Tugumalang.id – Artikel ini akan membahas 12 hewan endemik asli nusantara yang dinyatakan terancam akan punah.
PBB menetapkan 22 Mei sebagai Hari Keanekaragaman Hayati Sedunia (International Day for Biological Diversity). Penetapan ini bertujuan meningkatkan pemahaman serta kesadaran masyarakat terkait melestarikan keanekaragaman hayati atau biodiversitas di bumi.
Berdasarkan data Indeks Keanekaragaman Hayati Global 2022 atau Global Biodiversity Index 2022 oleh The Swiftfest, Indonesia memiliki keanekaragaman hayati tertinggi kedua di dunia setelah Brasil.
Baca Juga: Reptile Addict Malang, Wadah bagi Penggemar Hewan Melata untuk Sharing Ilmu
Diketahui, ada 729 jenis mamalia, 1.723 jenis burung, 4.813 jenis ikan, 282 jenis amfibi, 773 jenis reptil, dan 19,232 jenis tanaman vaskular. Dari sekian banyaknya spesies yang ada, Indonesia juga memiliki beragam jenis hewan endemik asli Nusantara yang tersebar di berbagai pulau.
Hewan endemik ini berarti spesies hewan yang secara alami hanya ditemukan di satu wilayah, serta tidak dapat ditemukan di wilayah lain. Lebih singkatnya, hewan-hewan inilah satwa asli Indonesia.
Hewan endemik asli Nusantara ini memiliki keunikan dan ciri khas tertentu yang membuatnya sangat memesona. Namun sayangnya, beberapa spesies di antaranya dalam ancaman kelangkaan. Berikut adalah hewan endemik asli Indonesia yang terancam punah.
Baca Juga: 5 Fakta Unik Kapibara, Hewan Gemas yang Viral hingga Jadi Meme
1. Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis)
Badak Sumatera merupakan satwa langka karena jumlahnya kurang dari 80 ekor dan hanya melahirkan satu anak dalam 3 atau 4 tahun sekali.
Hewan yang hidup secara soliter di hutan tropis ini merupakan satu-satunya spesies badak bercula dua yang ada di Asia. Populasi spesies badak terkecil ini tersebar di Taman Nasional Bukit Barisan, Taman Nasional Gunung Leuser, dan Taman Nasional Way Kambas.
2. Beruk Mentawai/Bokoi (Macaca pagensis)
Beruk Mentawai memiliki berbagai nama, masyarakat setempat menyebutnya bokoi, namun primata ini juga dikenal dengan nama beruk pagai (Pagai Island Macaque).
Keunikan beruk ini terletak pada bagian rambut di pipi yang berwarna lebih gelap, mahkotanya berwarna coklat, dan memiliki rambut di dahi lebih panjang.
Primata yang memiliki ciri khas membawa makanan dengan punggung dan tangannya ini, dapat ditemukan di Pulau Pagai Selatan maupun Utara, dan Pulau Sipora di Kepulauan Mentawai Sumatera.
Sayangnya, IUCN (International Union for Conservation of Nature) keberadaan satwa endemik ini masuk ke dalam kategori terancam punah dengan status konservasi kritis (Critically Endangered)
3. Burung Cendrawasih (Paradisaeidae)
Burung endemik yang berasal dari Papua ini memiliki nama yang berarti utusan dewa-dewi bulan, sehingga warga lokal menganggap Burung Cendrawasih sebagai reinkarnasi peri yang terbang.
Jenis Cendrawasih sendiri di Indonesia terdapat 30 jenis, namun 28 jenis di antaranya hanya bisa ditemukan di tanah Papua. Populasi burung dengan bulu indah dan cerah ini dilindungi keberadaannya berdasarkan UU No 5 Tahun 1990 dan PP No 7 tahun 1999.
4. Burung Maleo (Macrocephalon maleo)
Satwa asli Nusantara ini hanya dapat ditemukan di habitatnya, yaitu Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah. Fauna ini memiliki bulu berwarna hitam pada bagian tubuhnya, namun merah muda di bagian bawahnya.
Keunikan Burung Maleo yang membuatnya menjadi langka dan berada pada ambang kepunahan, diketahui jenis burung ini hanya bertelur sebutir pada setiap musim.
5. Elang Flores (Nisaetus floris)
Elang endemik ini menghuni wilayah Sunda kecil dengan sebaran populasi terbatas. Habitat rajawali penguasa langit Flores ini adalah Pulau Lombok, Sumbawa dan Flores serta beberapa pulau kecil lainnya termasuk Komodo dan Rinca.
Perbedaannya dengan jenis elang lainnya adalah adanya 6 garis coklat pada ekornya dan adanya bagian dalam sayap yang transparan sehingga nampak berkilauan saat terkena sinar matahari.
Saat ini populasi elang Flores di alam diperkirakan hanya 250 ekor. Namun, akibat populasinya yang sangat sedikit, IUCN (International Union for Conservation of Nature), menyatakan spesies ini pada kategori sangat terancam punah.
6. Gajah Kalimantan (Elephas maximus borneensis)
Gajah endemik Nusantara ini memiliki ukuran tubuh lebih kecil dari spesies gajah India, lebih tepatnya seperlima lebih kecil. Hal ini membuat penampakan telinganya lebih besar dari kebanyakan gajah lainnya.
Tidak hanya badannya yang mungil, gadingnya pun relatif lebih pendek dan lurus. Perilaku gajah kerdil ini tergolong lebih lembut dan tidak agresif. Habitatnya alaminya adalah dataran rendah di Kalimantan Timur.
Diperkirakan jumlah populasinya hanya sekitar 30-80 ekor, IUCN menyatakan bahwa spesies gajah Kalimantan masuk dalam status terancam kritis.
7. Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae)
Harimau yang terkenal dengan keeksotisannya ini mempunyai ukuran tubuh terkecil serta warna kulit tergelap dari jenis harimau lainnya. Uniknya, coraknya loreng hitam yang dimiliki lebih rapat dan bila dilihat lebih teliti, coraknya menyerupai sidik jari manusia.
Hewan endemik Pulau Sumatera ini juga terancam mengalami kepunahan, diperkirakan populasinya hanya sekitar 400 ekor di alam bebas. Untuk melestarikan populasinya, terdapat pusat konservasi harimau ini, di antaranya Taman Nasional Kerinci Seblat, Kawasan Ekosistem Ulu Masen, serta Leuser di Aceh dan Sumatera Utara.
8. Kekah Natuna (Presbytis natunae)
Primata endemik ini hanya hidup di Kabupaten Natuna, Pulau Bunguran Besar. Kekah dengan keunikan bulu wajah yang seperti menggunakan kacamata ini merupakan hewan yang terancam punah.
Penyebabnya adalah status endemisitas yang terbatas pada satu pulau saja, perburuan yang tinggi untuk dipelihara dan dijual, serta belum adanya usaha untuk public awareness akan kelangkaan satwa endemik ini. Oleh karena itu, IUCN mengeluarkan Red List of Threatened Species, yakni daftar status kelangkaan suatu spesies.
9. Komodo (Varanus komodoensis)
Kadal terbesar di dunia ini hanya bisa ditemui di habitat alaminya yakni Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur.
Salah satu hewan purba sejak 4 juta tahun yang lalu ini diperkirakan hanya tersisa 3.303 ekor yang menjadikannya menjadi satwa langka. IUCN menetapkan reptil yang dikenal agresif dan berbahaya ini sebagai spesies yang Terancam Punah (Endangered).
10. Kucing Merah/Kucing Kalimantan (Pardofelis badia)
Kucing yang berhabitat di Pulau Kalimantan ini memiliki sudut matanya yang terdapat dua garis gelap serta bagian belakang kepala memiliki tanda gelap berbentuk “M”.
Keunikan lainnya juga terletak pada ekornya yang panjang dan runcing, terdapat garis kekuningan di bagian bawahnya dan ujung ekornya berwarna putih bersih. Hewan endemik hutan tropis Borneo merupakan hewan langka yang berstatus Genting Endangered.
11. Monyet hitam Sulawesi (Macaca Nigra)
Monyet hitam yang dikenal dengan kepintarannya ini berasal dari Sulawesi Utara. Monyet yang dikenal juga dengan sebutan yaki ini memiliki bulu serba hitam, disertai dengan jambul kepala, dan bulu berwarna merah muda kemerahan di bagian bokongnya.
Populasi monyet yang berhabitat di hutan tropis dalam kawasan Cagar Alam Tangkoko ini, diperkirakan tidak lebih dari 1.000 ekor.
12. Tarsius kerdil (Tarsius pumilus)
Primata mungil yang berasal dari Pulau Sulawesi ini pernah dinyatakan punah. Akan tetapi, peneliti kembali menemukan 4 ekor tarsius kerdil di Gunung Rorekatimbu, Sulawesi Tengah pada tahun 2008 dan sejak saat itu status punah atas hewan langka ini pun dihapus.
Uniknya, mamalia nokturnal yang hanya aktif pada malam hari ini diketahui merupakan hewan setia yang hanya akan memiliki satu pasangan seumur hidup. Jika pasangannya mati, tarsius kerdil atau gunung ini tidak akan mencari tarsius lain pengganti pasangannya.
Primata asli Indonesia ini dapat juga dilihat pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) Tangkoko, tepatnya di TWA Batu Putih, Bitung, Sulawesi Utara.
Negara Indonesia merupakan rumah bagi spesies hewan endemik asli Nusantara. Untuk melestarikan hewan-hewan tersebut, perlu adanya kerjasama banyak pihak. Pemerintah maupun masyarakat harus saling bahu-membahu untuk menjaga keberadaan satwa-satwa indah khas Indonesia ini.
Penulis: Nurul Amelia Putri
Editor: Herlianto. A