Tugumalang.id – Jika hari ini, cantik menjadi aset yang menguntungkan bagi yang memilikinya, namun tidak demikian halnya di masa penjajahan Jepang. Menjadi perawan remaja yang cantik pada masa penjajahan Jepang tidak mudah. Paras cantik bisa jadi petaka bagi si gadis.
Perawan seringkali menjadi objek kejahatan perang, kebengisan, nafsu binatang dan kebiadaban bala tentara Dai Nippon pada masa1943-1945. Untuk berempati dengan kisah sejarah yang memilukan bagi kaum perempuan tersebut, berikut kami ulas fakta-fakta seputar perawan di masa penjajahan Jepang. Ulasan ini disarikan dari novel Pramoedya Ananta Toer Perawan Remaja dalam Cengkraman Militer
1. Janji Manis Bersekolah di Negeri Seberang
Janji itu muncul pertama kali pada tahun 1943. Pemerintah Pendudukan Dai Nippon membuat propoganda yang berisi bahwa di dalam usaha mempersiapkan rakyat Indonesia ke arah kemerdekaan nanti sesuai kehendak Nippon, maka generasi muda Indonesia dididik supaya bisa mengabdikan diri dalam kemerdekaan.
Janji mereka sangat manis. Tetapi janji hanyalah janji, para perawan remaja itu tidak pernah sampai pada cita-cita mulia mereka untuk belajar ke negeri seberang.
2. Dijadikan Pelacur oleh Balatentara Dai Nippon
Para prempuan remaja itu mengalami kehidupan yang pahit setelah mereka berangan-angan menjadi perempuan terdidik. Mereka diangkut menggunakan kapal ke tempat yang tidak mereka tahu. Shonanto dan Tokyo yang tadinya menjadi tempat tujuan mereka belajar tetap menjadi impian saja.
Di tempat yang asing itu, mereka malah dijadikan pemuas nafsu tentara Dai Nippon. Mereka dikumpulkan di pengepolan, barak tentara, dan menjadi korban kebiadaban penjajah. Sadisnya, baru 1,5 mil meninggalkan pelabuhan, para wanita-wanita cantik itu langsung diterkam oleh kebuasan tentara Jepang. Mereka diperkosa, dihancurkan dan dibuat trauma. Tak ada yang melindungi mereka.
3. Terbuang dan Terpisah dari Keluarga
Setelah Jepang kalah perang pada tahun 1945. Para remaja itu terbuang, tak tentu arah. Mereka ingin pulang ke kampung halaman, tetapi beban moralnya sangat besar. Salah satu di antara para perawan remaja itu adalah Sumiyati. Ia adalah putri Asisten Wedana Kecamatan Pesantren, Kediri. Sumiyati terpisah dari keluarga dan tinggal di Siam, Thailand. Di Siam, ia menjalani hidupnya jauh dari sanak saudara.
Di dalam negeri, Pulau Buru menjadi salah satu tempat pembuangan. Bukan saja pembuangan tahanan politik. Jauh sebelum itu, para perawan remaja pada masa penjajahan Jepang terbuang di sana. Sama dengan Sumiyati, beban moral dan tidak tahu jalan pulang menjadi alasan mereka tidak pulang ke pangkuan Ayah dan Bunda. Mereka menua di sana dengan kenangan masa remaja yang menyedihkan.
4. Tidak Mendapatkan Keadilan Sampai Sekarang
Keadilan untuk para remaja yang menderita pada saat itu tidak ada. Usaha pemerintah sampai saat ini juga nihil. Semua orang seakan melupakan apa yang dirasakan para remaja pada saat itu. Jumlah mereka banyak, tetapi Jepanglah yang seharusnya lebih tahu berapa jumlah mereka.
Janji itu tidak pernah tercatat dan tertulis di atas kertas. Para tentara Dai Nippon cerdas sekali dalam menghilangkan jejak kejahatan, dan orang-orang mudah sekali melupakannya.
Itulah 4 fakta yang dialami para remaja Indonesia pada masa penjajahan Jepang. Semoga kita bisa memahami dan berempati pada mereka.
Penulis : Millenia Safitri
Editor : Herlianto. A