MALANG, Tugumalang.id – Rektor Universitas Islam Malang (Unisma) Prof Maskuri MSi mengukuhkan dua guru besar atau profesor baru di Gedung Pascasarjana, Rabu (201/12/2023).
Mereka adalah Prof Dr Dyah Werdiningsih MPd Bidang Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dari FKIP dan Prof Dr Ir Mahayu Woro Lestari MP Bidang Ilmu Hortikultura dari Fakultas Pertanian.
Prof Maskuri menyebut, dua guru besar ini sebagai bagian dari srikandi-srikandi hebat yang dimiliki Unisma. Tak hanya hebat, penelitian dan orasi ilmiah yang dilakukan sungguh luar biasa.
Baca Juga: Gandeng Dodikjur Rindam V Brawijaya, FEB Unisma Gembleng Gen Z Menjadi Pemimpin yang Berintegritas

“Ada 4 Gubes yang dikukuhkan di Unisma di 2023. Memang ada empat, salah satunya seorang laki-laki hebat, Prof (HC UNISMA) Dr H Ali Masykur Musa MSi MHum,” ujarnya.
Pencapaian ini, lanjutnya, tidak lepas dari langkah strategis yang dilakukan dari berbagai aspek. Baik persoalan manajeman, keuangan, SDM, teknologi informasi, dan sebagainya.
Semua mengalami perkembangan. Ini karena kebersamaan yang dibangun. Tambah Maskuri, tanpa kebersamaan tidak mungkin Unisma melakukan berbagai macam lompatan strategis dan bersaing dengan perguruan tinggi terkemuka nasional.
Baca Juga: Kemeriahan Grand Final Putra Putri Fakultas Hukum Unisma 2023

“Kita memiliki mimpi besar di tahun 2023, mengawali entrepreneur university. Mau tidak mau kita melakukan berbagai macam ikhtiar, maka berbagai modal yang kita miliki, termasuk semakin bertambahnya gubes dari tahun ke tahun,” imbuhnya,
Maskuri menargetkan, 10 tahun ke depan, Unisma akan panen guru besar melalui berbagai langkah percepatan. Hal ini untuk meneguhkan Unisma di posisi unggul.
Saat ini sudah ada sekitar 4 dosen yang dalam proses pengajuan guru besar. Kemudian, 50 dosen lainnya dalam waktu lainnya dipersiapkan mengurus percepatan guru besar.
“Insyaallah akan disusul guru besar – guru besar baru, ada beberapa yang sudah saya tandatangani, tinggal menunggu dari Jakarta. Ada 50 yang sudah menandatangani kontrak komitmen untuk segera mengurus guru besar. Mudah-mudahan 10 tahun yang akan datang, kita akan panen profesor hebat di Unisma,” tukasnya.

Dalam orasinya, Prof Dr Ir Hj Dyah Werdiningsih menyampaikan orasi ilmiah berjudul ‘Merawat Bumi Melalui Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (BSI) Berwawasan Ekoliterasi’.
“Judul tersebut merupakan refleksi pemikiran saya sebagai insan pembelajar berdasarkan hasil penelitian bidang inovasi pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia,” kata perempuan kelahiran Blitar, 07 Januari 1969 itu.
Peningkatan ekoliterasi, lanjutnya, berpotensi sebagai solusi yang strategis untuk berkontribusi dalam memecahkan persoalan rusaknya lingkungan hidup bagi bangsa Indonesia, bahkan dunia.
Dia berharap, hal ini dapat meningkatkan pemahaman dan kepedulian akan pentingnya dunia pendidikan dalam berkontribusi pada upaya meningkatkan pemahaman, kesadaran, sikap, dan perilaku positif siswa terhadap upaya pelestarian lingkungan
“Khususnya melalui pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, sekaligus mendorong peningkatan upaya komprehensif untuk mengurangi risiko dari ancaman bagi keberlanjutan ekosistem global dan kehidupan manusia,” ungkapnya.
Sementara itu, Prof Dr Ir Mahayu Woro Lestari mengusung judul ‘Junggul (Crassocephalum crepidioides), tanaman kaya gizi yang tersisihkan sebagai Pendukung Ketahanan Pangan’.
“Ketertarikan saya pada tanaman junggul ini berawal dari keunikan jenis-jenis sayuran yang ada di desa-desa di Indonesia dengan kekayaan akan keanekaragaman tumbuhan yang tinggi dan dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan,” tuturnya.
Menariknya, Junggul sendiri adalah salah satu sayuran yang terabaikan dan kurang dimanfaatkan. Bahkan karena ketidak-tahuan, banyak warga masyarakat justru menganggap sebagai tanaman perusak tanaman yang dibudidayakan (gulma) sebab banyak ditemukan di lahan pertanian terlantar, tempat limbah, perkebunan dan kebun yang tidak terawat.
“Jarang sekali orang tahu bahwa ternyata tanaman ini dapat digunakan sebagai obat herbal dan sayuran,” sambungnya.
Di beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Barat, orang sudah mengenalnya sebagai sayuran. Junggul sering disajikan dalam menu lalapan, urab dan pecel. Junggul tak hanya nikmat disantap, tumbuhan liar ini juga bisa membantu melancarkan pencernaan, meningkatkan kekebalan tubuh, dan menyehatkan kulit.
Ragam kandungan nutrisi yang beragam seperti vitamin A, B, C, kalium, besi, protein dan senyawa antioksidan mengindikasikan bahwa budidaya dan konsumsi dari sayuran dapat membantu dalam menghadapi malnutrisi di Indonesia.
“Maka, alternatif solusi untuk mengatasi permasalahan ketersediaan pangan adalah penganekaragaman pangan yaitu mulai mengenalkan junggul sebagai sayuran fungsional dan diversifikasi konsumsi pangan dengan gizi seimbang,” tukasnya.
Reporter: Feni Yusnia
Editor: Herlianto. A