MALANG, Tugumalang.id – Tebu merupakan salah satu komoditas unggulan di Kabupaten Malang. Hingga saat ini, tebu dari perkebunan rakyat masih menjadi andalan petani lokal.
Tak hanya menguntungkan, budidaya tebu juga telah menjadi budaya turun temurun yang masih dilestarikan oleh masyarakat Kabupaten Malang.
Beberapa tahun terakhir, produksi tebu di wilayah Kabupaten Malang terus meningkat. Saat ini sekitar 45 ribu hektare lahan telah ditanami tebu dengan produksi sekitar 4 juta ton per tahun.
Perkebunan tebu ini didukung oleh keberadaan dua pabrik gula (PG), yaitu PG Krebet di Bululawang dan PG Kebonagung di Pakisaji.
Baca Juga: Daftar 10 Kecamatan Penghasil Tebu Terbesar di Kabupaten Malang
Ketua Umum Pusat Koperasi Primer Tebu Rakyat (PKPTR) Kabupaten Malang, KH Hamim Kholili mengatakan, selama beberapa tahun terakhir, hasil produksi tebu rakyat petani Kabupaten Malang terjamin penjualannya.

Ini berkat dukungan ekosistem pangan pemerintah serta kemitraan off taker (pembelian) yang dipastikan mengambil tebu hasil produksi melalui skema bagi hasil (SBH).
Bahkan, PKPTR telah memiliki standby buyer atau pembeli dari jajaran manajemen Pabrik Gula (PG) di bawah naungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Produksi pascapanen tebu rakyat sudah mendapatkan kepastian diambil off taker. Bahkan, kami punya standby buyer untuk mengambil tebu hasil panen dari petani,” ujar pria yang akrab disapa Gus Hamim ini, Kamis (12/12/2024).
Baca Juga: Produktivitas Lahan Tebu di Kabupaten Malang Ditargetkan Naik 60 Persen
Stanby buyer tersebut akan tetap membeli tebu dari petani bahkan di saat tidak ada kesepakatan harga dengan pedagang gula atau ketika penjualan sedang lesu. Hanya dalam waktu 1-2 minggu, mereka akan mengambil tebu milik petani yang belum laku terjual.
Harga Tebu Naik
Berdasarkan Harga Acuan Produsen (HAP), harga dasar penjualan tebu awalnya hanya Rp12.500 per kilogram. Beberapa tahun ini bisa naik hingga mencapai Rp14.500 per kilogram.
Harga eceran gula pun akan naik hingga Rp17.500 per kilogram. Sementara harga eceran di daerah luar jawa bisa mencapai Rp18.500 per kilogram.
Gus Hamim menjelaskan, kemitraan dengan pihak off taker pasca panen tebu ini diupayakan sepenuhnya dari fasilitasi asosiasi kelompok petani yang berafilisasi dengan KPTR.
Kemitraan dengan pihak off taker pascapanen tebu ini, kata Gus Hamim, diupayakan sepenuhnya dari fasilitasi asosiasi kelompok petani yang tergabung berafiliasi dengan KPTR. Gula yang dihasilkan oleh petani tebu bisa dijual kepada siapapun calon pembeli.
“Sistemnya melalui penawaran terbuka atau lelang. Jadi, dari 19 perusahaan mitra kami bisa melakukan pembelian dengan penawaran harga sebelumnya,” kata Gus Hamim.
Berkat dukungan kemitraan off taker ini, harga tebu pascapanen dan harga gula beberapa tahun terakhir ini relatif stabil. Pasarnya pun lebih terjamin.
Intervensi dari Badan Pangan Nasional (Bapanas) juga mendukung terjaminnya pemasaran serta ketercukupan produksi gula.
“Tidak seperti sebelumnya, (pasarnya) tidak pasti. Harganya juga kadang turun kemudian naik lagi,” kata Gus Hamim.
Saat ini, banyak petani tebu rakyat yang terbantu dengan adanya PKPTR serta dukungan kemitraan dengan BUMN Pabrik Gula. Dukungan ini tak hanya diberikan saat pascapanen, tetapi juga persiapan awal dan proses tanam tebu.
Melalui rekomendasi PKPTR, petani bisa dengan mudah mendapatkan akses pinjaman modal budidaya dari beberapa lembaga perbankan Himbara.
“Jadi, petani tebu rakyat anggota kami tidak kesulitan akses modal awal dari perbankan,” ujar Gus Hamim.
Tantangan Petani Tebu
Salah satu petani tebu di Kabupaten Malang, Usman Ali mengamini stabilnya harga gula dan tebu yang menguntungkan petani tebu. Jika sebelumnya petani tebu kerap dirugikan dengan naik turunnya harga, kini mereka bisa bernapas lega karena harga lebih stabil.
“Salah satu tantangan (menjadi petani tebu) keuntungannya tergantung dengan kebijakan pemerintah tentang harga gula,” kata pria yang mengelola kebun tebu sejak tahun 1990 ini.
Meski terkadang penghasilan petani tebu tak sebanyak profesi lain, perkebunan tebu di Kabupaten Malang masih bertahan karena faktor budaya turun temurun. Di samping itu, tanah di Kabupaten Malang cukup subur sehingga bisa menghasilkan tebu hingga 150 ton per hektare per tahun.
Ia menjelaskan, untuk menjadi petani tebu tak perlu memiliki lahan. Petani bisa menyewa lahan dan pendanaannya pun bisa berasal dari pinjaman koperasi. Petani yang telah menjadi anggota koperasi bisa bergabung ke kelompok tani.
“Setelah itu dari koperasi ada pendanaan untuk dana garap, pembelian pupuk, dan tebang angkut. Nanti yang menebangkan itu dari kelompok tani dan (tebunya) dibawa ke pabrik gula melalui koperasi,” bebernya.
Petani tebu yang menyewa lahan pun dipastikan mendapatkan keuntungan usai panen. Meski demikian, keuntungan tersebut bergantung pada harga sewa lahan, hasil panen tebu, dan harga jual tebu.
“Tantangan lainnya adalah mencari pekerja itu sangat sulit. Anak-anak muda sudah tidak mau lagi bekerja di lahan pertanian, kebanyakan tertarik bekerja di perusahaan,” ujarnya.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Reporter: Aisyah Nawangsari Putri
Editor: Herlianto. A