MALANG, Tugumalang.id – Teras Belajar by Pemimpin.id menggelar webinar bersama dengan Indika Foundation dengan “Peran Pemimpin Perempuan dalam Bingkai Perdamaian” pada Selasa (28/05/2024).
Ada dua nara sumber yang hadir yaitu Riris Marpaung, CEO Game Changer Studio dan Ambassador Woman in Games serta Alissa Wahid, Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian sekaligus sebagai psikolog. Keduanya merupakan contoh dan panutan dari pemimpin perempuan yang ada di Indonesia saat ini.
Menurut survei, diskriminasi perempuan dinilai sudah hampir tidak ada, tetapi faktanya, ketidaksetaraan dan diskriminasi masih sering terjadi. Perempuan masih dianggap sebelah mata dalam menyuarakan pendapatnya.
Baca Juga: Perempuan NU Kabupaten Malang Usulkan Perencanaan Pembangunan 2024
Riris Marpaung berbagi pengalamannya saat pertama kali menjadi pemimpin. Ia menjelaskan bahwa pekerjaannya sebagai pembuat game sering diremehkan dan dikesankan negatif di masyarakat.
Pada tahun 2013, studionya hanya memiliki lima pemimpin perempuan. Saat ini, jumlah pemimpin perempuan di studionya telah meningkat dua kali lipat.
Riris merasa bangga dan senang melihat perkembangan ini karena membantu mendobrak stereotipe negatif masyarakat tentang perempuan di industri game.
Riris Marpaung bergabung bersama Alissa Wahid untuk menyuarakan kesetaraan perempuan. Dia mengambil kesempatan tersebut untuk menyuarakan sebuah profesi yang tidak terbatas bagi laki-laki saja namun perempuan juga bisa masuk yaitu membuat game.
Baca Juga: Aliansi Petani Indonesia Beri Pelatihan Literasi Keuangan Pedesaan pada Warga Desa
Sementara, Alissa Wahid juga menyampaikan pengalamannya mengenai adanya diskriminasi dan ketidaksetaraan gender.
Menurutnya, masyarakat masih memberi ruang lebih besar pada laki-laki ketimbang perempuan dalam hal pekerjaan. Bahkan untuk pekerjaan yang tidak dibayar biasanya diasosiasikan dengan perempuan.
Misalnya, memasak. Memasak selalu diasosiasikan pada perempuan. Itu tugas perempuan. “Tapi coba kita perhatikan para chef yang ada di hotel berbintang itu merupakan laki-laki. Banyak anggapan menjahit sangat perempuan. Kalau ada laki-laki yang suka menjahit, asosiasinya sudah yang tidak-tidak. Sementara desainer industri fashion itu kebanyakan laki-laki,” tuturnya.
Perjalanan hidup Alissa Wahid menginspirasi banyak perempuan. Dia mengatakan, perubahan dalam hidup sangat bergantung pada kesiapan diri karena banyak hal tak terduga yang akan dihadapi.
Berdasarkan pengalamannya, dia mulai menjadi pemimpin perempuan pada usia 38 tahun. Ia memulainya dan belajar dari awal menjadi pemimpin setelah wafatnya Gus Dur, sang ayah. Menurutnya, belajar menjadi pemimpin tidak ada batasnya selagi diri sendiri sudah siap.
Alissa Wahid juga memberikan pendapatnya tentang perempuan kurang efektif dalam memimpin karena memiliki tingkat emosional yang lebih tinggi dari laki-laki. “It’s not about men or women. It’s about person,” imbuhnya.
Dia menambahkan, pendapat tersebut tidak perlu dihiraukan karena kenyataannya perempuan sama saja dengan laki-laki. Perempuan tidak perlu terjebak pada stereotipe tersebut.
Laki-laki juga memiliki tingkat emosional yang sama dengan perempuan, seperti menangis, marah, berpikir kritis, dan menghadapi kesulitan dalam memimpin.
“Meskipun kita perempuan belum bisa mengubah masyarakat secara luas, kita bisa mulai dengan mengubah diri sendiri. Kepemimpinan diri akan mempermudah kita untuk memimpin orang-orang di sekitar, dan selanjutnya mampu memimpin komunitas yang lebih besar,” kata dia.
Webinar Teras Belajar bersama Indika Foundation ini dihadiri oleh 500 audience lebih. Meskipun webinar ini terkesan singkat, namun memiliki banyak pengetahuan yang dapat diambil dan diterapkan pada diri sendiri.
Harapannya dari webinar ini, perempuan dapat mengambil peran sebagai pemimpin di masa depan yang dapat membawa perdamaian dalam segala aspek.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Penulis : Malicha Allena (Magang)
Editor: Herlianto. A