MALANG, Tugumalang.id —Kasus stunting di Kota Malang menjadi salah satu perhatian Wali Kota Malang Sutiaji. Karena inilah, Sutiaji meminta kolaborasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Malang dan berbagai berbagai UPD (Unit Pelaksana Daerah) Kota Malang bisa dimaksimalkan lagi.
Berdasarkan indikator dari tahun 2022, Kota Malang memiliki persentase 18 persen untuk angka stunting. Sedangkan Provinsi Jawa Timur berada di 19,02 persen. Bulan Timbang yang dilakukan oleh para nutrisionis di 16 puskesmas Kota Malang di bulan Maret 2023 lalu menempatkan Kota Malang di angka 8,9 persen saja.
Upaya percepatan penanganan stunting terus dilakukan untuk menangani masalah stunting dan gizi buruk di masyarakat Kota Malang. Dikonfirmasi via telepon, Kepala Dinas Kesehatan Kota Malang, dr. Husnul Muarif mengatakan bahwa upaya-upaya tersebut tak luput dari kolaborasi dan sinergi berbagai pihak.
Husnul menjelaskan, pemeriksaan kesehatan masyarakat secara rutin digiatkan. Untuk penanganan masalah stunting dan gizi buruk, puskesmas melakukan pemeriksaan guna memantau kesehatan dari calon ibu.
“Mulai dari remaja putri kita pantau.Jadi ada pengukuran Hb (hemoglobin), pemberian tablet zat besi, sampai ke pemeriksaan untuk calon pengantin. Pemeriksaan ini menjadi salah satu syarat yang diajukan ke kantor Kemenag juga (Kementerian Agama). Kemudian juga vaksinasi calon pengantin, Tetanus 1 dan 2. Selama kehamilan dipantau sebanyak 6 kali,dan diharapkan ada 1 kali periksa USG yang dilakukan dengan dokter di puskesmas,” terangnya.
Ia melanjutkan, pemantauan juga dilanjutkan untuk mengetahui status gizi dari ibu hamil dan balita. Mereka yang tergolong memiliki berat badan kurang akan diberi penambahan gizi. Selain itu, nantinya persalinan dilaksanakan di fasilitas penanganan kesehatan. Ibu dan bayi lalu diarahkan untuk mengikuti program ASI eksklusif dan pemberian MPASI.
“Dari bayi kurang dari 1 tahun ada program rutin ASI ekslusif sampai 6 bulan. Setelahnya ditambah MPASI (makanan pendamping ASI). Mereka yang perkembangannya lambat atau bb (berat badan) di garis tengah bahkan di bawah garis merah jadi prioritas dalam pemberian makanan. Mereka potensi di stunting karena terganggu karena kurangnya asupan secara berkelanjutan,” lanjutnya.
Kategori stunting memiliki program intervensi spesifik, yakni menganalisa masalah apa yang dimiliki oleh anak tersebut. Pengecekan dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya penyakit bawaan, bagaimana pola asuh dari orang tua, dan yang utama adalah pemberian asupan gizi, serta kemampuan keluarga untuk pemenuhan ASI.
Tak hanya Dinas Kesehatan, UPD lain juga berperan dalam percepatan penanganan masalah stunting dan gizi buruk di Kota Malang. Dengan kata lain, berbagai upaya terus dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Malang melalui berbagai UPD untuk menangani permasalahan ini.
“Di dinas lain juga ada. Contohnya seperti di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, disitu pemenuhan gizi berupa sayuran dan protein hewani. Di Dinas Sosial juga ada program pengentasan lain
didukung beberapa UPD sehingga lebih terintegrasi di percepatan penanganan stunting dan gizi buruk,” paparnya.
Pastinya Pemerintah Kota Malang memberikan support dalam hal anggaran. Program Pemkot Malang juga didukung oleh kolaborasi dan sinergitas perangkat daerah.
Visi Pemkot Malang adalah meningkatkan akses pelayanan kesehatan dan derajat kesehatan masyarakat. Hal ini dapat tercapai bila fasilitas pelayanan dapat mudah diakses oleh waraga masyarakat Kota malang.
Sebagai informasi, saat ini tingkat UHC (Universal Health Coverage) Kota Malang telah berhasil mencapai 100 persen. Artinya, akses fasilitas pembiayaan dari BPJS telah diakses oleh masyarakat Kota Malang dengan sangat baik. Masyarakat Kota Malang pun memiliki akses yang adil terhadap pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, bermutu dengan biaya terjangkau.
Reporter: Shinta Alifia
editor: jatmiko