MALANG – Jika Mataraman punya Jaranan dan Reog, maka Malang punya Bantengan. Seni tradisi ini diyakini berasal dari Malang, Mojokerto dan Batu. Karakter pertunjukan Bantengan Malang yang unik membuat masyarakat selalu antusias dan berkerumun untuk menyaksikan.
Unsur tari, pencak silat dan musik membuat Bantengan punya daya tarik tersendiri dalam setiap gelarannya. Bacaan syair dan mantra menambah nuansa magis pertunjukan Bantengan. Para pemainnya pun kerap mengalami kesurupan.
Bantengan, Prosesi Pertunjukan dan Lakon
Pertunjukan bantengan diawali dengan melakukan beberapa prosesi ritual. Selain persiapan jiwa dan raga, pemain diwajibkan berpuasa seminggu sebelum pertunjukan. Lalu seluruh pemain akan berkumpul dan melakukan kegiatan doa bersama.
Sesepuh paguyuban akan melakukan ritual di lokasi pertunukan memanggil arwah untuk meminta izin digelarnya pertunjukan. Ritual tersebut dilengkapi dengan sesaji seperti kemenyan, telur ayam, kelapa, pisang ayu, ketan hitam hingga bunga tiga macam.
Umumnya Bantengan dimainkan oleh dua orang. Satu orang menjadi kaki depan dan memegang kepala bantengan yang terbuat dari kayu, satu lagi menjadi kaki belakang. Keduanya lalu bergerak dengan iringan music jidor yang dipadu kendang dan pecut.
Pertunjukan Bantengan jadi menarik karena gerakan liar pemain membuat jantung penonton berdegup kencang. Tak jarang pemain makin lepas kendali dan menabrak penonton saat kesurupan arwah yang disebut “Dhanyangan”.

Foto/Ulul Azmy
Selain lakon banteng yang mewakili sosok rakyat, juga terdapat lakon macanan yang mewakili simbol pemegang kekuasaan atau penjajah. Juga terdapat lakon kera sebagai simbol rakyat yang memihak penjajah dan bermuka dua.
Seni Bantengan Malang Dalam Relief
Seni Bantengan diyakini telah ada ada sejak zaman kerajaan Singosari. Fatima dalam buku berjudul Bantengan Seni Tradisional Jawa Timuran (2018) menjelaskan bahwa pada masa Ken Arok berkuasa di Singosari, telah berkembang sebuah tradisi pencak silat dengan kuda dan hewan banteng.
Jejak sejarah bantengan juga muncul pada relief candi Jago. Walau tak menggambarkan secara langsung tentang seni Bantengan, relief candi peninggalan Singosari itu memperlihatkan pertarungan hewan banteng dan harimau.
Sejarawan Dwi Cahyono juga turut menjelaskan adanya cerita dibalik relief Candi Jago melalui laman Cagar Budaya Jawa Timur. Relief tersebut ialah bagian dari bingkai cerita ‘Tantri Kamandaka atau Pancatantra’ tentang pertarungan banteng melawan harimau.
Masyarakat meyakini bahwa kesenian telah ada sejak zaman kerajaan Singhasari dan Majapahit. Selain relief candi, motif banteng juga muncul dalam gunungan pewayangan. Banteng dapat diartikan sebagai simbol kemakmuran.
Bantengan Malang, Lahir dari Rahim Pencak Silat
Seni tradisi bantengan lahir dari bagaimana cara masyarakat kala itu mengamati kebiasaan hewan liar yang ada di hutan. Gerakan-gerakan itu kemudian direplikasi menjadi jurus bela diri dan sebuah gerak pencak silat. Hal ini diceritakan Supraun dalam penelitian Hidayatullah (2017) tentang seni bantengan di Kalirejo, Malang.
Sebagai pemilik kelompok Rimba Persilatan Harimau Putih, ia menuturkan jika banteng adalah simbol dunia persilatan. Asal kata bantengan muncul dari kata “Babarno Barang kang Enteng” yang berarti menjadikan berat jadi ringan.
Riwayat pencak silat memang telah ada bahkan seblum penjajah Belanda menginjakkan kaki di Indonesia. Seni Bantengan di Kalirejo sendiri telah lahir pada tahun 1966. Didirikan oleh Mbah Sukoco, Bantengan dijadikan sebagai pertunjukan pencak silat.
Nasib Pertunjukan Bantengan Malang Kini
Perkembangan seni tradisi bantengan menyebar di berbagai wilayah Kota dan Kabupaten Malang. Di Dusun Boro, Panggungrejo, Gondanglegi, Bantengan juga ditujukan untuk untuk menghimpun orang-orang yang brutal dan dijadikan alternatif kegiatan masyarakat yang positif.
Dalam penelitiannya, Khoyyum dkk. (2017) mencatat jika bantengan di Dusun Boro mulanya tampil dalam latihan rutin pencak silat. Namun lama kelamaan bantengan memecahkan diri dengan anggota yang makin berkembang.
Hingga kini, seni tradisi Bantengan Malang masih disangat digemari masyarakat. Pertunjukannya selalu dinanti. Salah satunya terlihat dalam antusias masyarakat Malang raya menonton karnaval Bantengan Agustus 2022 di Kota Batu.
Kegiatan karnaval 1000 Bantengan yang dihelat bersamaan peringatan ulang tahun Bantengnan Nuswantara itu diikuti oleh 50 grup Bantengan Malang raya. Beberapa kelompok dari luar kota seperti Mojokerto pun turut bergabung hingga keseluruhan peserta mencapai 1500 orang.
Penulis: Imam A. Hanifah
Editor: Herlianto. A