Tugumalang.id – Jumlah Guru Besar (Gubes) di Universitas Negeri Malang (UM) akan bertambah. Pasalnya, kampus yang berbasis PTN-BH ini, akan mengukuhkan lima profesor sekaligus dengan berbagai bidang keilmuan yang berbeda, di Gedung Graha Cakrawala UM, pada Kamis (12/5/2022) besok.
Lima orang yang secara resmi akan dianugerahi gelar Gubes usai membacakan pidato pengukuhannya antara lain Prof Cipto Wardoyo SE MPd MSi Ak CA dan Prof Dr Hari Wahyono dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB); Prof Dr Hayuni Retno Widarti MSi dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA); serta Prof Dr Hardika MPd dan Prof Dr Maisyaroh MPd dari Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP).
Satu di antaranya, Dr Cipto selaku Gubes di Bidang Ilmu Pendidikan Ekonomi membahas tentang profesionalisme dan profesionalisasi pendidik di perguruan tinggi.

Menurutnya, saat ini dunia pendidikan dituntut untuk mengikuti bahkan melebihi perkembangan teknologi dan informasi. Sebab itu, bidang pendidikan memiliki tugas berat untuk menyiapkan generasi yang mampu merespon setiap perubahan, terutama perkembangan teknologi dan informasi sesuai bidang masing-masing.
Lebih dari itu, lulusan pendidik juga dituntut untuk memiliki keterampilan baru seperti kerja tim, critical thinking skills, pandangan filosofis, creative thinking skills, mampu menemukan ataupun menciptakan hal baru sebagai solusi permasalahan dunia nyata hingga kemampuan dalam menggunakan teknologi yang berkembang pesat di era milenial
Dr Cipto menyebut, setidaknya ada empat fase profesionalisme dan profesionalisasi yang teridentifikasi meliputi pra profesional, profesional otonom, profesional kolegial, dan pasca-profesional yang memiliki karakteristik berbeda-beda.
“Profesionalisme dan profesionalisasi pendidik memiliki arti penting yang relevan dalam pendidikan karena mempengaruhi peran pendidik dan pedagoginya yang kemudian mempengaruhi kemampuan peserta didik untuk belajar secara efektif,” jelasnya, pada Rabu (11/5/2022).
Oleh karenanya, lanjut Cipto, agar bisa meningkatkan profesionalisme pendidikan dibutuhkan dukungan kebijakan dari pemerintah. Terlebih karena profesionalisme pendidikan juga berhubungan dengan kualitas belajar mengajar sehingga akan menjadi seimbang.
“Gol yang saya harapkan adalah profesional yang bisa memahami profesinya sehingga kinerja lebih berkualitas,” sambungnya.
Prof Hari selaku Gubes Pendidikan Ekonomi akan membahas tentang pendidikan ekonomi dan kesejahteraan dalam bingkai ekonomi Pancasila. Ekonomi Pancasila atau yang kerap disebut sebagai ekonomi kerakyatan diyakini memiliki peran strategis dalam membantu Indonesia untuk meraih kesejahteraan dan kemakmuran.

“Pemikiran tentang peran sumber daya manusia bagi pembangunan ekonomi lebih menitikberatkan sumber daya manusia pada sisi sumbangnya bagi kegiatan produktif di roda kehidupan ekonomi, baik tenaga kerja maupun wirausaha,” terangnya.
Dijelaskan Prof Hari, pendidikan ekonomi memiliki urgensi untuk membentuk manusia sebagai masyarakat yang memiliki perilaku ekonomi berkualitas.
Terlebih, jika prodi pendidikan ekonomi disinergikan dengan prodi lain yang relevan untuk mengembangkan program pendidikan ekonomi jalur informal dan non formal hingga pengembangan program pembelajaran home economics untuk jenjang ke jalur pendidikan formal, revitalisasi kurikulum pendidikan ekonomi di berbagai tingkatan sekolah, hingga pengembangan mata kuliah ekonomi Pancasila untuk prodi pendidikan ekonomi.
“Maka betapa pentingnya pendidikan ekonomi bagi bangsa karena sebenarnya kesejahteraan bangsa tergantung dari tingkat ekonomi masyarakatnya, sehingga pendidikan ekonomi tidak kalah dengan pendidikan bahasa dan pendidikan sejarah karena juga akan menentukan sikap seseorang,” papar dia.
Sementara Prof Hayuni akan menyampaikan pidato terkait desain program pembelajaran berbasis multiple representation melalui cognitive dissonance untuk mereduksi miskonsepsi kimia.

Sebagai cabang ilmu sains, kata Hayuni, kimia tidak lepas dari konsep-konsep beberapa fenomena yang bersifat abstrak dan tidak tampak secara kasat mata seperti struktur atom, molekul, dan ion.
“Ini dirasakan oleh peserta didik kita, bahkan di kalangan mahasiswa. Mindset yang tertanam dalam benak siswa bahwa kimia itu sulit menjadikannya enggan untuk belajar kimia,” bebernya.
Hal tersebut, kata dia, masih dipengaruhi oleh faktor internal meliputi kemampuan pemahaman atau motivasi hingga faktor eksternal antara lain metode mengajar oleh guru maupun pengaruh teman sebaya dan situasi pembelajaran yang kurang kondusif.
Miskonsepsi, sambungnya, merupakan ketidaksesuaian antara konsep yang dipahami siswa dengan konsep yang sebenarnya. Secara garis besar disebabkan oleh siswa, guru, buku teks, konteks, hingga metode belajar.
Maka, kata dia, salah satu strategi untuk mengantisipasi miskonsepsi adalah dengan melakukan tanya jawab, berdiskusi dengan siswa sebelum memulai pembelajaran untuk mengetahui miskonsepsi apa yang dibawa siswa.
Dalam teori cognitive dissonance, imbuhnya, seseorang harus senantiasa dimotivasi sehingga mendorong siswa untuk melakukan usaha lebih keras dan hasil maksimal.
“Desain pembelajaran kimia dengan menggunakan strategi cognitive dissonance diharapkan menjadi alternatif solusi yang dapat mengelitik siswa bahwa konsep materi yang dimiliki masih belum tepat,” imbuh Gubes bidang Pendidikan Ilmu Kimia tersebut.
Sementara Prof Hardika akan memaparkan pidatonya terkait model pembelajaran yang memberdayakan peserta belajar.

Dalam paparannya, Gubes bidang Ilmu Pendidikan Luar Sekolah ini mengatakan bahwa dalam perspektif bidangnya, keberdayaan merupakan capaian belajar yang sangat penting dalam setiap proses interaksi pembelajaran sehingga warga belajar dapat mengelola dan memenuhi kebutuhan belajarnya dengan memanfaatkan seluruh potensi diri dan lingkungan.
“Keberadaan merupakan pilar utama dalam pembentukan kapasitas seseorang untuk bertindak. Dengan berdaya, seseorang akan mampu memberikan respon yang tepat terhadap berbagai peristiwa yang dihadapi,” sambungnya.
Maka, diperlukan model pembelajaran fasilitatif yang terkoneksi dengan perkembangan terkini, adaptif terhadap teknologi informasi, relevan dengan kondisi dan kebutuhan peserta belajar guna mempermudah tujuan pembelajaran.
“Pembelajaran tidak cukup hanya dengan mengutamakan transfer of knowledge atau transfer information tapi tetap harus mengutamakan prinsip transfer of learning. Karenanya dibutuhkan pembelajaran model fasilitatif yang mengedepankan prinsip how to learn,” katanya.
Dalam model pembelajaran ini, dosen, guru, tutor, instruktur, maupun pendamping memiliki peran sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai motivator, membantu proses belajar, hingga solution helper.
Dengan demikian, kata dia, seorang pendidik tidak harus menguasai konten pembelajaran secara mendalam, namun mampu memberikan solusi dan ruang belajar yang cukup kepada peserta belajar.
“Sehingga pendidik harus mampu memfasilitasi seluruh kebutuhan dan tuntutan belajar peserta belajar agar proses pembelajaran menghasilkan kemandirian dan kreativitas yang optimal di kalangan peserta belajar,” jelasnya.
Sedangkan Prof Maisyaroh sebagai Gubes bidang Manajemen Pendidikan akan menyampaikan tentang pelaksanaan supervisi pengajaran dalam mengoptimalkan pengembangan profesional guru.

Ia memaparkan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia tercermin dalam kualitas peserta didik. Guru menjadi garis terdepan dalam meningkatkan kemampuan peserta didik.
“Kepala sekolah, pengawas, guru memiliki kemampuan lebih perlu melakukan supervisi pengajaran agar memperoleh bantuan mengembangkan kemampuannya dalam melaksanakan pembelajaran,” katanya.
Sementara supervisi pengajaran, jelas dia, merupakan bantuan yang diberikan pada guru untuk mengembangkan kemampuan dalam meningkatkan kualitas proses belajar mengajar di kelas. Salah satu modelnya yakni supervisi kolegial yang terdiri dari individual – formal, individual – informal, dan kelompok – informal.
Kata dia, pendekatan pengajaran yang kolaboratif mampu meningkatkan kemampuan guru dalam penerapan keberagaman model pembelajaran dan keragaman materi pembelajaran.
Tambah Maisyaroh, pelaksanaan pembelajaran yang menyenangkan menjadi harapan bagi siswa. Model pembelajaran yang bervariasi, tidak monoton, material pembelajaran juga perlu beragam sehingga dapat menjadi perhatian.
“Mudah-mudahan supervisor dan guru di Indonesia memperoleh pemahaman tentang pelaksanaan supervisi yang tepat tentang pelaksanaan pembelajaran di sekolah dan meningkatkan kualitas pembelajaran,” tutupnya.
Reporter: Feni Yusnia
Editor: Lizya Kristanti
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugumalangid , Facebook Tugu Malang ID ,
Youtube Tugu Malang ID , dan Twitter @tugumalang_id