MALANG – Direktur Pesantren Center, Dr H Abdurrahman SHI MPd, menyambut baik rencana sinergitas PT Bank BRI dengan PT Pegadaian dan PT Permodalan Nasional Madan (PNM). Namun tidak setuju bila PT BRI melakukan akuisisi.
Lebih lanjut, Gus Rohman, panggilan akrab Dr H Abdurrahman mengatakan, pihaknya mendukung jika pemerintah ingin menerapkan holding dalam rangka sinergitas antara BRI Pegadaian dan PNM. Sedangkan untuk akuisisi, Ia mengatakan sebelumnya tidak ada instruksi baik dari presiden atau kementerian BUMN.
“Kemudian mencuat isu BRI akan mengakuisisi pegadaian. Sejujurnya kami di pesantren yang tahu masyarakat bawah ini khawatir jika itu benar-benar terjadi. Karena kalau akuisisi, pasti nanti caranya adalah cara-cara perbankan,” ungkapnya, Sabtu (23/1/2021).
Sebagai info, akhir tahun lalu, Menteri BUMN, Erick Thohir, memerintahkan PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI) melakukan sinergi pada PT Pegadaian dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM). Tujuannya untuk membentuk satu korporasi besar yang khusus menangani UMKM dan Ultra Mikro.
Kabarnya ada dua skema untuk melebur dua perusahaan pembiayaan pelat merah itu di bawah bank berkode saham BBRI tersebut.
Skema pertama, adalah BRI mengakuisisi PT Pegadaian dan PT PNM. Adapun, skema kedua, adalah berbentuk holding perusahaan pembiayaan UMKM.
Bagi Gus Rohman, langkah sinergitas itu sebuah kemajuan holding. Terkoneksi dan terintegrasi itu lebih efisien, efektif dan lebih banyak fungsinya.
Tapi jika caranya dengan akuisisi itu sebenarnya tidak perlu untuk integrasi terkoneksi. Jadi untuk sinergi BRI, Pegadaian, PNM yang menggulirkan ultimate grow yang menjangkau UMKM.
”Masalah permodalan UMKM itu selalu lewat Pegadaian. Jadi, mungkin holding saja oke tapi kalau akuisisi jangan,” pungkasnya.
Gus Rohman menjelaskan, jika selama ini pegadaian dekat dengan warga pesantren yang rata-rata masyarakat kalangan bawah.
Saat ini, lanjut Gus Rohman, data dari pesantren center di Kabupaten Malang ada 600 lebih pesantren. Sedangkan yang sudah gabung di pesantren center ada 368 pesantren.
”Dari pesantren-pesantren ini mulai dari wali santri, santri sampai masyarakat yang tergabung dalam komunitas pesantren ini dari kalangan menengah ke bawah,” ujarnya.
Menurut Abdurrahman, banyak dari mereka yang terlilit hutang di rentenir. Apalagi pesantren-pesantren ini sudah menjamur. ”Hal ini membuat masyarakat yang tidak familiar dengan pesantren, kini berbondong-bondong memondokkan anaknya karena lebih murah dan ada asramanya,” sambungnya.
Pinjam di Pegadaian Tidak Berbelit-belit
Pria yang juga Direktur Pascasarjana IAI Al-Qolam ini menjelaskan, jika selama ini Pegadaian adalah solusi bagi masyarakat kalangan bawah.
“Saya banyak mengenal teman-teman dari Bank dan pegadaian, dan pegadaian ini adalah solusi masyarakat bawah. Dengan caranya yang merakyat, tidak begitu sulit, persyaratan yang mudah dan masyarakat bawah memahami,” ujarnya.
Sementara perbankan masih sangat asing bagi masyarakat kelas bawah atau masyarakat pinggiran. Pasalnya sistemnya lebih berbelit-belit daripada pegadaian.
Gus Rohman mengkhawatirkan jika akuisisi benar-benar terjadi. Karena model simpan pinjam ala Pegadaian berubah menjadi cara-cara perbankan.
“Kalau tidak ada sistem seperti pegadaian saat ini, kami khawatir rentenir akan merajalela. Karena sangat banyak wali-wali santri yang tokonya terlilit rentenir,” pungkasnya.