Malang, Tugumalang.id – Pasar Besar Kota Malang memiliki sejarah perkembangan yang erat kaitannya dengan masyarakat berbagai etnis di Malang. Pasar ini sudah menjadi pusat perdagangan sejak era kolonial Belanda.
Pemerhati Sejarah dan Budaya Kota Malang, Agung Buana mengatakan bahwa Pasar Besar Kota Malang dahulu merupakan pasar swasta atau pasar partikelir yang dikelola masyarakat etnis Tionghoa hingga tahun 1919.
Lalu sekitar tahun 1920an, Pemerintah Kota Praja Malang diminta membuat pasar sentra perdagangan tingkat kota. Rencananya, akan dibangun di sekitar Pasar Splendid. Karena ada perbedaan pendapat maka rencana lokasinya diganti. Pedagang Tionghoa dan pedagang Arab mengusulkan lokasi di Pasar Pecinan.
“Pedagang Tionghoa dan Arab menawarkan sumbangan pendanaan sekitar 20 ribu golden kepada Pemerintah Praja Malang. Namun saat itu pemerintah Belanda tidak mau menerimanya dan membangun Pasar Pecinan. Jadi dulu pertama namanya Pasar Pecinan,” jelasnya.
Pasar itu mulai dibangun pada tahun 1920 dan selesai pada 1924. Anggaran pembangunan pasar ini sekitar 547 ribu golden. Saat itu, Pasar Besar masih 1 lantai. Pasar ini kemudian berkembang menjadi pasar umum dengan berbagai dagangan seperti sayuran, buah buahan, makanan, daging, ayam, pakaian dan lainnya.
Lalu pada 1938, pasar ini dikembangkan lagi dengan pembangunan berstruktur beton. Bahkan pemerintah Belanda juga membangun terminal angkutan orang dan barang di belakang pasar ini.
Setelah itu, pemerintah Belanda juga membangun sejumlah pasar lain. Seperti Pasar Bunul, Pasar Kebalen, Pasar Oro Oro Dowo, Pasar Embong Brantas dan Pasar Lowokwaru.
“Tentu pendapatan terbesar pemerintah ya dari Pasar Besar ini. Pertahun rata rata 100 ribu golden. Jadi memang pergerakan ekonominya paling kencang,” ucapnya.
Berkembangnya waktu, Pasar Besar Kota Malang ini kembali dibangun menjadi 2 lantai pada tahun 1973. Lalu tahun 1985 terbakar dan direnovasi menjadi 4 lantai pada 1989. Terakhir, pasar ini direvitalisasi pada 1991. Kemudian mengalami kebakaran lagi pada 2003, 2014 dan 2016.
Kini, Pemerintah Kota Malang kembali menggulirkan rencana revitalisasi Pasar Besar Kota Malang. Jika jadi direvitalitasi, Agung berharap pasar yang berusia lebih dari 100 tahun ini nantinya ada sentuhan heritage atau nuansa masa lalunya.
“Namun dari segi fungsi, tentu perlu memperhatikan perkembangan masa kini. Pasar tak hanya untuk berdagang atau jual beli lagi, tapi perlu ada sisi interaksi sosial atau ruang publik. Entah untuk pertunjukan seni budaya atau lainnya,” kata Agung.
“Pasar harus multi fungsi. Di era Belanda dulu biasa di pasar itu ada pertunjukan tayub, ledek sampai pertunjukan sulap,” sambungnya.
Menurutnya, Pemerintah Kota Malang juga harus bisa mendorong agar para pedagang pasar rakyat terus berkembang mengikuti perkembangan zaman. Sehingga, semua kalangan masyarakat mau dan tertarik untuk datang ke pasar.
“Penjualan tradisional harus tetap ada. Berikan sentuhan yang mampu menghidupkan pasar sampai 24 jam. Karena di Malang itu punya aktivitas ekonomi yang tak ada hentinya,” tuturnya.
“Jadi nanti anak anak muda mau datang ke pasar mesti tak beli sayuran. Karena pasarnya bersih, modern dan menarik,” tandasnya.
Baca Juga Berita Tugumalang.id di Google News
Reporter: M Sholeh
redaktur: jatmiko