Tugumalang.id – Menindaklanjuti pasca Tragedi Kanjuruhan Sabtu (1/10/2022) lalu, Wali Kota Malang Drs. H. Sutiaji fokuskan perhatian untuk pendampingan bagi keluarga korban, utamanya melalui program trauma healing pada anak-anak.
“Ini menjadi perhatian bagi kami (Pemkot Malang). Ada anak yang melihat orang tuanya terinjak, sesak nafas. Ada istri yang melihat anak dan suaminya meninggal, ini pasti membekas,” ujarnya, Senin (3/10/2022).
Dijelaskan Sutiaji, pihaknya sudah membuat skema bantuan trauma healing. Dalam pelaksanaannya, Pemkot Malang akan bekerjasama dengan Polresta Malang Kota.
“Trauma healing yang sebelumnya kami lakukan dengan Polresta Malang Kota untuk menangani kasus COVID-19, akan kami lanjutkan. Kami lakukan konseling pada anak maupun keluarga korban yang membutuhkan,” tuturnya.
Menurut Sutiaji, jumlah korban Tragedi Kanjuruhan yang berasal dari Kota Malang berjumlah 65 orang, 34 diantaranya meninggal dunia. Karenya, tambah Sutiaji, Tragedi Kanjuruhan adalah musibah bersama sehingga perlu adanya evaluasi serius terkait hal tersebut.
“Ini musibah bersama. Kita nggak mencari siapa yang salah, siapa yang benar. Jangan sampai ada stigma Malang membuat rusuh, karena ini warga saya dan saya ngga ikhlas (bila ada stigma itu),” tegas dia.
Menteri Koordinator (Menko) Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menuturkan bahwa berdasarkan verifikasi data yang diperoleh per 2 Oktober 2022, tercatat ada 448 orang yang menjadi korban. 302 orang diantaranya mengalami luka ringan, 21 orang luka berat dan 125 orang meninggal.
“Sampai saat ini data masih belum ada perubahan, mudah-mudahan tidak ada perubahan,” tegasnya.
Di sisi lain, Sulastri (50) mengaku telah ikhlas dengan kepergian suaminya sebagai korban meninggal dunia dalam Tragedi Kanjuruhan. Sebab, imbuh Sulastri, jika diingat situasi saat itu benar-benar corwded. Dia bahkan sempat pasrah saat terjebak bersama penonton lain yang berebut menuju pintu keluar.
“Waktu gas air mata keatas tribun, saya di tangga mau pulang, yang dibilang terakhir sama bapak (suami) ‘pegangan besi, biar ngga jatuh’. Setelah itu rasanya nggak tahu lagi, saya terombang-ambing, tahu-tahu sudah pingsan,” kata warga Ketawanggede Kota Malang itu.
Meski demikian dia bersyukur, 2 keponakan, 1 menantu bersama 1 cucunya berusia satu tahun yang ikut menonton pertandingan bersama di tribun nomor 12 itu selamat.
“Semoga nggka terjadi lagi, kita ingin damai. Supaya sama-sama enak nontonnya. Kalau perasaan mungkin kecewa, karena ini terlalu banyak orang yang meninggal,” jelasnya.
Reporter : Feny Yusnia
Editor : Fajrus Sidiq