedianya cukup banyak alternatif pasangan calon yang beragam dapat dipahami sebagai upaya kedaulatan rakyat.
Demikian informasi fakta menarik tentang putusan MK yang menghapus ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden sebesar 20 persen perolehan kursi DPR di Pemilu. Semoga bermanfaat!
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Penulis: Bagus Rachmad Saputra
Editor: Herlianto. A