MALANG, Tugumalang – Aremania menuntut rekonstruksi insiden penembakan gas air mata pada Tragedi Kanjuruhan diulang. Selain itu rekonstruksi harus dilakukan di lokasi aslinya, yaitu di Stadion Kanjuruhan.
Penegasan itu disampaikan Tim Gabungan Aremania (TGA) usai mendatangi Kejati Jatim pada Selasa (3/11/2022). Kunjungan itu sebagai bentuk rekomendasi dan masukan dari kepentingan korban demi penegakan hukum yang seadil-adilnya.
Ini sebagai buntut dari berkas perkara yang dibuat Polda Jatim terkait insiden Tragedi Kanjuruhan terkesan dilakukan secara tertutup. Beruntung, pihak Kejaksaan Tinggi Jatim telah menyatakan berkas perkara itu tidak lengkap atau P18.
Desakan itu dijabarkan Pendamping Hukum TGA, Anjar Yusky terbagi menjadi 4 poin. Intinya, penegakan hukum dari Polda Jatim dalam hal ini masih berat sebelah dan tidak didasarkan pada fakta maupun keterangan lengkap dari saksi dan suporter.
”Sebab itulah tugas kami selanjutnya memastikan berkas itu di-P-19 atau dikembalikan. Dalam waktu 14 hari, dalam berkas perkara itu harus memuat keterangan dan bukti yang diperoleh dari kesaksian korban dan saksi di Stadion,” ungkap Anjar pada awak media, Jumat (4/11/2022).
Poin pertama yang dikritik adalah rekonstruksi yang diinisiasi Polda Jatim di lapangan Mabes Polda di Surabaya. Bukan di Stadion Kanjuruhan. Selain itu, dalam roses rekonstruksi itu tidak menghadirkan saksi mata dari para suporter Aremania.
Sebelumnya, saksi bersama tim TGA telah dipanggil untuk terlibat dalam rekonstruksi, namun tempatnya ada di Surabaya. Tim TGA menolak hal itu karena tidak sesuai dengan lokasi TKP. Sementara proses rekonstruksi di sana nyatanya tetap dilanjutkan.
”Sejak awal kami ingin rekonstruksi dilakukan di lokasi TKP. Kami sudah keberatan untuk datang ke sana. Tapi rekonstruksi tetap berjalan. Dan hasilnya para tersangka tidak mengakui ada gas air mata ditembakkan ke arah tribun,” beber Anjar.
Artinya, berkas perkara yang dibuat tidak memenuhi prosedur sebagaimana yang diatur. Ketidakhadiran Aremania dalam proses rekonstruksi itu praktis memunculkan keterangan sepihak.
Padahal, fakta di lapangan, dari para saksi suporter hingga video yang beredar sudah menggambarkan secara gamblang apa yang terjadi di Stadion. ‘
‘Kami minta Kejati Jatim untuk juga berperan mengungkap fakta yang sebenarnya terjadi,” desaknya.
Poin kedua, Aremania menuntut penyidik Polda Jatim untuk melakukan pemeriksaan konfrontasi terhadap para saksi. Ini mengingat banyak motif dan keterangan berbeda dari saksi yang ditunjuk pihak kepolisian dan saksi dari Aremania yang didampingi TGA. Perbedaan kesaksian ini sangat kentara dari hasil rekonstruksi versi Polda Jatim.
”Masih ada 14 hari dari Jaksa untuk mengembalikan tidaknya berkas perkara. Di waktu itu, harus ada dipertemukan para saksi (pemeriksaan konfrontasi) terkait kesaksian penembakan gas air mata di stadion,” jelasnya.
Poin ketiga, Polda Jatim juga harus melaksankan proses autopsi dan pemeriksaan luka atau visum et repretum sebagaimana diatur dalam Pasal 133 dan pasal 135 KUHP. Urgensinya jelas, bahwa korban Tragedi Kanjuruhan ini memiliki luka beragam.
”Masing-masing kondisi ini harus diklasifikasi secara lengkap lewat otopsi maupun visum untuk mengetahui penyebabnya,” tegasnya.
Poin ke empat, Polda Jatim juga wajib mempedomani berbagai temuan fakta dan rekomendasi baik dari Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) dan Komnas HAM. Kedua tim independen tersebut juga sudah mengungkapkan secara gamblang soal temuan-temuannya yang berbeda dari versi polisi.
“Fakta ini tidak boleh diabaikan. Dan juga agar materi-materi itu dimasukkan dalam P19 agar temuan temuan yang telah dilakukan dan dibentuk oleh presiden ini tidak sia sia,” ujarnya.
Poin terakhir, dalam waktu 14 hari ini Polda Jatim juga dituntut untuk menambahkan sejumlah pasal KUHP dalam berkas perkara. Yaitu Oasal 338 dan atau 340 KUHP (Pembunuhan dan Pembunuhan Berencana).
Dan atau 351 dan atau 354 KUHP dan atau Pasal 76 C Jo Pasal 80 UU No 35 tahun 2014 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No 17 Tahun 2016 tentang perlindungan anak.
”Seperti kita tahu, dari 135 korban meninggal dan ratusan korban luka dalam Tragedi ini sebagian di antaranya anak di bawah umur,” beber Anjar.
Tak hanya itu, penyidik Polda Jatim juga diminta untuk menerapkan pasal 55 dan 56 KUHP agar dapat memunculkan tersangka lain pada peristiwa tragedi Kanjuruhan Malang. Ini mengingat kesaksian dari para saksi yang menyebut penembakan gas air mata lebih dari 6 orang hingga siapa pemberi instruksi penembakan tersebut.
Reporter: Ulul Azmy
editor: jatmiko