MALANG – Rabu (22/12/2021) ini tentunya merupakan hari spesial bagi ibu di seluruh penjuru Negeri. Namun sayangnya, Kristina Andriani (35), narapidana narkotika di Lapas Perempuan Kelas II A, Kota Malang ini harus melewati Hari Ibu dibalik jeruji besi.
Hampir enam tahun sudah dia melewatkan Hari Ibu tanpa kehadiran anak dan keluarga tercinta didekatnya. Dia mengaku sangat menyesal telah menggunakan barang haram, narkoba jenis sabu yang membuatnya divonis 10 tahun penjara.
Di balik jeruji besi, dia mengaku sangat merindukan anak semata wayangnya yang kini sudah beranjak dewasa. Keinginan untuk segera bertemu buah hati tentu menjadi doanya kepada Sang Pencipta.
“Saya punya satu anak yang saat ini sudah berusia 18 tahun. Saya sangat kangen bertemu dengannya. Sejak pandemi COVID-19 ini, saya tidak bisa bertemu langsung dengan anak saya,” ucap lirih.
Dalam masa pandemi Covid-19 ini, Lapas Kota Malang memang menerapkan kebijakan meniadakan kunjungan. Hal itu dilakukan demi mengantisipasi adanya potensi paparan Covid-19 yang masuk ke Lapas Kota Malang.
Di momen Hari Ibu ini, dia mengaku ingin menemani anaknya hanya sekadar untuk mengantar atau menjemput buah hatinya di sekolah. Terlebih saat ini anaknya masih duduk di bangku SMA.
“Kadang kadang anak saya bilang ke saya bahwa dia ingin seperti anak anak lain. Bisa diantar dan dijemput pas pulang sekolah. Sedangkan saya sekarang masih di sini dan tidak bisa melakukan itu,” bebernya.
Keinginan terbesarnya saat ini tentu bisa segera keluar dari jeruji besi dan segera memeluk anak semata wayangnya. Karena menurutnya, saat ini anaknya tinggal bersama orang tuanya. Sementara dia sudah berpisah dengan suaminya.
Demi mewujudkan mimpinya itu, dia bertekad akan berupaya menebus segala kesalahannya dengan menjadi napi yang baik.
Kini dia juga telah didapuk menjadi Kepala d’ PAS’ W Bakery yang merupakan unit usaha pemberdayaan yang ada di Lapas Kota Malang itu. Dia juga dipercaya untuk membawahi empat orang napi lain dalam unit usaha itu.
Unit usaha dengan produk kue mulai dari cake, brownies hingga tulban itu dia jalankan dengan segenap hati. Bahkan dalam sehari, rata rata pesanan kuenya bisa mencapai 200 paket kue baik pesanan dari dalam Lapas maupun luar Lapas.
“Omzet per bulan bisa mencapai Rp 30 juta lebih. Dari omzet itu, saya mendapat premi sebesar Rp 400 ribu hingga Rp 500 ribu per bulan. Sebagian saya kirim ke rumah, sebagian saya simpan untuk dipakai di sini,” tandasnya.
Reporter: M Sholeh
Editor: Jatmiko