MALANG – Apel merupakan ikon dari Malang Raya. Namun saat ini, jumlah petani di Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang hanya tersisa beberapa orang saja.
Dari semua petani yang ada di Poncokusumo, hanya 10 persen saja yang bertahan mengelola kebun apel. Padahal di tahun 1990an, ada petani apel mendominasi hingga 90 persen dari total petani yang ada di Poncokusumo.
Jumlah terus perlahan menurun hingga 70 persen pada masa sebelum pandemi Covid-19. Selama dua tahun pandemi Covid-19, jumlah tersebut langsung merosot tajam hingga 10 persen saja.
Hal ini diungkapkan oleh Harianto, petani apel sekaligus Wakil Ketua Unit Pertanian Desa Gubugklakah, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang.
“Pas pandemi kan nggak ada kegiatan apa-apa dan pariwisata banyak yang tutup. Apel mulai nggak laku. Kebanyakan yang beli apel kan wisatawan,” kata Harianto.

Penurunan penjualan tersebut mengakibatkan para petani apel mengalami kerugian karena pendapatan mereka tidak bisa menutupi biaya operasional.
“Perawatan apel itu susah dan barangnya nggak laku dijual karena tempat wisata tutup. Pendapatannya tidak cukup untuk menutupi operasionalnya,” imbuh Harianto.
Oleh karena itu, Harianto menambahkan, para petani apel beralih ke sayur karena sayur merupakan kebutuhan sehari-hari sehingga produknya selalu laku.
Saat ini, meskipun pandemi Covid-19 telah mereda, Harianto melihat belum ada petani yang ingin beralih kembali ke apel. Petani-petani pemula pun tidak ada yang berminat untuk mengelola kebun apel.
“Sekarang belum ada gregetnya. Biasanya menjelang musim hujan seperti ini, para petani pemula atau yang baru mau menaman membutuhkan bibit apel. Tapi sampai saat ini belum ada orang yang mencari bibit apel,” kata Harianto yang juga mengembangkan pembibitan apel ini.
Ia berharap pemerintah turun tangan agar petani apel di Poncokusumo tidak terbebani modal yang tinggi.
“Pemerintah juga perlu untuk turun tangan dalam mengembangkan apel di Poncokusumo karena apel ini kan ikonnya Malang,” kata Harianto.
Ia sendiri mengaku akan tetap menjadi petani apel karena ia merasa apel masih cukup menguntungkan. Selain dijual dalam bentuk apel segar, apel-apel yang bentuknya tidak bagus bisa diolah menjadi keripik apel.
“Kalau menurut saya, apel itu cukup menguntungkan. Tapi mungkin karena masalah permodalan, para petani apel lari ke sayur,” tutupnya.
Reporter: Aisyah Nawangsari
Editor: Herlianto. A