Tugumalang.id – Sarana transportasi perahu getek masih jadi andalan warga di Kabupaten Malang untuk menyeberangi sungai. Sarana transportasi tradisional ini masih dibutuhkan akibat tidak adanya akses jembatan untuk mempersingkat waktu perjalanan.
Pemandangan seperti ini masih terlihat di Kali Lesti, sungai besar yang membelah antara Desa Rejoyoso, Kecamatan Bantur dengan Desa Kanigoro dan Desa Balearjo, Kecamatan Pagelaran. Menyeberangi sungai ini dengan perahu hanya memakan waktu tidak sampai satu menit.
Jika dulunya perahu ini hanya mengangkut orang, kini perahu yang digunakan juga bisa dipakai untuk mengangkut sepeda motor.
Menurut si empunya, pengemudi perahu, Sukardi (50), sekali menyeberang, perahunya bisa mengangkut lima motor dan 15 orang. Sekali jalan ini, pengguna perahu hanya perlu merogoh kocek Rp 2 ribu.
Menurut Sukardi, alternatif ini sudah jadi andalan warga sejak tahun 1985 silam dan masih bertahan hingga sekarang. Sukardi sendiri menjadi saksinya.
”Saya kerja gini ya sudah lama sejak 1987-an itu. Gantian sama lima orang lain setiap seminggu ganti,” kata warga Desa Balearjo, Kecamatan Pagelaran tersebut.
Sehari-hari, dia bisa mengantongi uang hingga Rp 400 ribu. Dia mengoperasikan perahu getek ini mulai pagi hingga petang. Meski sungai yang mereka seberangi cukup luas, tidak membuat warga khawatir akan keselamatannya.
Menurut Sukardi, kedalaman Sungai Lesti mencapai 3 kilometer. Namun arus sungainya tidak terlalu besar, kecuali jika musim hujan menjelang. ”Ini kan sudah di dataran rendah, arus di permukaan gak begitu besar. Kebanyakan masih aman, kecuali kalau habis hujan,” kata dia.
Jika memang arus membesar, Sukardi biasanya menepikan perahu dan melarang warga untuk melintas. ”Sejauh ini aman-aman saja. Kejadian cuman beberapa kali. Itu saja karena pengguna keburu ngegas sepeda motor, padahal perahu belum menepi betul,” kisahnya.
Kendati demikian, hal itu tidak membuat alternatif moda transportasi perahu getek ini dilupakan. Bagaimanapun, sarana tersebut sangat membantu warga untuk menghemat waktu dan durasi perjalanan.
Seperti diakui Mistono (45), warga Desa Kanigoro yang lebih memilih jalur ini dalam aktivitas kerjanya sehari-hari sejak 16 tahun yang lalu. Lewat akses ini, dirinya bisa menghemat waktu 10 menit perjalanan menuju rumahanya di Desa Rejoyoso .
”Kalau muter ya bisa sampe 30 menit, ada jaraknya sekitar 12 kilometer. Mending lewat sini saja, saya kira masih aman karena arusnya gak terlalu besar,” ungkapnya.
Hal senada dikatakan Syamsul Bachri (40), warga Desa Balearjo yang lebih memilih jalur alternatif ini untuk mempersingkat waktu perjalanan. ”Apalagi cuman bayar Rp 2 ribu saja, mending lewat sini. Meski memang agak ngeri-ngeri dikit,” ucapnya.
Kendati demikian, Syamsul tidak banyak berharap agar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang membangun sebuah jembatan. Karena di sisi lain, akses jalur ini memang terbilang kecil dan hanya dimanfaatkan untuk akses warga desa.
Dari pihak Pemkab Malang sendiri juga sebenarnya sudah tahu hal ini dan sempat mewacanakan pembangunan jembatan. Namun kata dia, belum terealisasikan hingga saat ini. ”Katanya dulu sih mau dibangunkan tapi ya gak tau,” tandasnya.
Reporter: Ulul Azmy
Editor: Lizya Kristanti
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugumalangid , Facebook Tugu Malang ID ,
Youtube Tugu Malang ID , dan Twitter @tugumalang_id