Tugumalang.id – Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari berbagai elemen advokasi dan bantuan hukum di Indonesia mengecam pernyataan Menko Polhukam, Mahfud MD, soal Tragedi Kanjuruhan.
Menurut Mahfud MD, kematian 135 jiwa dan 600 lebih luka-luka itu bukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat.
Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil, Daniel Siagian, dari YLBHI-LBH Pos Malang menuturkan bahwa pernyataan Mahfud itu sangat tidak berdasar. Pernyataan itu menurut Daniel bukanlah kewenangannya, melainkan kewenangan Komnas HAM.
“Meski dalam hal ini Menkopolhukam menjelaskan pernyataannya didasarkan pada penyelidikan Komnas HAM, itu tetaplah keliru,” jelas Daniel dalam keterangan tertulisnya, Selasa (3/1/2023).
Jika merujuk keterangan pers Komnas HAM Nomor 039/HM.00/XI/2022 tentang penyampaian laporan tragedi Kanjuruhan Malang, pendalaman kasus oleh Komnas HAM menggunakan kerangka UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Jadi bukan UU 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang dapat menyatakan suatu peristiwa dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat atau tidak yang didasari pada proses penyelidikan.
Bahwa walaupun Komnas HAM telah menyatakan terjadi pelanggaran HAM berdasarkan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Tidak menutup kemungkinan bagi Komnas HAM untuk menyelidiki kasus kanjuruhan dalam kerangka pelanggaran HAM berat.
“Mengingat, Tragedi Kanjuruhan ini memiliki potensi untuk dapat disimpulkan sebagai pelanggaran HAM berat apabila proses penyelidikan oleh Komnas HAM dilakukan,” tuturnya.
Komnas HAM Diminta Melakukan Tindak Lanjut
Sebab itu, pihaknya mendesak Komnas HAM untuk menindaklanjuti kembali hasil temuan sebelumnya dengan melakukan penyelidikan dalam UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Dari penilaian mereka terdapat berbagai fakta yang perlu ditelusuri lebih lanjut.
Seperti terkait pertanggungjawaban komando atau atasan dalam pengerahan penggunaan kekuatan yang dilakukan oleh institusi keamanan. “Sebab dalam tragedi ini terdapat aktor high level yang juga harus dimintai pertanggungjawabannya secara hukum,” tegasnya.
Lebih lanjut, dalam situasi seperti ini, Mahfud MD harusnya lebih berfokus pada rekomendasi laporan TGIPF yang dinilai hingga saat ini belum terlihat perkembangan yang signifikan.
Beberapa di antara poin rekomendasi yang belum dilakukan seperti meminta Ketua Umum PSSI dan seluruh jajaran Komite Eksekutif mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban moral.
Lalu, ada penyelidikan lanjutan anggota Polri dan prajurit TNI yang melakukan kekerasan, tidak terkecuali kepada pejabat Polri yang menandatangani surat rekomendasi izin keramaian.
Rekomendasi izin keramaian ini tertera dalam No: Rek/000089/IX/YAN.2.1/2022/DITINTELKAM tanggal 29 September 2022 yang ditandatangani oleh Dirintelkam atas nama Kapolda Jawa Timur.
Terlebih lagi, diketahui saat ini baru terdapat 6 orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian dengan pasal-pasal pidana yang ancamannya tergolong ringan.
Ini menimbulkan ketidakadilan baru bagi para korban dan keluarga korban, antara lain Pasal 359 KUHP dan/Pasal 360 KUHP dan/atau Pasal 103 ayat (1) Jo Pasal 52 U No. 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan.
Adapun, Koalisi Masyarakat Sipil terdiri dari Lembaga Bantuan Hukum Surabaya pos Malang (LBH Malang), Lembaga Bantuan Hukum Surabaya (LBH Surabaya), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Lokataru Foundation, dan IM57+ Institute.
Reporter: M Ulul Azmy
Editor: Herlianto. A