Malang, Tugumalang.id – Peserta Pelatihan Kepemimpinan Lanjutan (PKL) Pengurus Cabang (PC) GP Ansor Kota Malang melakukan ekplorasi terhadap sejumlah potensi yang ada di Kota Malang, Minggu (25/9).
Ekplorasi ini adalah bagian dari rihlah atau rekreasi setelah peserta mengikuti pelatihan sejak Jumat siang (23/9). Hanya saja, rihlah ini di desain dengan konsep analisa sosial.
Tujuannya adalah untuk mengetahui sejumlah potensi dan permasalahan yang berada di Kota Malang. Dari proses ini, nantinya akan ada sejumlah rekomendasi. Total ada 8 kelompok yang melakukan ekplorasi tersebut.
Salah satunya yang dilakukan kelompok empat yang melakukan ekplorasi situs watu gong yang berada di Jalan Kanjuruhan IV nomor 30 RT 4 RW 3 Kelurahan Tlogomas Kecamatan, Lowokwaru, Kota Malang.
Kelompok ini memilih situs watugong karena situs ini merupakan aset Kota Malang yang dinilai masih belum maksimal dijadikan tempat wisata budaya.”Kebetulan kami mendapatkan tema budaya, sehingga kami pilih situs watugong,” kata Sugianto, ketua kelompok IV.
Di Situs Watu Gong tersebut, kelompok mewawancarai sejumlah pihak terkait dan melakukan pengamatan langsung. Yang ditemui adalah juru kunci Miftahul Huda,31, Ketua RW 03 Tlogomas Saiful Rahman,47, Wakil Ketua Tanfidiyah Ranting NU Tlogomas Misyadi,45, dan Jiyo,65, salah seorang warga yang rumahnya tidak jauh dari tempat ini.
Juru Kunci Miftahul Huda mengatakan, bahwa saat ini di situs watugong ada 12 watugong, 1 lesung, 3 archa, dan 6 Lumbang.”Totalnya watugong ada 13, tapi satu dicuri orang,” kata Huda yang merupakan generasi ketiga juri kunci.
Untuk diketahui, sejumlah koleksi di watugong ditemukan sekitar tahun 1982.”Kita temukan di pelataran warga secara tidak sengaja, jadi ketika digali tanahnya ditemukan peninggalan itu,” imbuhnya.
Diperkirakan, koleksi dari situs watugong ini merupakan peninggalan dari Kerajaan Kanjuruhan. Diduga, situs tersebut merupakan peninggalan dari lembaga peribadatan di Kerajaan Kanjuruhan. Hal ini karena watugong itu berfungsi sebagai penyangga rumah atau umpak. Umpak di watugong ini, diyakini oleh para sejarawan sebagai umpak dari penyangga tempat ibadah.
Reporter: irham thoriq
editor: jatmiko