TuguMalang.id – Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang menyerang sebagian besar wilayah Kabupaten Malang bagian barat membawa berbagai masalah runyam. Mulai dari kerugian ekonomi, lilitan hutang hingga berujung cekcok rumah tangga.
Ketua Koperasi Unit Daerah (KUD) Sumbermakmur Sugiono menuturkan wabah PMK yang menyerang sebagian besar populasi sapi perah di Kecamatan Ngantang memang membawa dampak luar biasa. Khususnya bagi perekonomian warga.

Di situasi sekarang ini, kata Sugiono, peternak mulai kelimpungan setelah melihat sapi ternaknya mulai bertumbangan. Mereka dihadapkan dengan pilihan sulit; menjual sapinya atau membiarkan sapinya bertahan hidup atau mati.
Kebanyakan, peternak lebih memilih pilihan pertama, yakni menjualnya dengan harga murah. Kata Sugiono, banyak sapi dijual dengan harga murah. Jika biasanya seharga Rp 10-15 juta per ekor, kini peternak rela merugi menjualnya dengan harga Rp 600 ribu hingga sejuta per ekor.
”Jadi memang peternak banyak yang panik. Tidak bisa melakukan penanganan atau pengobatan dengan panik. Akhirnya mereka banyak yang pilih dijual saja daripada melihat ternaknya mati,” kisah Sugiono.

Situasi itu akhirnya ikut berdampak pada kestabilan ekonomi masyarakat. Banyak peternak yang juga dililit hutang dan akhirnya berujung perselisihan internal rumah tangga.
”Kami dari KUD ya hanya bisa mengimbau agar sama-sama menyadari. Wong sudah musibah, semua sama-sama merasakan,” ungkapnya.
Situasi kepanikan ini juga diamini seorang peternak sapi perah di Desa Waturejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, Sugito (59). Hanya saja, Sugito masih punya semangat ikhtiar untuk terus merawat sapi-sapi ternak miliknya.
Sejak diserang wabah PMK 3 pekan lalu, Sugito sudah kehilangan 6 ekor sapi. Jika ditaksir kerugian materialnya bisa mencapai Rp 50-70 juta. Saat ini, sapi ternaknya hanya tersisa 11 ekor sapi. Sapi yang ada terus dia rawat dengan berbagai macam cara agar sembuh.

”Mulai obat kimia rekomendasi dinas sampai obat herbal semua saya kasihkan. Ini ikhtiar saya sampai wabah ini selesai. Hanya lewat sapi-sapi inilah saya bergantung hidup,” kata dia.
Ikhtiar Sugito mulai berbuah hasi. Terhitung di pekan ketiga inkubasi virus, sebelas ternaknya di kandang menunjukkan tanda masih dapat bertahan. Meski dari sekian diantaranya masih lemah dan hanya bisa tidur karena kuku kakinya masih sakit.
Tapi setidaknya, kata Sugito, nafsu makan sapi ternaknya sudah meningkat. Dia mengisahkan pada 3 pekan lalu, sapi-sapinya tidak mau makan hingga kurus kering akibat infeksi pada mulut dan kakinya.
Akibatnya, produksi susunya merosot drastis. Dari yang semula dia bisa menyetor 300 liter susu per hari, kini hanya bisa menyetor 50 liter per hari. Meski kini sapi-sapinya terbilang sudah pulih, tetap saja produksi susunya diprediksi masih akan sulit.
”Rata-rata mereka masih pincang. Bagian kukunya dan puting masih sakit. Tapi setidaknya nafsu makan mereka sudah membaik. Semoga kondisi baik ini bisa terus berlangsung,” ungkapnya.
Reporter: Ulul Azmy
editor: jatmiko
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugumalangid , Facebook Tugu Malang ID ,
Youtube Tugu Malang ID , dan Twitter @tugumalang_id