MALANG – Sebagai legislatif, Fraksi Partai Gerindra DPRD Kota Malang menegaskan perlunya beberapa catatan atas kesepakatan rancangan peraturan daerah (Ranperda) bantuan hukum bagi masyarakat miskin Kota Malang untuk ditetapkan sebagai Peraturan Daerah (Perda).
Hal ini diutarakan Anggota Komisi D DPRD Kota Malang, Fraksi Partai Gerindra, Lelly Theresiawati dalam Rapat Paripurna beragendakan Penyampaian Pendapat Akhir Fraksi terhadap Ranperda tentang Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Miskin Kota Malang, Senin (27/12/2021).
Ditekankan Lelly, pemerintah daerah harus selalu memonitoring pelaksanaan Perda baru ini dengan tujuan beberapa hal. Yakni menjamin dan memenuhi hak warga miskin sebagai penerima bantuan hukum guna mendapatkan akses keadilan.
Termasuk hak konstitusionalnya sesuai dengan persamaan kedudukan di dalam hukum. Hingga Menjamin kepastian penyelenggara bantuan hukum secara merata bagi golongan tidak mampu sehingga dapat mewujudkan peradilan yang efektif, efisien dan bisa dipertanggungjawabkan.

“Bantuan hukum untuk masyarakat miskin juga harus dilakukan dengan tujuan yang lebih luas untuk menyadarkan hak-hak masyarakat miskin dalam penegakan hukum dan hak asasi manusia. Dimana sifat bantuan hukum tidak hanya diberikan secara individual tapi kepada kelompok masyarakat secara kolektif,” bebernya.
Dalam pemberian hukum, lanjut Lelly, OPD terkait yang membidangi hukum dan hak asasi manusia juga diharapkan dapat melakukan beberapa langkah kerja. Mulai dari menyusun dan menetapkan kebijakan pemberian hukum, menyusun rencana anggaran bantuan hukum.
Mengelola anggaran bantuan hukum secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel. Serta melakukan verifikasi dan akreditasi terhadap lembaga bantuan hukum yang memenuhi kelayakan sebagai pemberi bantuan hukum.
“Di samping itu, Pemkot Malang harus mengalokasikan dana bantuan hukum bagi masyarakat miskin ke dalam APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)” jelasnya.
Hal ini mengacu pada pasal 19 Undang-Undang nomor 16 tahun 2011 tentang bantuan hukum yang menjelaskan pada ayat 1 bahwa daerah dapat mengalokasikan anggaran penyelenggaraan bantuan hukum dalam APBD.
Nantinya, setiap anggaran dana bantuan hukum yang diberikan pemerintah daerah juga harus dikawal dengan pemantauan sekaligus pengawasan. Baik pemantauan terhadap pemberi bantuan hukum di tempat perkara.
Lalu, verifikasi terhadap berkas proses beracara yang dilaporkan pemberi bantuan hukum maupun klarifikasi terhadap dugaan penyimpangan oleh pemberi bantuan hukum yang dilaporkan masyarakat.
“Pengawasan itu harus dilaksanakan oleh tim pengawas yang ditetapkan dengan keputusan Wali Kota atau Perwali,” tukasnya.
Reporter: Feni Yusnia
Editor: Jatmiko