MALANG – Selain berada di kawasan heritage Kota Malang, Toko Riang yang berdiri sejak 1950-an, di kawasan Kayutangan sebagian area dalamnya untuk kafe.
Bila melihat varian menunya, seolah biasa saja. Tapi soal rasa, berbeda jauh dengan menu kuliner tempat lain.
Pengunjung wajib mencicipi menu kudapannya. Yakni singkong goreng dan jemblem. Harganya terjangkau. Karena menyesuaikan jumlah pesanan. Harganya berkisar antara Rp 2 hingga 5 ribu per satuan terkecilnya.
Jajanan yang terbuat dari singkong ini punya cita rasa khas beda dari warung gorengan yang lain. Resepnya sudah turun termurun dari mendiang pemilik Toko Riang, Darwanto.
Jemblem khas buatan kafetaria Riang ini rasanya di luar dugaan, mengejutkan.
Apalagi sudah sampai menggigit bagian isian gula merah didalamnya. ”Gak mblengeri (tak membosankan). Teksturnya lembut, renyah dan enak banget,” kata Bayu Novanta, salah seorang pengunjung kafeteria Riang, Minggu (17/1/2021).
Kudapan selanjutnya singkong goreng. Tak ada yang spesial jika melihat bentuknya.
Namun, setelah mencicipinya akan terasa berbeda dengan kudapan di luaran sana.
Harganya untuk setengah kilogram Rp 5 ribu. Tentu saja, dari segi rasa cukup memorable.
Selain menikmati kudapan, sebaiknya juga bisa memesan minuman pendamping. Rekomendasinya jatuh pada Wedang Rempah. Minuman hangat hasil racikan perpaduan rempah-rempah nusantara ala Kafe Riang.
ramuannya mengandung jahe, kapulaga, serai dan rempah-rempah lainnya. Harganya Rp 10 ribu.
”Cukup menghangatkan badan pas waktu hujan. Rasanya komplit. Apalagi menikmatinya dengan suasana nostalgia masa lalu. Bikin krasan,” kata Ben, sambil menyeruput minuman sehat khas Kafetaria Riang.
Kafe Riang juga menyajikan aneka macam masakan jawa. Seperti nasi goreng, cah sawi, bakmie nasi telur hingga nasi oseng. ”Resep-resep ini dari almarhum (Darwanto). Beliau memang suka masak,” tutur Endah Sumarni (64) yang sudah menjaga Toko Riang sejak masa kecilnya.
Dari resep masa lalu itulah, Toko Riang bisa tetap ada sampai sekarang. Dulu, kisah dia, di warung kecil sederhana itu tiap harinya penuh oleh para pelanggan setianya. Mereka selalu menyempatkan diri mampir, untuk sekedar makan siang, menikmati kudapan dengan secangkir kopi.
‘Kami semua dulu sibuk, bolak-balik dari dapur ke toko antar pesanan. Capek sekali, tapi yang terasa hanya senang saja, gak kerasa,” ujarnya.
Sekian waktu berlalu, eksistensi Kafe Riang seolah meredup seiring modernisasi. Namun Endah tak ingin berharap banyak. Sederhana saja, ia hanya ingin menjaga kepercayaan mendiang untuk melanjutkan kebanggaan masa lalu Toko Riang.
”Bangunan ini sudah jadi aset cagar budaya Kota Malang. Mau gak mau harus tetap hidup dengan cara apapun, sampai kapanpun,” ujarnya dengan mata menerawang, namun tetap dengan nada riang. Seriang namanya.