Tugumalang.id – Komodo, salah satu hewan purba yang masih hidup di Indonesia hari ini terancam mengalami penurunan jumlah populasi. Hal ini disebabkan iklim di dunia yang mengalami perubahan signifikan sejak memasuki awal abad 21 lalu. Perubahan ini yang membuat cuaca cukup fluktutif di beberapa daerah Indonesia.
BMKG (Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika) memprediksi di Indonesia akan terjadi curah hujan yang tidak menentu (probabilistik) selama 3 bulan kedepan (September, Oktober, November).
Perubahan ini bukan hanya akan berdampak pada manusia dan lingkungan, tapi juga satwa yang ada. Sebuah laporan baru dari organisasi konservasi keanekaragaman hayati internasional mengatakan bahwa Naga Komodo yang habitatnya di Pulau Komodo mendekati kepunahan. Keberadaannya diprediksi tinggal sebentar lagi.
Meningkatnya suhu global dan permukaan laut yang lebih tinggi, papar IUCN (International Union for Conservation of Nature’s), akan mengurangi habitat Varanus Komodoensis. Bahkan pengurangan itu bisa mencapai setidaknya 30 persen selama 45 tahun ke depan.
Komodo merupakan hewan asli Indonesia yang hanya bertempat tinggal di Taman Nasional Komodo, sebuah situs warisan dunia UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) saat ini.
Dilansir dari Minnesota Public Radio, subpopulasi komodo di Taman Nasional Komodo saat ini stabil dan terlindungi dengan baik, sementara komodo di luar kawasan lindung di Flores terancam oleh hilangnya habitat yang signifikan karena aktivitas manusia yang berkelanjutan
Sementara itu, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah berupaya menjaga kestabilan atmosfir bumi dengan mengadakan Program Kampung Iklim (Proklim). Tujuannya adalah untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dan pemangku kepentingan lain untuk melakukan penguatan kapasitas adaptasi terhadap dampak perubahan iklim.
Adaptasi serta mitigasi yang dilakukan di antaranya pengendalian kekeringan banjir, peningkatan ketahanan pangan, antisipasi bencana alam, juga penyakit terkait iklim. Pengelolaan sampah, serta penggunaan energi terbarukan terus dilakukan demi tidak menaikkan suhu dunia 2° C lebih hangat.
Kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat dalam mewujudkan ketahanan iklim dapat dimulai dari masalah krusial, yaitu pembakaran hutan ilegal dan pembuangan sampah sembarangan.
Reporter : Auliya Rahma Maziidah
Editor : Herlianto. A