MALANG – Batik Blimbing, menjadi salah satu karya batik khas Malang yang tetap eksis sejak dirintis mulai tahun 2009 lalu. Hal tersebut disampaikan oleh Aulya Rishmawati, 38, pemilik usaha Batik Blimbing kepada tugumalang.id, Jum’at (7/10/2022).
“Penjualannya Alhamdulillah sampai ke luar negeri, Asia, Amerika, Inggris juga. Kalau Asia seperti Jepang, Singapura, Thailand. Itu sampai sekarang,” ujar Aulya saat ditemui di kediaman sekaligus galeri butiknya, di Jalan Candi Jago Nomor 6, Blimbing.
Menurut Aulya, Batik Blimbing memang memiliki daya tariknya sendiri bahkan cenderung berbeda dari batik-batik lainnya. Utamanya, menyoal motif batik yang mengusung berbagai ikon dan kekayaan budaya khas Kota Malang.
Berawal dari motif Topeng Malangan yang paling digemari, motif itu terus dikembangkan sehingga ada motif Tugu Malang, Kampung Warna-Warni, Malang Heritage. Ada pula burung merak dan bunga matahari sebagai motif flora dan faunanya. Selain itu, desain batik ini juga sengaja menekankan desain dekoratif kontemporer sehingga ramah akan anak dan generasi muda.
“Jadi supaya generasi milenial bisa menerima batik, sehingga (batik) ngga terkesan old fashion, tapi juga tetep kelihatan modern,” jelasnya.
Terlebih, Galeri Batik Blimbing ini juga kerap menjadi jujugan wisata edukasi budaya oleh sejumlah instansi pendidikan mulai dari pra sekolah sampai umum.
Dikatakan Aulya, dulu, usahanya bermula saat dirinya mengikuti pelatihan batik di Kelurahan Blimbing, tepat di tahun 2009 hingga 2010. Pelatihan ini dilakukan oleh ibu-ibu PKK untuk meningkatkan potensi warga setempat. Ditambah, adanya isu terkait klaim batik oleh beberapa negara lain.
“Karena lingkungan atau background di sini bukan pembatik, sehingga untuk mengawalinya sulit. Akhirnya mereka (ibu-ibu) sebagian memilih untuk kembali ke kegiatan masing-masing. Lalu, kita ambil inisiatif untuk mengembangkan usaha batik,” tutur ibu tiga anak tersebut.
Berbekal pelatihan itulah, pelan tapi pasti, dirinya mulai merintis usaha Batik Blimbing ini dengan serius di tahun 2011. Kata Aulya, untuk dapat bertahan hingga saat ini tentu dibutuhkan konsistensi dan niat yang tak lagi main-main. Apalagi, pandemi COVID-19 juga sempat berimbas dalam usahanya. Di tiga bulan awal setelah diumumkannya kebijakan PPKM, dirinya benar-benar tidak transaksi.
“Alhamdulillah kita bisa melalui pandemi karena bantuan berbagai pihak yang membina kita dengan adanya seminar, pameran online dan sebagainya. Jadi kita mesti istiqomah untuk campaign bahwa di Malang ada batik yang mengangkat ikon daerahnya. Itu yang kita lakukan,” bebernya.
Menurutnya, dengan demikian dirinya bersama sedikitnya 20 UMKM batik Kota Malang lainnya bisa berhasil survive dan eksis. Kini, dirinya bahkan memiliki karyawan berjumlah 8 orang, dengan omset minimal mencapai Rp15 juta tiap bulannya.
Bukan hanya itu, Aulya juga rajin mengikuti berbagai kegiatan pembinaan yang digalakkan oleh pemerintah dan pihak swasta. Salah satunya melalui Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) Kota Malang.
“Saya berharap, pemerintah dapat terus mendampingi UMKM baik yang akan mulai, memulai dan sudah beejalan karena kita memang itu yang kita butuhkan. Seperti perizinan, ekspor impor, hak cipta, hak merk, dan sebagainya,” tandasnya. (Ads)
Reporter: Feny Yusnia
Editor: Fajrus Sidiq