Jumat siang (27/5/2022) saat sedang bersama keluarga di pantai Nusa Dua Badung, Bali, lewat WhatsApp saya menerima kabar dukacita dari beberapa teman. Isinya senada.
Prof. Dr. K. H. Ahmad Syafii Maarif yang selama ini akrab disapa Buya Syafii meninggal dunia pada usia 87 tahun di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping Sleman, Yogyakarta, pada pukul 10.15 WIB. Saya langsung mendoakan almarhum.
Saat itu juga saya teringat kejadian sekitar enam tahun lalu atau 2016. Ketika itu, dua jenderal teman akrab saya, dalam kesempatan berbeda sama-sama menyampaikan curahan hati (curhat)nya kepada saya yang terkait Buya Syafii.
Mereka duduknya persis di kursi yang sama di rumah Yogyakarta. Hanya waktunya saja yang berbeda. Jarak pertemuannya sekitar sebulan antara jenderal yang satu dengan yang lain.
Waktu itu lewat ajudannya, Buya Syafii mengontak kedua jenderal itu. Pesannya sama agar mereka telefon langsung Buya Syafii.
Topik yang mau dibicarakan tentang pembelaan yang disampaikan anak bungsu dari empat bersaudara pasangan Ma’rifah Rauf Datuk Rajo Malayu dan Fatimah kepada terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok atas kasus penodaan agama.
Buya Syafii di pengadilan dengan tegas membela Ahok. Dia mengatakan Ahok tidak bersalah, di tengah gelombang pasang umat Islam yang sedang marah kepadanya. Buya Syafii tidak gentar terhadap hal itu.
Belakangan dalam fakta hukum di persidangan, Ahok terungkap melakukan penodaan agama gara-gara menyinggung Surah Al Maidah Ayat 51 saat berpidato di depan warga di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta pada 27 September 2016.
“Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu enggak bisa pilih saya ya kan? dibohongi pakai Surah Al-Maidah 51, macam-macam itu. Itu hak bapak-ibu ya. Jadi kalau bapak-ibu perasaan enggak bisa kepilih nih, karena saya takut masuk neraka karena dibodohin gitu ya, enggak apa-apa,” kata majelis mengutip ucapan Ahok.
Berbeda Pendapat dengan Buya Syafii
Kedua jenderal itu yang selama ini sangat hormat pada Buya Syafii, salah satu wujudnya setiap ketemu mencium tangan mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah tersebut, tidak ingin menyakiti hati Buya Syafii karena berbeda pendapat dengan beliau terhadap kasus Ahok.
Meski tanpa ada pembicaraan dan janjian, sikap kedua jenderal itu sama. Untuk sementara menghindari komunikasi langsung sama Buya Syafii. Mereka “cari aman” untuk menjaga perasaan orang tua yang sangat mereka hormati tersebut.
Kemudian kedua jenderal itu menceritakan pandangan mereka secara pribadi tentang kasus Ahok yang waktu itu sedang marak-maraknya. Saya lebih banyak menyimak. Sekali-kali menimpali sambil menyampaikan pendapat saya.
Setelah kasusnya reda, kedua jenderal itu dalam waktu yang berbeda kembali menemui Buya Syafii. Hubungan mereka tetap akrab seperti anak dan bapak.
Selamat jalan Buya Syafii. Semoga semua keteladananmu dapat kami contoh dan secara konsisten melaksanakannya. Aamiin ya robbal aalamiin…
>>>🇮🇩Dari Pantai Sanur Denpasar, Bali, menjelang tenggelamnya matahari, saya ucapkan selamat berusaha untuk selalu menjaga perasaan orang yang dihormati. Salam hormat buat keluarga. 18.15 28052022😃🇮🇩<<<
*Doktor Ilmu Komunikasi, Motivator Nasional, Penulis Buku Best Seller Trilogi The Power of Silaturahim
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugumalangid , Facebook Tugu Malang ID ,
Youtube Tugu Malang ID , dan Twitter @tugumalang_id