*Abdul Adzim Irsad
Puasa mengajarkan seorang mukmin menahan diri dari makan, minum serta berkumpul suami istri. Dosa besar bagi setiap suami istri memanjakan birahinya di siang Ramadhan. Walaupun keduanya sudah melakaukan perjalanan (musafar), dengan tujuan membatalakan puasa demi bisa memanjakan birahinya. Apalagi, dengan sengaja memanjakan birahinya di siang Ramadhan.
Ulama fikih, khususnya yang bermadhab Al-Syafii berpendapat bahwa pelakunya bukan hanya dosa kepada Allah SWT, namun harus mendapat hukuman (kafarat). Ini tertian di dalam kitab “Safinah Al-Naja” karya Syekh Muhammad Al-Nawawi Al-Bantani.
يجب مع القضاء للصوم الكفارة العظمى والتعزير على من أفسد صومه في رمضان يوما كاملا بجماع تام آثم به للصوم
Selain qadha, juga wajib kafarah ‘udhma disertai dengan ta‘zir bagi orang yang merusak puasanya di bulan Ramadhan sehari penuh dengan senggama yang sesungguhnya dan dengan senggama itu pelakunya berdosa karena puasanya.
Sedangkan bagi wanita (istri) yang menjadi obyek suami (disengama), tidak mendapat Al-Kafarat Al-Udma. Kecuali, keduanuya sepakat melakukan, serta menikmatinya. Jatuhnya hukum Kafarat itu karena sengaja, sadar bahwa dirinya sedang berpuasa, serta tahu hukumnya sengama itu haram. Walaupun tidak mengerti bahwa melakukan hubungan itu adalah kewajibab Kafarat. Ada pendapat, bahwa orang yang mengatakan bahwa orang yang membatalkan puasa dengan melakukan perjalanan (musafir), maka tidak terkena “Kafarah Al-Udma”.
Dijaman Rasulullah SAW, ada seorang sahabat yang memanjakan birahinya di siang Ramadhan. Setelah menyadari terhadap apa yang telah dilakukan bersama istrinya, beliau datang kepada Rasulullah SAW melaporkan kejadian itu.
عن أبي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: أَتَى رَجُلٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: هَلَكْتُ، وَقَعْتُ عَلَى أَهْلِي فِي رَمَضَانَ، قَالَ: أَعْتِقْ رَقَبَةً قَالَ: لَيْسَ لِي، قَالَ: فَصُمْ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ قَالَ: لاَ أَسْتَطِيعُ، قَالَ: فَأَطْعِمْ سِتِّينَ مِسْكِينًا (رواه البخاري)
Abu Hurairah meriwayatkan, ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Rasulullah SAW lantas berkata, “Celakalah aku! Aku mencampuri istriku (siang hari) di bulan Ramadhan. Beliau bersabda, “Merdekakanlah seorang hamba sahaya perempuan.” Dijawab oleh laki-laki itu, “Aku tidak mampu.” Beliau kembali bersabda, “Berpuasalah selama dua bulan berturut-turut.” Dijawab lagi oleh laki-laki itu, “Aku tak mampu.” Beliau kembali bersabda, “Berikanlah makanan kepada enam puluh orang miskin,” (HR al-Bukhari).
Dalam keterangan lain, sahabat itu mengaku kepada Rasulullah SAW bahwa dirinya adalah orang yang paling miskin dikampungnya. Mendengar penuturannya, Rasulullah SAW hanya bisa tersenyum.
Rasulullah SAW bertanya kepada sahabat tersebut “Apakah kamu mampu memberi makan 60 orang miskin?’’. Sahabat itu menjawab “’Tidak.’’ Kalau begitu, duduklah! Kemudian Rasulullah SAW masuk rumah, kembali kepada sahabat dengan membawa sewadah kurma. Rasulullah SAW kemudian memerintahkan lelaki tersebut “sedekahkan kurma ini kepada fakir miskin!’’ Sahabat itu berkata lagi kepada Rasulullah SAW “apakah ada orang yang lebih miskin dari kami?’’
Kemudian Rasulullah SAW tertawa lebar sehingga gigi taringnya terlihat. Beliau kemudian bersabda “Kalau begitu, pergilah dan berikan kurma itu kepada keluargamu” .
Bulan Ramadhan paling asyik yaitu menjaga lisan, tangan, pikiran dan hati dari hal-hal yang tidak baik. Siapa yang bisa menjadi lisan dari kata-kata yang kasar dan kotor, itu sudah baik. Memanjakan birahi di bulan suci sangat berat, maka menahan diri dari birahi kepada istri akan menjadi ibadah yang sangat tinggi.
Yang paling istimewa dari puasa adalah “mengendalikan diri”. Tidak maksiat sudah besar pahalanya. Apalagi, bisa melaksanakan ibadah-ibadah sunnah, seperti; qiyam ramadhan, i’tikaf, serta membaca Alquran. Jangan sampai rajin membaca Alquran, namun tangan dan lisan tidak berhenti menebarkan hoax dan nyinyiran kepada sesama umat islam.
*Penulis Adalah, Ustadz dan Dosen Universitas Negeri Malang (UM)