Tugumalang.id – Puncak kesuksesan seseorang sering kali menjadi ukuran bagi orang lain. Tetapi, ada yang sering dilupakan yaitu bagaimana seseorang itu mewujudkan kesuksesannya.
Prinsipnya, tak ada kesuksesan tanpa perjuangan dan pengorbanan. Itulah barangkali gambaran singkat tentang Prof Drs H Junaidi Mistar PhD, guru besar fakultas pendidikan dan keguruan di Universitas Islam Malang (Unisma).
Prof Jun, demikian dia disapa oleh para mahasiswanya, merupakan profesor Unisma Malang yang gelar PhD-nya didapatkan di Monash University Australia. Hari ini, dia menjabat sebagai wakil rektor bidang akademik dan kerja sama Unisma.
Baca Juga: Mahasiswa Unisma Ramaikan Expo Kreativitas dan Prestasi Kampus
Dalam suatu kesempatan Prof Jun menceritakan kisahnya yang unik saat menyelesaikan studi S3nya di Australia. Saat itu, kata dia, masa akhir kepemimpinan Presiden Suharto, dia berangkat ke Australia untuk menempuh pendidikan di sana dengan skema beasiswa pemerintah setempat. Selayaknya anak desa, Prof Jun, mengalami shock culture saat berada di Ausy, Australia.
Dibilang Gila saat Makan
Sebelum menjadi seperti yang kita ketahui sekarang, Prof Jun memiliki beragam pengalaman unik selama menempuh pendidikan di Negeri Kangguru, salah satunya dibilang gila saat makan.
“Saat saya pertama kali makan di Ausy salah seorang pelayan restoran mengatakan saya gila, karena saya meminta mie dengan posisi sudah ada nasi di piring saya. Bagi orang Indonesia mie merupakan bagian dari lauk sedangkan di Ausy hal itu merupakan hal tabu,” cerita Prof Jun, sembari tertawa mengenang masa lalunya.
Baca Juga: Unisma Beri Pelatihan Peningkatan Mutu Ma’had Aly Ponpes Nurul Cholil Bangkalan
Bagi masyarakat Indonesia pada umumnya, terkhusus para mahasiswa mie diposisikan sebagai lauk, tak heran jika banyak kita temui orang-orang makan hanya menggunakan mie dan nasi. Namun hal itu tidak terjadi di Australia.
Masyarakat Australia, kata Prof Jun, tergolong orang dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang cukup luas. Mereka adalah bangsa yang sangat scientist sampai urusan makan saja mereka sangat teliti akan kandungan dari hidangan yang hendak dimakan.
Mereka memperhatikan betul kandungan gizi dari makanannya. Maka tak heran jika Prof Jun dikatakan gila karena nasi dan mie adalah makanan yang sama-sama memiliki kandungan karbohidrat tinggi.
Bekerja Jadi Patung
Pemerintah dan masyarakat Australia dalam kesehariannya selalu berpegang teguh pada hasil penelitian yang berbasis data. Hal ini membawa dampak positif pada para mahasiswa yang sedang mencari pekerjaan freelance di sana. Termasuk Prof Jun yang sering mengambil job ini untuk menunjang ekonominya.
“Saya pernah bekerja menjadi researcher, kala itu ada toko yang mau dijual dan untuk menentukan harga dari toko itu dilakukanlah sebuah penelitian di mana jumlah pengunjung yang masuk kepada toko tersebut dihitung. Nah, saya di sana berperan sebagai penghitung si pengunjungnya,” kenangnya.
“Saya berada di depan toko itu sepanjang hari hanya untuk menghitung jumlah orang yang masuk dan keluar dari toko itu,” lanjut Prof Jun dengan tawa khasnya.
Bagi orang Indonesia, kata dia, pada umumnya pekerjaan seperti itu tergolong lucu karena hanya menghitung orang-orang masuk ke toko. Namun, bagi orang Ausy hal itu penting untuk dilaksanakan dengan tujuan untuk mengukur seberapa besar minat orang pada toko itu.
Yang paling unik lagi adalah, saat sosok asal Lumajang itu bekerja sebagai patung di perempatan jalan. Saat itu dia menghitung jumlah kendaraan.
“Saya juga pernah bekerja jadi patung di perempatan. Kala itu pemerintah (Australia) hendak menentukan kebijakan mengenai durasi lampu merah. Saya bekerja menghitung jumlah kendaraan yang berbelok kiri, kanan, dan lurus. Dengan durasi yang telah ditentukan,” lanjut Prof Jun.
Pekerjaan semacam itu bagi orang Indonesia adalah hal tabu, sangat jarang dan bahkan hampir tidak pernah ada. Namun, di Ausy itu sangat lumrah untuk dilakukan karena akan dijadikan landasan kebijakan pemerintah dalam menentukan durasi lampu merah, dan hijaunya agas pas sesuai kebutuhannya.
Menyuruh Anak Mentri Menurunkan Kayu
Bagi Prof Jun seseorang yang sedang belajar di negara orang adalah sebuah privilege yang tidak semua orang bisa mendapatkanya. Oleh karenanya, mereka yang mendapatkan kesempatan itu harus benar-benar serius dalam belajar di kampus dan juga harus mencari pengalaman sebanyak mungkin agar wawasanya luas.
Prof Jun beranggapan bahwa mereka lulusan luar negeri kelak akan menjadi leader di tempat kerjanya masing-masing. Nah, dalam rangka menyiapkan para pemimpin ini ia mendidik mereka dengan keras dengan mengambil pekerjaan yang bagi sebagian besar orang adalah pekerjaan untuk orang dengan kasta terendah agar kemudian saat menjadi pemimpin nanti tidak berperilaku sewenang-wenang pada bawahannya.
Dalam hal ini, Prof Jun punya cerita pernah menyuruh anak menteri. Ceritanya, saat itu ada seorang mahasiswa program magister datang dari Indonesia.
Tak lama dari itu, dia menyuruhnya untuk bekerja dan kebetulan pekerjaan yang ada adalah menurunkan kayu dari truk. Dia langsung menyuruh anak baru dan dia pun menuruti arahan Prof Jun.
Hingga pada saat anak baru itu pulang kerja dan berkata pada Prof Jun: “Bang Jun saya tidak kuat dengan pekerjaan ini,” kata dia pada Prof Jun.
Namun Prof Jun tidak memperdulikan keluhan itu. Dia berharap jika kelak anak baru itu kembali ke tanah air dia akan menjadi pemimpin di tempat kerjanya dan bahkan pemimpin negara.
“Saya baru paham alasan dia mengeluh dengan pekerjaanya setelah saya pulang ke Indonesia ternyata dia anaknya menteri yang hidupnya sudah terfasilitasi dan berkecukupan sejak kecil,” kenang alumni Monash University itu dengan senyuman khasnya.
Penulis: Jakfar Shodiq (Magang)
Editor: Herlianto. A