‘Orang yang mengalami gangguan tidur beresiko terserang penyakit stroke, hipertensi, jantung koroner hingga diabetes melitus’
Malang, tugumalang.id – Orang yang mengalami gangguan tidur memiliki resiko terserang penyakit stroke, hipertensi, jantung koroner hingga diabetes melitus. Dokter di RS Persada Hospital Malang memiliki cara tersendiri dalam penanganan gangguan tidur.
Dokter Syaraf dan Konsultan Gangguan Tidur Persada Hospital, dr. Zamroni Afif, Sp.S(K), M.Biomed menjelaskan bahwa penderita gangguan tidur di Malang mayoritas adalah orang dewasa dan mahasiswa. Namun gangguan tidur juga bisa dialami oleh anak anak.
Dikatakan, terdapat jenis jenis gangguan tidur yang perlu dikenali. Mulai Insomnia, Sleep Apnea dan Sleep Related Movement Disorder.
Ciri ciri gangguan tidur jenis Insomnia ditandai dengan sulit memulai untuk tidur. Kemudian mudah terbangun saat tidur atau terbangun ketika dini hari. Lalu sulit tidur kembali sehingga esok hari merasa tidak segar saat beraktivitas.
Sedangkan untuk Sleep Apnea ditandai dengan mendengkur atau mengorok yang keras dan diikuti dengan nafas yang berhenti dan nafas tersengal sengal hingga penderita mudah terbangun saat tidur.
“Kalau Sleep Related Movement Disorder adanya gerakan spontan yang muncul saat istirahat atau saat tidur. Hal ini juga menyebabkan tidur jadi terganggu,” kata Zamroni, Minggu (9/7/2023).

Menurutnya, jenis ganguan tidur yang sering ditemui pada orang dewasa adalah insomnia. Disebutkan, insomnia bermula dari pikiran berat yang tidak dikelola dengan baik hingga menimbulkan stres berlebihan.
“Kalau mahasiswa biasanya Insomnia karena kebiasaan tidur yang tidak teratur akibat kebiasaan begadang atau jam tidur tidak teratur,” ucapnya.
Sedangkan pada anak anak dan remaja, gangguan tidur yang kerap ditemui adalah Sleep Apnea. Pada umumnya, gejala ini diakibatkan oleh kelainan lain pada Telinga Hidung dan Tenggorokan (THT) seperti tonsil atau amandel besar dan badan gemuk.
BACA JUGA: 6 Manfaat Bangun Tidur Lebih Pagi
Zamroni mengatakan bahwa penanganan gangguan tidur hingga sembuh total membutuhkan waktu yang bervariatif. Seperti penderita Insomnia bisa ditangani beberapa bulan bahkan sampai bertahun tahun.
“Karena selain obat juga perlu terapi pola pikir perilaku yang disebut Cognitive Behavioral Treatment for Insomnia atau CBTI. Terutama juga kebiasaan menerapkan tidur yang baik tadi,” tuturnya.
Di RS Persada Hospital Malang, kata Zamroni, menerapkan penggunaan alat Polysomnography (PSG) untuk mendiagnosis penderita gangguan tidur dan ngorok hingga menghasilkan data yang akurat. Alat buatan dari Islandia itu baru pertama digunakan di rumah sakit swasta Kota Malang.
“Penggunakan alat Polysomnography ini, pasien tidur seperti biasa, pemeriksaannya 6-8 jam. Selama tidur, semua sensor direkam. Ada CCTV juga untuk melihat gerakan saat tidur,” jelasnya.
“Di akhir pemeriksaan, saat bangun, baru dapat menganalisis tindakan selanjutnya, jenis terapi apa yang dibutuhkan,” lanjutnya.
Menurut Zamroni, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk pencegahan supaya tidak terjadi gangguan tidur. Yakni menerapkan gaya hidup sehat, berolahraga, mengurangi potensi stres, tidur teratur, tak minum kopi atau makan sebelum tidur hingga tak bekerja di tempat tidur.
“Cobalah mematikan lampu, televisi, gadget sebelum tidur, kemudian relaksasi pikiran sebelum tidur. Apabila 30 menit di tempat tidur tidak bisa tidur maka jangan memaksa untuk tidur,” kata dia.
“Bangun dulu lakukan aktivitas yang santai, beberapa saat baru mencoba tidur kembali,” tandasnya.
BACA JUGA: Berita tugumalang.id di Google News
Reporter: M Sholeh
editor: jatmiko