Aqua Dwipayana*
Sakit selama sembilan bulan itu ada hikmahnya. TUHAN menyuruh istirahat yang lama karena sebelumnya selalu aktif dan sibuk sekali. Nyaris tidak ada waktu untuk santai karena waktunya digunakan terutama buat bekerja.
Saya menyampaikan semua hal di atas lewat telepon kepada seorang teman lama pada Kamis pagi kemarin (20/5/2021). Waktu itu saya di mobil dalam perjalanan dari rumah mantan Direktur Litbang PTPN 4 Memed Wiramihardja di Bumi Serpong Damai Tangerang Selatan ke kantor KONI Pusat di Jakarta Pusat untuk menemui Ketuanya Letjen TNI Purn Marciano Norman.
Awal menerima telepon saya, teman yang sedang proses penyembuhan sakit stroke itu sempat kaget. Apalagi nomor telepon saya tidak terdaftar di hp-nya. Begitu saya menyebutkan nama baru beliau antusias menjawabnya.
Saat itu teman tersebut sedang berada di salah satu kota di Jawa Tengah. Selain proses penyembuhan juga lagi mengumpulkan berkas untuk persyaratan memasuki masa pensiun di salah satu badan usaha milik negara (BUMN) besar.
Kami sudah sekitar lima tahun tidak ketemu. Pertemuan terakhir di salah satu hotel bintang lima di Jakarta. Waktu itu kami ngobrol sekitar 3 jam.
Teman itu menyampaikan curahan hatinya memutuskan pensiun dini dari TNI. Kemudian bergabung pada salah satu BUMN.
Kunci Sehat di Hati dan Pikiran
Setelah menyimak semua alasannya, saya sangat berempati. Kemudian memberikan dukungan penuh sebagai penyemangat buat teman itu.
“Targetnya di tempat yang baru harus sukses Mas ….. (menyebut namanya-pen). Namun tetap menjalin silaturahim dan hubungan yang baik dengan teman-teman lama di TNI. Jangan pernah dendam pada siapapun,” pesan saya.
Kemudian saya melanjutkan, “Kalau sewaktu-waktu membutuhkan bantuan jangan ragu-ragu menghubungi saya. Insya ALLAH saya bantu.”
Teman itu dengan semangat cerita tentang proses pemulihan kesehatan dirinya dan keluarganya. Saya menyimak sambil memberikan motivasi.
Saya katakan bahwa kunci untuk sehat itu ada di hati dan pikiran. Keduanya harus bersih dan konsisten melakukannya. Selain itu agar selalu komunikasinya baik dengan semua orang.
“Tidak usah memikirkan yang berat-berat apalagi yang bukan urusan kita. Semua “sampah” agar dibuang jauh-jauh sehingga menjalani hidup ini tanpa beban. Dengan begitu insya ALLAH di manapun berada selalu sehat lahir dan batin,” ungkap saya.
Kemudian saya mencontohnya yang rutin saya lakukan. Rajin silaturahim tanpa pamrih. Membantu siapa saja yang bisa dibantu dan aktif melaksanakan Sharing Komunikasi dan Motivasi di semua provinsi di Indonesia dan puluhan negara.
Menilai Universal
Alhamdulillah sampai sekarang tetap sehat. Sama sekali tidak ada beban melaksanakan berbagai aktivitas. Semuanya mengalir seperti air.
Saya tegaskan bahwa teman itu yang memiliki banyak kelebihan – waktu masih aktif di TNI adalah anggota Kopassus – sampai sekarang tetap saya nilai hebat. Meski memutuskan pensiun dini, penghargaan kepadanya sama, tidak pernah berkurang sedikitpun.
Sikap itu muncul karena saya melihat dan menilai semua manusia secara universal. Tidak ada embel-embel duniawi. Paling utama adalah bagaimana seseorang menghargai orang lain.
Kami ngobrol sekitar 30 menit. Dari nada suaranya, saya merasakan teman itu senang dan semangat sekali. Sedangkan saya merasa bahagia karena bisa menyemangatinya.
Kami janji ketemu kalau saya melintas di kota tempat tinggalnya. Sekaligus nostalgia sambil terus menyemangati teman yang hebat dan sempat disuruh TUHAN “istirahat” lama tersebut.
Semoga teman itu makin antusias untuk penyembuhan dirinya secara total. Aamiin ya robbal aalamiin…
>>Dari Bogor sambil menikmati hujan lebat, saya ucapkan selamat menghibur teman yang sedang sakit dan berduka. Salam hormat buat keluarga. 16.00 21052021😃<<<
* Doktor Komunikasi, motivator nasional, dan penulis buku Trilogi The Power of Silaturahim