Oleh: Nanang B. Fauzi, Lesbumi NU Kota Malang
Tugumalang.id – Bennedict Anderson dengan istilahnya imagined community menyodorkan wacana “komunitas terbayang” tentang kebangsaan Indonesia. Emha Ainun Nadjib, menyodorkan idiom “Indonesia adalah bagian dari desa saya”.
Bagaimana kedua hal tersebut bermuara pada identitas ke- Indonesiaan? Atau coba saja kita lihat serial kartun Upin Ipin yang secara eksplisit membangun sekaligus memperkenalkan keragaman budaya melalui para tokohnya.
Menyodorkan inklusivitas kepada anak-anak. Film-film besutan Hollywood juga berperan serupa. Melalui film, pasti ada scene yang memperlihatkan bendera Amerika. Baik wacana dan atau beberapa strategi seni budaya di atas memberikan kesangsian sekaligus alternatif solusinya untuk mendefinisikan identitas kita. Apakah kemerdekaan ke-78 memberi makna lebih terhadap Indonesia sebagai bangsa?
Baca Juga: Ngaji Sewelasan sebagai Strategi Kebudayaan Lesbumi PCNU Kabupaten Malang
Sepatutnya, seni, melalui berbagai cabangnya mampu memberikan alternatif-alternatif jawaban mengenai redefinisi ke-Indonesiaan dan sekaligus identitas kita sebagai bangsa.
Tentu, perayaan sekaligus pemaknaan kemerdekaan musti dimaknai sebagai momen penting pemersatu. Tidak sebatas itu, upaya-upaya ini juga perlu ditanamkan sedari dini laiknya Upin Ipin melalui media yang sesuai dengan umur anak-anak. Di sinilah, sastra Anak khususnya dongeng mengambil peran penting di dalamnya.
Di sisi lain, Lesbumi sebagai lembaga di bawah NU, mempunyai peran penting, misi ideal nan agung. Serupa satu bait di “Sajak Sebatang Lisong” nya Rendra bahwa “Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata” dan tidak mandeg menjadi “Penyair anggur dan rembulan” yang sibuk dengan dirinya sendiri, abai dan ogah terhadap masalah-masalah yang nyata.
Baca Juga: Misi Megah Pembangunan Alun-alun Tugu Kota Malang di Akhir Pemerintahan Sutiaji
Melalui giat “Mbeber Klasa” Lesbumi NU Kota Malang berperan untuk mendekatkan seni budaya dan segala rupa yang melingkupinya kepada masyarakat. Menjawab segala tantangan zaman sekaligus pelestari seni yang muncul dan berkembang seiring waktu.
Akhirnya, seni dan budaya, bagaimanapun, musti hadir secara nyata di tengah tengah masyarakat, baik sebagai pembumi, pelestari, dan penjaga keberadaanya di tengah gempuran era yang semakin kosmpolit.
Editor: Herlianto. A