Tugumalang.id – Suasana di siang yang begitu terik pada Sabtu (18/02/2023) siang tidak membuat semangat pasangan suami istri (pasutri) Suplik Irawati (50) dan suaminya Sandi (48) menyerah pada keadaan.
Warga Dinoyo, Kota Malang, ini sebagai penyandang tuna netra. Namun demikian, keadaan itu tak membuatnya putus asa. Mereka tetap berjuang mempertahankan hidup dengan keadaan yang serba pas-pasan.
Malah pasangan pasutri netra tersebut punya prinsip tidak ingin dikasihani meski harus bersusah payah jualan kerupuk keliling dengan kondisi penglihatan terbatas.
Dalam suatu kesematan, Suplik menceritakan keadaannya. Menurutnya, ketika dia lahir baik-baik saja kondisi penglihatannya. Bahkan, termasuk anak yang sehat. Namun saat usianya dua tahun, Suplik terserang demam hingga membuat mata kanannya menempel. Sedangkan mata kirinya dalam kondisi terbatas untuk melihat atau samar-samar.
“Ya, dulu saya lahirnya normal. Waktu usia dua tahun demam lalu kelopak mata kanan saya nempel sehingga nggak bisa melihat lagi,” ujar Suplik tampak ceria meski dalam kondisi cuaca yang panas.
Sedangkan suaminya, Sandi, menjadi difabel netra sejak lahir. Namun, Suplik mengatakan, keduanya memiliki prinsip tidak mau dikasihani oleh orang lain, juga tidak mau ada ketergantungan meski memiliki penglihatan yang terbatas.
Saat ini keduanya harus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Mereka dikaruniai dua orang putra, bernama Dimas kelas 5 SD dan Alif Saputra kelas 1 SD. Kedua anaknya jarang ikut orang tuanya jualan.
Perjuangan pasutri ini sangat berat. Di tengah kerasnya kehidupan kota, keduanya harus tetap berusaha memenuhi kebutuhan keluarganya. Namun ada saja yang memanfaatkan keadaannya yang terbatas ini. Menurut Suplik, pernah ada pembeli yang menggunakan uang sobek, uangnya sudah rusak.
Namun keduanya tetap bersabar, meskipun harus menerima perlakuan tidak baik dari orang lain. Adapun pendapatannya hanya sekitar Rp50 sampai 70 ribu perhari. Karena bukan jualan makanan basah, jadi jika dagangannya yang tidak laku bisa dijual lagi besoknya.
Dagangan itu bukan miliknya sendiri, tapi milik salah satu toko. Sementara Suplik serta suaminya yang berkeliling menjualnya. Jika stok tinggal sedikit, pemilik dagangan akan menambahnya lagi.
Selain kendala penglihatan, pembeli juga jarang dan cuaca yang tidak menentu juga membuat keduanya harus tetap berusaha. Bagaimanapun itu sumber penghasilan utama mereka.
“Gimana ya, ya meskipun panas atau hujan tetap jualan, bawa payung biar nggak kehujanan,” ujarnya ditemui di depan toko roti mongki Mertojoyo.
Pasutri ini berdagang keliling setiap hari, dengan jalur yang sama. Mulai dari rumahnya ke Mertojoyo sampai Swalayan Sardo. Rute ini memang mudah untuk dihapal. Bahkan biasanya mereka berjualan dua kali dalam sehari.
“Saya menyesal kenapa baru sekarang bekerja, ke mana saja dulunya. Setidaknya jika dulu sudah bekerja, sekarang juga nggak terlalu susah,” tukas Suplik.
Reporter: M-7
Editor: Herlianto. A