Tugumalang.id – Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Malang tak memungkiri adanya kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) beberapa wilayah di Kota Malang, Jawa Timur, hingga hampir 10 kali lipat di 2023 ini. Namun, Bapenda Kota Malang berjanji akan melakukan evaluasi usai mendapat keluhan.
Kepala Bapenda Kota Malang, Handi Priyanto, menilai bahwa kenaikan NJOP itu merupakan penyesuaian yang terlambat dilakukan. Penyesuaian yang seharusnya dilakukan 3 tahun sekali, Kota Malang melakukan setelah 6 tahun yakni sejak 2017 lalu.
Hal itulah yang menurutnya menjadi penyebab kenaikan NJOP berkali kali lipat. Dia juga mengatakan ada beberapa wilayah yang justru mengalami penurunan harga NJOP. Dia mengaku melakukan penyesuaian NJOP di Kota Malang berdasarkan harga pasaran dan data base Bapenda Kota Malang.
“Kami menyesuaikan dengan lebih mendekatkan harga pasar, sesuai data NBT BPN & database Bapenda,” kata Handi, Rabu (8/2/2023).
Selain kenaikan NJOP, masyarakat juga mengeluhkan soal penyetaraan NJOP di tepi jalan dan dalam gang. Handi mengatakan akan melakukan evaluasi secara keseluruhan.
“Jadi kenapa harga tanah yang belakang itu sama dengan harga yang di tepi jalan. Itu yang saat ini juga kami sedang melakukan updating dan pembenahan zonasinya,” tuturnya.
Respons Atas Investor yang Akan Pergi
Disinggung soal potensi investor pergi dari Kota Malang jika kenaikan NJOP dan penyetaraan NJOP yang tidak wajar, Handi meminta agar semua pihak menanti hasil evaluasinya.
“Dilihat saja nanti pembenahan zonasinya kan belum selesai,” ucapnya.
Sebelumnya, Ketua REI Malang, Suwoko, sebagai pihak asosiasi sektor industri perumahan menilai bahwa kenaikan dan penyetaraan harga NJOP tepi jalan dan dalam gang di Kota Malang sudah tidak wajar.
Untuk kenaikan NJOP, Suwoko mengaku mendapati laporan beberapa wilayah di Kota Malang meningkat hampir 10 kali lipat.
“Kenaikannya itu, ada yang awalnya sekitar Rp1,3 juta menjadi Rp12 juta. Sampai hampir sekitar 10 kali lipat kenaikan NJOPnya. Makanya kami mendorong Pemkot mengevaluasi harga NJOP ini, jangan sampai memberatkan masyarakat dan ini investor bisa pergi,” tegasnya.
Menurutnya, kenaikan NJOP ini seolah olah menguntungkan masyarakat karena harga tanahnya naik berkali kali lipat. Namun hal ini justru berpotensi memberatkan karena tidak akan ada pihak, pengusaha atau investor yang akan membelinya.
“Lalu tentu industri perumahan juga akan menaikkan harga. Tapi kalau menaikkan harga dengan tidak wajar, bisa berpotensi penurunan transaksi. Kemudian target PAD (Pendapatan Asli Daerah) juga bisa berpotensi tidak tercapai,” lanjutnya.
Pihaknya juga merasa heran dengan penyetaraan klaster NJOP di tepi jalan raya dan NJOP di dalam gang. Menurutnya, NJOP di tepi jalan dan di dalam gang harusnya berbeda dan lebih mahal yang di tepi jalan.
“Karena ini yang aneh dan sudah terjadi itu harga tepi jalan raya Rp12 juta, tapi begitu di gang masuk harganya tetap 12 juta. Kok bisa terjadi seperti itu,” ungkapnya.
Reporter: M Sholeh
Editor: Herlianto. A