MALANG, Tugumalang.id – Pemenang KORPRI Awards 2023 Kabupaten Malang untuk kategori 4 Penjuru Mata Angin, Indra Ermawan. Selama 11 tahun, Indra Ermawan mendedikasikan waktunya untuk membantu warga Kabupaten Malang yang tengah dilanda bencana.
Ia juga turut berpartisipasi dalam mengimbau warga serta membantu mereka untuk mengungsi saat Gunung Kelud dan Gunung Semeru mengalami erupsi.
Indra merupakan staf Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Malang sejak tahun 2013. Hanya dalam selang waktu satu tahun, ia terjun ke Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang untuk membantu warga yang terdampak erupsi Gunung Kelud di tahun 2014.
Berkat dedikasinya dalam membantu warga evakuasi saat terjadi bencana ini, Indra mendapatkan penghargaan KORPRI Awards Kabupaten Malang 2023 kategori 4 Penjuru Mata Angin.
Penghargaan ini diberikan kepada mereka yang memiliki dedikasi tinggi di daerah 3T (terpencil, terluar, dan tertinggal). Penghargaan ini diberikan di Pendopo Agung Kabupaten Malang pada 30 November 2023.
Baca Juga: Penuh Dedikasi dan Prestasi, Ini Pemenang KORPRI Awards 2023 Kabupaten Malang
Saat ditemui Tugu Malang belum lama ini, Indra bercerita bahwa tugasnya lebih kepada membangun kesiapsiagaan masyarakat agar mereka tahu apa yang harus dilakukan saat terjadi bencana. Ia berkeliling melakukan sosialisasi dan imbauan, baik ke rumah-rumah warga maupun ke sekolah-sekolah.
“Penanggulangan bencana tidak hanya saat tanggap darurat saja, tapi diawali dengan prabencana. Ketika masyarakat tidak paham, mereka tahunya berada di kondisi aman, sehingga mereka tidak sadar bahwa potensi alam ini ada ancamannya,” jelas Indra.
Sempat Ditertawakan Warga Ngantang
Menurut Indra, tugas ini memiliki tantangan tersendiri. Saat memberikan imbauan kepada warga di Kecamatan Ngantang terkait potensi ancaman erupsi Gunung Kelud, Indra sempat ditertawakan warga. Pasalnya, selama ini wilayah Kabupaten Malang tidak pernah terdampak dari erupsi Gunung Kelud.
“Kami ditertawakan masyarakat karena kami dianggap mengada-ada. Tapi kami tetap mengimbau dengan berkeliling menggunakan toa,” kata Indra.
Sosialisasi ini dilakukan dua minggu sebelum terjadinya erupsi, yaitu saat Gunung Kelud berstatus normal dan waspada. Harapannya, melalui sosialisasi tersebut masyarakat paham akan potensi ancaman dan tidak perlu dipaksa mengungsi.
Apalagi, sebelum meletus, gunung berapi memiliki status yang selalu dipantau oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sehingga masyarakat punya waktu untuk evakuasi.
Selain sosialiasi, Indra dan petugas BPBD lainnya juga memasang tanda jalur evakuasi. Sehingga, di saat darurat, masyarakat bisa tahu harus mengungsi ke arah mana.
“Penting adanya kesadaran pada masyarakat terkait bagaimana mereka harus melakukan evakuasi. Kalau kami yang harus evakuasi, pasti kami kekurangan sarana dan prasarana,” kata Indra.
Baca Juga: Semarak Peringatan HUT ke-52 KORPRI Kabupaten Malang, Ada Peragaan Busana dan Awards
Pada kenyataannya, letusan Gunung Kelud di tahun 2014 tersebut begitu dahsyat, bahkan di luar prediksi BPBD Kabupaten Malang. Mereka yang awalnya mendirikan posko di kawasan Selorejo, Desa Pandansari, Kecamatan Ngantang harus menggeser lokasi posko hingga ke Kecamatan Pujon.
“Secara jangkauan, kami buat delapan kilometer dari puncak. Itu berdasarkan kejadian-kejadian sebelumnya yang memang (dampaknya) tidak pernah mengarah ke Ngantang,” ujar Indra.
Akibat erupsi Gunung Kelud, sebanyak 17 ribu warga Kecamatan Ngantang, khususnya warga Desa Pandansari dan Desa Ngantru harus mengungsi ke Kecamatan Pujon dan Kota Batu. Pihak BPBD Kabupaten Malang juga melakukan penyisiran karena ada informasi beberapa warga tidak mengungsi dan memilih tinggal di rumah berharap mereka tidak terdampak.
Proses evakuasi juga mengalami kendala karena hujan abu yang sangat lebat hingga jarak pandang hanya sekitar satu meter. Bahkan, warga sempat harus bermalam di puskesmas terdekat karena perjalanan ke pengungsian di malam hari dinilai terlalu berbahaya.
Saat erupsi tersebut, Indra terus bertugas di Kecamatan Ngantang membantu warga mengungsi. Ia bahkan tinggal di sana hingga 45 hari karena ia membantu warga memperbaiki rumah dan membersihkan debu akibat letusan Gunung Kelud.
“Mulai proses pembersihan lahan sampai dengan proses pemulihan butuh waktu hampir dua bulan,” kata Indra.
Hal yang sama ia lakukan juga saat Gunung Semeru erupsi di tahun 2020 dan 2021. Akan tetapi, menurut Indra, warga di lereng Gunung Semeru sudah lebih paham tentang potensi ancaman yang mereka hadapi. Sehingga, tantangannya tak sebesar saat memberikan sosialisasi pada warga yang ada di lereng Gunung Kelud.
Menurutnya, tantangan dalam penanganan erupsi Gunung Semeru adalah putusnya jembatan penghubung Kabupaten Malang dan Kabupaten Lumajang. Akibatnya, distribusi bantuan sempat tersendat.
Selain itu, di saat bersamaan terjadi pandemi COVID-19. “Sehingga, penanganannya harus esktra,” tambahnya.
BACA JUGA: Berita tugumalang.id di Google News
Reporter: Aisyah Nawangsari Putri
editor: jatmiko