Malang, Tugumalang.id-Berbicara tentang sejarah pergerakan perempuan dalam meraih kemerdekaan Bangsa Indonesia tidak lepas dari sosok Cut Nyak Dien, R.A Kartini, dan Dewi Sartika. Tokoh-tokoh yang sangat fenomenal memperjuangkan hak-hak perempuan untuk mendapatkan otoritas yang sama di dunia pendidikan.
Dari tokoh-tokoh tersebut ternyata ada salah satu tokoh yang tak kalah revolusioner dari tanah Padang yang juga memiliki tekad berjuang demi tercapainya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.
Gubuk Tulis, Duta Damai BNPT-RI Regional Jawa Timur, dan Oase institute melaksanakan Ngabuburead Jilid IV dengan membincang buku ‘’Perempuan yang Mendahului Zaman’’ karya Khairul Jasmi.
Baca Juga: Ngabuburead Jilid III: Ketaqwaan Tidak Dilihat dari Jenis Kelamin
Buku biografi dari seorang tokoh bernama Rahmah El Yunusiyyah yang ditulis oleh mantan wartawan Republika tersebut sangat ringan dan wajib untuk dibaca terutama oleh aktivis perempuan. Kegiatan yang sekaligus penutupan Ngububuread pada Senin, 25 Maret 2025 dihadiri oleh Nilam Andriani sebagai pembedah dan Jefry Hadi selaku moderator.
‘’Rahmah El Yunusiyyah namanya sangat jarang didengar sebagai pejuang perempuan dibanding R.A Kartini. Beliau adalah Literally actor dalam memperjuangkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dari Minangkabau. Perempuan yang mendapat gelar Syekkah ini mendirikan Diniyyah Puteri Padang Panjang sebuah lembaga pendidikan khusus perempuan yang sampai saat ini kokoh berdiri. Terlahir dari keluarga pesantren, Syekkah Rahmah terdorong untuk mendirikan lembaga pendidikan khusus perempuan sebagai jawaban atas kegelisannya sendiri tentang pelajaran pesantren terutama Fiqh Perempuan yang diajarkan oleh laki-laki. Sedangkan santri perempuan tidak menemukan jawaban atas permasalahan yang dialami ketika membahas secara mendalam dengan laki-laki,’’ Jelas Nilam Andriani yang merupakan Co. Founder Santri Cendikia.
Syekkah Rahmah yang terlahir dari keluarga priyayi kemudian dinikahkan dengan Bahauddin Latif, seorang laki-laki dari Nagari Sumpur, tepian Singkarak yang juga dari keluarga pesantren. Menjalankan tugasnya sebagai istri dan patuh terhadap suami sudah dijalaninnya. Akan tetapi gelora jiwanya yang masih dalam kecamuk semangat pendidikan membuatnya memilih bercerai dan kembali menikmati kemerdekaan sebagai perempuan yang memperjuang keseteraan.
Baca Juga: Ngabuburead Jilid II: Pentingnya Problem Solving Terhadap Gangguan Mental
Khairul Jasmi melalui karya buku ini berusaha menyadarkan pembaca bahwa segala rintangan pasti akan muncul seiring dengan gerak langkah menuju perubahan. Seperti halnya perjuangan Syekkah Rahmah yang awalnya disebut ‘’yang tidak-tidak, dicibir, digunjingkan, dan dianggap aneh’’ ketika memperjuangkan kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan terutama di bidang pendidikan.
BACA JUGA: Berita tugumalang.id di Google News
Penulis: Moh Yajid Fauzi
editor: jatmiko