Catatan Surya Burhanuddin – Pensiunan BUMN dan Pemerhati Serta Praktisi Pendidikan
Adalah kakek Satirun (85) yang sudah susah berjalan normal karena nampak lututnya berat untuk dibengkokkan, yang senantiasa bersama istrinya, nenek Tiah (79), yang nampak kurus dimakan usia dan penderitaan hidup.
Pergelangan tangan kiri nenek Tia nampak terbungkus lilitan kain, kabarnya sempat retak karena terpleset jatuh suatu saat ketika ikut mendorong gerobak jualan dawet yang sehari-hari dilakukan bersama suaminya.
Kakek Satirun dan nenek Tiah, tinggal di satu rumah yang mungkin kurang layak disebut rumah, di lorong kecil di Gading Kasri No 14 B, RT 04/ RW 06, Klojen, Kota Malang.
Kakek nenek renta ini sejak tahun 2010 mencari nafkah dengan berjualan es dawet beras, menggunakan gerobak dorong, berkeliling keluar dari lorong kecil tempat tinggalnya, melalui Jalan Wilis, Jalan Rajak Wesi, Jalan Kawi, Jalan Ijen, dan Jalan Dieng di Kota Malang.
Setelah berhari-hari memperhatikan, terlihat bahwa kakek Satirun yang sudah susah berjalan itu, menggunakan gerobaknya juga untuk pegangan agar dapat berjalan. Tetapi kakek ini juga harus mengeluarkan tambahan tenaga untuk dapat mendorong gerobaknya berjalan. Terkadang nenek Tiah ikut membantu dorong gerobak saat jalannya menanjak atau bantu menahan gerobak saat jalannya menurun.
Di atas gerobaknya ada kursi lipat untuk kakek Satirun duduk tanpa membengkokkan lututnya saat gerobaknya berhenti, sementara nenek Tiah duduk di batu atau pagar pinggir jalan karena lututnya masih bisa dibengkokkan.
Agar dapat makan sehari-hari untuk bertahan hidup, kakek Satirun dan nenek Tiah berjuang mencari uang dengan mendorong gerobaknya, berjalan tiap hari sekitar 3 km mencari pembeli dari jam 08.30 hingga lepas tengah hari.
Setelah berjualan dan mendapatkan uang, nenek Tiah pergi ke pasar belanja bahan utk persiapan jualan esok harinya.
Sementara pagi harinya, kakek nenek tua renta ini, harus lebih dulu memasak dawet, membuat santan, gula merah, menyiapkan es batu, mangkok, plastik bungkus dan persiapan lainnya.
Satu perjuangan berat kehidupan dengan semangat pantang menyerah yang dijalani oleh kedua lansia renta ini, patut menjadi pelajaran, bahwa hidup memang untuk berjuang.
Apakah mungkin disisa usianya, kakek nenek renta yang pantang menyerah untuk bertahan hidup ini, bisa mendapatkan penghasilan dengan tidak lagi mendorong gerobaknya berjalan berkilometer menjajakan jualannya? Sementara kalau berjualan di rumah, tentu tidak ada pembeli, tidak ada penghasilan dan tidak makan.
Atau apakah kakek renta yang sudah susah berjalan dan nenek renta yang tangannya cedera karena terjatuh ini, masih harus bekerja keras mencari uang untuk dapat makan dan bertahan hidup?
Mungkin kita-kira yang lebih beruntung ini, dapat membantu dan berbagi idea mencarikan solusi.(*)