Malang, Tugumalang.id – Uang memiliki peran yang sangat besar bagi kelangsungan hidup manusia. Setiap individu memiliki sudut pandang yang berbeda dalam melihat dan memperlakukan uang. Perubahan nilai mata uang dari waktu ke waktu tentu akan merubah perilaku penggunanya secara beriringan. Oleh karena itu secara psikologi, kita sebagai pengguna “uang” perlu mewaspadai perilaku buruk atau toxic dalam memandang dan memperlakukan uang dalam kehidupan kita.
Pada artikel ini, kita akan membahas mengenai toxic money yang banyak dialami oleh masyarakat saat ini. Apakah kamu termasuk orangnya?
1. Money Hoarding
Money hoarding atau tindakan menyimpan uang secara berlebihan dalam bentuk tunai atau aset yang mudah dicairkan adalah perilaku toxic money yang pertama. Tindakan money hoarding muncul dikarenakan rasa takut kekurangan uang di masa depan sehingga perbandingan pengeluaran jauh lebih sedikit dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh.
Dampak psikologis terhadap individu yang mengalami money hoarding ini diantaranya yaitu :
– Isolasi sosial: Dalam bersosialisasi dengan orang lain, tentu sedikit banyak kita akan mengeluarkan uang. Terlalu fokus dengan uang akan menyebabkan individu mengurangi hubungan sosial dengan orang lain dan mengurangi kualitas kehidupan mereka
– Stress, cemas bahkan depresi : Seseorang dengan money hoarding akan merasa bersalah ketika mengeluarkan uang, meskipun hal tersebut adalah kebutuhan yang harus dipenuhi. Hal tersebut akan menyebabkan penderita sering mengalami stres bahkan depresi
Lalu seperti apa ciri-ciri individu yang menderita money hoarding ini? Beberapa diantaranya yaitu
– Sulit membelanjakan uang :
Individu dengan money hoarding akan merasa bersalah apabila membelanjakan uang meskipun hal tersebut adalah kebutuhan dasar individu, sehingga menyebabkan kualitas hidup mereka cenderung tetap bahkan menurun.
– Takut kehabisan uang
Penderita money hoarding selalu khawatir bahwa uang yang Ia miliki tidak cukup atau habis di masa depan. Penderita ini juga memiliki ekspektasi inflasi yang terus meningkat sehingga lebih memilih menyimpannya dari pada membelanjakan di masa sekarang
– Tidak mau berinvestasi
Investasi bagi money hoarder merupakan hal yang sangat beresiko, mereka khawatir bahwa uang yang mereka investasikan tidak akan kembali sehingga berinvestasi adalah hal uang sia-sia.
Dari beberapa ciri-ciri di atas apakah kamu termasuk dan memiliki gejala gejala tersebut? Jika iya coba atasi hal tersebut dengan terapi perilaku kognitif (CBT), meminta bantuan profesional, berbicara dengan orang orang sekitar untuk mendapatkan dukungan sosial. Selain itu kamu bisa secara bertahap belajar untuk mengubah pola pikir, mengharagai kehidupan, dan membangun hubungan sosial yang sehat.
2. Financial Enabling
Menurut theo derick yakni seorang influencer edukatif tentang manajemen keuangan mengatakan bahwa financial enabling adalah sikap seseorang yang selalu menyelesaikan permasalahan dengan uang, sehingga menyebabkan permasalahan tidak selesai dan terus berulang. Financial Enabling juga sempat dibahas oleh Prita Hapsari Ghozie yang memiliki pengertian sikap kesalahan orang tua yang selalu membackup anak-anak mereka terhadap uang sehingga membuat anak merasa berada di standard mampu orang tuanya.
Beberapa contoh dari financial enabling adalah
Menyelamatkan dari hutang seseorang yang dilakukan terus menerus
– Memberikan tempat tinggal dan fasilitas secara gratis
– Memberikan uang terus menerus meskipun individu tersebut harusnya sudah mandiri secara finansial
– Memberikan barang-barang yang tidak diperlukan seperti barang mewah
Sikap finansial enabling ini akan berdampak pada penerima dan pemberi uang. Beberapa dampak dari financial enabling sebagai berikut:
– Penerima uang tidak bisa mandiri secara finansial : Menerima bantuan keuangan terus menerus cenderung menyebabkan penerima tidak bersemangat untuk mencari solusi dan uang mereka sendiri. Hal ini juga menyebabkan penerima merasa terus di backup atas permasalahan yang mereka alami, khususnya dalam hal keuangan.
– Masalah tidak kunjung selesai : Masalah penerima uang tidak akan bisa selesai hanya dengan uang, harus ada solusi pemberantasan dari dalam diri sendiri individu, khususnya dalam kemandirian finansial.
– Mempengaruhi hubungan antara pemberi dan penerima : Tindakan financial enabling akan menciptakan hubungan tidak sehat diantara keduanya. Hal tersebut terjadi ketika pemberi sudah merasa terbebani dan merasa dimanfaatkan.
Financial enabling mungkin banyak dialami antara orangtua dan anak yang kerap kali terlalu memanjakan si anak meskipun sudah dewasa dan harus hidup mandiri. Anak akan terus bergantung kepada orang tuanya sehingga anak sulit untuk bertahan di dunia kerja nantinya. Lalu jika kamu adalah seseorang yang mengalami financial enabling, apa yang harus kamu lakukan?
Berhenti untuk memberikan bantuan keuangan untuk menyelesaikan masalah mereka, biarkan secara mandiri mereka mencari solusi atas masalh yang mereka alami.
– Membantu dalam mengembangkan karir : Membantu mereka untuk mencapai kemandirian finansial lebih membantu mereka untuk bertahan dalam kehidupan tanpa harus bergantung kepada kita
– Ajarkan untuk membeli barang seperlunya
– Membantu dalam mencari kebiasaan buruk pada diri individu seperti kebiasaan hutang, belanja yang berlebihan, gaya hidup yang tidak sesuai dengan income. Ajak untuk secara pelan-pelan menghilangkan kebiasaan buruk tersebut.
3. Doom spending
Akhir-akhir ini doom spending kerap menjadi perbincangan karena banyak terjadi pada Gen z. Doom spending adalah kebiasaan belanja impulsif yang dilakukan karena adanya stres, kecemasan dan khawatir tentang kondisi keuangan mereka di masa yang akan datang. Berkebalikan dengan point pertama yang cenderung pelit ke diri sendiri, perilaku doom spending lebih kepada menghabiskan keuangan untuk menghilangkan stres dan kecemasan. Alih- alih menghilangkan stres, doom spending akan menimbulkan stres baru. Perilaku belanja impulsif akan memberikan dampak bagi individu penderitanya, diantaranya yaitu masalah finansial yang tidak stabil, stres yang lebih besar karena doom spending hanya memberikan kepuasan sepentara dan tidak menyelesaikan penyebab stres itu sendiri, dan akan terjadi penyesalan di masa yang akan datang.
Theo derick mengatakan bahwa spending yang dianggarkan tidak begitu masalah, akan tetapi apabila sudah melebihi anggaran yang ditetapkan sebelumnya sehingga mencapai “doom” maka akan membahayakan kondisi finansial di masa depan. Lalu bagaimana solusi yang dapat dilakukan untuk pemilik kebiasaan doom spending ini? Berikut beberapa solusi yang dapat diterapkan.
– Segera mencari solusi atas sumber stres. Dari pada belanja impulsif yang tidak menyelesaikan inti permasalahan, segeralah mencari solusi atas sumber stres yang kamu miliki
– Belajar mengelola emos. Untuk menghilangkan kebiasaan doom spending memang tidaklah mudah, perlu adanya adaptasi dan pengelolaan emosi agar tidak mudah stres.
– Berpikirlah sebelum berbelanja. Buat keputusan bijak atas uang yang kamu keluarkan, berikan waktu untuk berpikir apakah produk yang akan kamu beli benar-benar dibutuhkan
– Buat anggaran. Membuat anggaran akan mempermudah kamu dalam mengalokasikan dana kepada hal-hal yang memang dibutuhkan. Karena berbelanja tidak selamanya buruk, selama kamu tetap berada pada perencanaan keuangan yang sehat
4. Lifestyle creep
Lifestyle creep menjadi perilaku toxic money yang terakhir pada pembahasan kali ini. Pengertian lifestyle creep sendiri adalah perilaku yang meningkatkan pendapatan secara bertahap tanpa disadari beriringan dengan peningkatan pendapatan, sehingga tabungan tidak mengalami peningkatan. Perilaku lifestyle creep apabila tidak segera diatasi akan menggerus tabungan khususnya apabila pendapatan menurun. Beberapa contoh seseorang yang mengalami lifestyle creep yakni:
– Membeli barang mewah saat gaji naik tanpa mempertimbangkan apakah barang tersebut benar benar dibutuhkan
– Berlangganan layanan premium yang tidak penting
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi individu sehingga menjadi lifestyle creep diantaranya yakni keinginan dipandang “wah” oleh lingkungan sosial, termakan pemasaran dan iklan, dan keinginan untuk memanjakan diri.
Solusi yang dapat diterapkan apabila kamu sudah ada tanda tanda mengalami lifestyle creep sebagai berikut
– Buat anggaran yang relevan dan masuk akal
– Prioritaskan kebutuhan daripada keinginan
– Kurangi gengsi dan perbandingan sosial
– Mulailah berinvestasi, baik secara material, pendidikan maupun kesehatan
– Buat dana darurat dan tabungan
Lifestyle creep menjadi musuh utama apabila kamu ingin mencapai kebebasan finansial. Berlatihlah untuk menahan diri terhadap pengeluaran-pengeluaran tidak perlu, mulailah berlatih untuk menyisihkan uang dan berinvestasi.
Penulis : Arievka Najma Muchreyza
Redaktur: jatmiko