Tugumalang.id – Masuk angin adalah istilah yang sudah sangat akrab di telinga masyarakat Indonesia. Hampir setiap orang pernah mengalaminya atau setidaknya mendengar keluhan seperti “kayaknya aku masuk angin nih” saat badan terasa nggak enak.
Tapi tahukah kamu bahwa secara medis, istilah ini sebenarnya tidak dikenal? Lalu, apa sebenarnya yang terjadi dengan tubuh kita saat merasa seperti masuk angin?
Baca Juga: Kota Malang Dilanda Angin Kencang, 9 Pohon Tumbang
Apa Itu Masuk Angin?
Dalam budaya populer, masuk angin diyakini terjadi karena angin atau udara dingin masuk ke dalam tubuh. Gejalanya bisa beragam: perut kembung, meriang, mual, pusing, pegal-pegal, hingga tidak nafsu makan.
Namun menurut situs medis ternama dan ulasan medis, istilah masuk angin tidak tercatat dalam literatur medis.
Baca Juga: 3 Kecamatan di Kabupaten Malang Dilanda Angin Kencang, Puluhan Rumah Rusak
Gejala yang disebut sebagai masuk angin sebenarnya bisa disebabkan oleh beberapa kondisi medis berbeda, tergantung dari konteks dan intensitasnya.
Penjelasan Medis: Gejalanya Bisa Menyerupai Penyakit Lain
Gejala masuk angin sebenarnya bisa muncul dari beberapa kondisi medis, seperti:
1. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)
Seringkali disebabkan oleh virus seperti flu dan common cold. Gejalanya antara lain demam, pilek, batuk, dan nyeri otot ringan.
2. Gangguan pencernaan
Seperti dispepsia, gastritis, atau GERD yang menyebabkan perut kembung, mual, muntah, dan tidak nafsu makan.
3. Demam berdarah, tifoid, atau malaria
Ketiganya memiliki gejala awal seperti menggigil, demam, dan badan lemas—yang sering disangka “masuk angin”.
4. COVID-19 dan penyakit pernapasan lainnya
Beberapa gejala awal infeksi COVID-19 pun mirip “masuk angin” ringan, sehingga penting untuk tidak mengabaikannya.
5. Angina atau nyeri jantung
Sering disalahartikan sebagai “angin duduk” padahal bisa jadi merupakan tanda gangguan jantung serius.
Faktor Penyebabnya
Dalam ilmu kedokteran, “masuk angin” lebih berkaitan dengan faktor-faktor berikut:
1. Perubahan cuaca, peralihan musim atau suhu dingin bisa menurunkan daya tahan tubuh.
2. Kurang tidur dan kelelahan, membuat sistem imun melemah dan tubuh lebih rentan infeksi.
3. Pola makan tak teratu, bisa memicu gangguan pencernaan.
4. Stres dan polusi, keduanya berdampak besar pada daya tahan tubuh dan kesehatan saluran pernapasan.
Secara medis, tidak ada konsep “angin masuk” ke dalam tubuh. Yang terjadi sebenarnya adalah reaksi tubuh terhadap perubahan. Daya tahan tubuh yang melemah membuat kita lebih mudah terserang penyakit ringan.
Maka, istirahat dan perawatan ringan sering kali cukup untuk pemulihan, tapi penting juga mengenali batasannya.
Kerokan dan Ramuan Herbal: Efektif atau Sekadar Kebiasaan?
Kerokan, meskipun populer, tidak menyembuhkan penyebab utama gejala. Efek “ringan” yang dirasakan setelah kerokan berasal dari peningkatan aliran darah dan sensasi hangat di permukaan kulit (Healthline, 2020).
Tapi secara medis, kerokan bukan pengobatan. Bahkan, ada risiko iritasi kulit jika dilakukan terlalu keras atau tidak higienis.
Begitu pula dengan jamu atau minuman herbal seperti jahe. Jahe memang punya efek antiinflamasi ringan, dan bisa membantu meredakan mual atau nyeri otot. Tapi tetap, tidak bisa menggantikan diagnosis dan pengobatan dari dokter jika gejalanya berat atau berlangsung lama.
Kapan Harus Periksa ke Dokter?
Gejala “masuk angin” umumnya ringan dan bisa sembuh sendiri, tapi ada beberapa kondisi yang perlu segera diperiksakan ke dokter, seperti:
1. Demam tinggi lebih dari tiga hari
2. Nyeri dada atau sesak napas
3. Muntah dan diare terus-menerus
4. Lemas ekstrem atau pingsan
Gejala tidak membaik setelah tiga hari pengobatan rumahan
Jika kamu merasa gejala “masuk angin” tak kunjung reda atau malah semakin parah, jangan ragu untuk cari bantuan medis.
Kementerian Kesehatan RI juga menegaskan pentingnya tidak menyepelekan gejala awal yang mirip flu, terutama di musim pancaroba atau saat kondisi tubuh sedang lelah. Bisa jadi tubuhmu sedang memberi sinyal tentang masalah yang lebih serius.
Istilah “masuk angin” memang sudah lekat dengan budaya Indonesia, tapi penting untuk memahami bahwa ini bukanlah penyakit medis yang diakui secara resmi. Gejalanya bisa berasal dari banyak penyebab dan membutuhkan penanganan yang berbeda.
Menghargai pengobatan tradisional boleh, tapi jangan abaikan pentingnya diagnosis medis yang akurat. Ketahui kapan harus mengandalkan kerokan dan kapan waktunya ke dokter. Tubuh kita layak mendapat perhatian yang seimbang-antara budaya dan sains.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Penulis: Muhammad Veri Adrianto Ivansa / Magang
Editor: Herlianto. A