Oleh : drh. Puguh Wiji Pamungkas, MM
“Hai orang-orang arab…!, kaliankan hidup dipadang pasir, penggembala dan tidak punya apa-apa kalau kalian butuh Harta bilang saja sebut apa yang kalian inginkan ambil dan kemudian pulanglah..!”, lantang suara Rustum panglima perang Persia kepada Rib’i Bin Amir.
Lalu Rubai berkata “Kami datang dari sana tidak butuh dengan harta yang kau pamerkan ini, kami datang hanya ingin mengeluarkan Hamba-Nya termasuk kamu agar menyembah Allah SWT saja, Kalau kau patuh maka kau dan Kisroh tetap dengan kerajaannya dan kau tetap sebagai panglima perangnya semua kau miliki tidak ada yang hilang, Itu saja”.
Kemudian Rustum menjawab, “Baiklah, izinkan aku berfikir. Mungkin butuh waktu” Rib’i menjawab, “Berapa hari kalian butuh? 1 hari? 2 hari?” Tidak, mungkin Sebulan, 2 Bulan, atau 3 bulan kami akan musyawarah terlebih dahulu “jawab Rustum Kata Rib’i, “Kami akan kasih waktu kalian waktu 3 Hari, karena pemimpin kami habisnya musuh berfikir 3 Hari maksimal tidak boleh lebih dari itu.
Baca Juga: Menegakkan Keadilan dan Merawat Kebajikan
Saking penasarannya kemudian Rustum bertanya , “kamu ini siapa sebenarnya? Apa pemimpin orang-orang Arab?”. Kata Rib’i, “Bukan, saya adalah pasukan di barisan paling belakang,saya prajurit biasa”. Lalu Rustum berkata ” Kenapa bisa kamu ambil keputusan itu ?”, “Karena Agama mengajarkan bahwa, pemimpin kami hingga masyarakatnya terbiasa keputusannya Satu, Kalau sudah diberi amanah, keamanan semua harus patuh terhadap pemimpin kami. Karena kami Satu Jasad”, Jawab Rib’i.
Lalu kata Rustum, “baiklah izinkan orang ini pulang, lalu tulis pesan kepada Kisro bahwa manusia yang kita hadapai 30.000 adalah manusia yang seperti Rib’i, (Dengan menjelaskan ketegasannya) untuk di hadapi susah, Keras, Tegas, dan tidak mau menyerah.
Itulah kira-kira penggalan dialog antara Rib’i Bin Amir salah satu prajurit yang diutus oleh Sahabat Saad Bin Abi Waqqas dengan Rustum Panglima perang Persia. Dalam misinya itu Rib’i berangkat memenuhi seruan sang Panglima Saad Bin Abi Waqqas, dengan bertopikan panci masak dan membawa pisau dapur, dia berangkat menemui Rustum sang Panglima persia dengan menggunakan keledainya yang sudah tua.
Pada pertengahan tahun 1260 penggalan sejarah peradaban dunia merekam sebuah peristiwa yang tidak akan terlupakan, adalah Saifudiz Al-Qutuz pemimpin Mamluk Mesir yang menorehkan catatan sejarah karena telah mengalahkan pasukan Mongol yang selama hampir 88 tahun tidak terkalahkan.
Kegemilangannya dalam memimpin bukan didapatkan begitu saja, situasi dan kondisi Mamluk sebelumnya yang dirundung konflik dan perpecahan internal serta banyak munculnya golongan-golongan yang memecah belah, seolah menjadi kemustahilan bagi Saifudin Qutuz untuk membawa Mamluk menjadi negara maju dan memenangi pertarungan melawan Mamluk.
Kepiawaiannya dalam mengkonsolidasikan potensi dan kekuatan yang ada saat itu menjadikan kekuatan Kesultanan Mamluk semakin menguat.
Baca Juga: Malang, Sepenggal Firdaus Indonesia
“Leadership Tent”, begitulah kira-kira ungkapan yang pas untuk mempresentasikan kapasitas Leadership Rib’I Bin Amir dan Saifudin Al –Qutuz diatas. Tenda leadrship yang dimiliki oleh Rib’I Bin Amir bukan hanya membuat gentar lawannya, namun juga merepresentasikan kematangan karakter serta interpersonal skill yang dimilikinya. Tenda leadership yang dimiliki oleh Saifudin Qutuz mampu menjadikan Mamluk yang dulunya diujung kehancuran menjadi Bangsa yang kuat dan kokoh mengalahkan bangsa Mongol yang tidak terkalahkan.
Selazimnya sebuah tenda, maka tenda itu menjadi kuat karena keberadaan lima bagian penyangga utama yang membuat tenda itu menjadi tempat yang nyaman dan aman bagi bagi semua orang yang ada didalamnya.
Kelima bagian peyangga oleh Jack Zenger dan Folkman didefiniskan sebagai ; Character, Personal Capability, Interpersonal Skill , Leading Change and Focus on Result.
Kelima hal inilah yang setidaknya dimiliki oleh Rib’I Bin Amir dan Saifudin Qutuz dalam kisah perjalanan hidupnya sehingga bukan hanya torehan kegemilangan sejarah yang telah mereka berikan, namun kebagusan kepemimpinan yang berdampak bagi kebaikan juga bisa diwujudkan.
Kelima hal inilah yang seharusnya dimiliki oleh setiap pemimpin agar mereka memiliki kecakapan dan kemampuan serta kesanggupan memimpin agar semua orang yang ada didalam tenda kepemimpinannya mendapatkan kecukupan suplay oksigen sehingga tendanya bisa terus berkembang dan bertumbuh karena orang-orang potensial yang ada didalamnya memiliki kesempatan yang cukup untuk bertumbuh.
Jelang kontestasi pilkada serentak di Indonesia yang akan dilaksanakan 27 november mendatang, seyogyanya menjadi alat untuk memilih para pemimpin kepala daerah dengan tenda kepemimpinan terbaik, karena seiring dengan kuatnya arus otomoni daerah yang sedang berjalan, nasib, kesejahteraan, kedaulatan dan kemakmuran masyarakat di sebuah daerah sangat ditentukan oleh sebera cakap dan kuat “leadership tent” kepala daerahnya.
“Leadership Tent” adalah perspektif visual dalam membangun “Extraordenary Leader”, bahwa untuk menjadi pempimpin yang baik dan berdampak maka kita juga harus menyiapkan tenda kepemimpinan kita yang kuat dan memiliki daya tampung yang banyak.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
*Presiden Nusantara Gilang Gemilang
Founder RSU Wajak Husada
editor: jatmiko