Tugumalang.id – Presiden Jokowi telah memberikan arahan untuk menutup Tiktok Shop yang ada di dalam sosial commerce TikTok usai menggelar rapat terbatas pada Senin (25/9/2023). Kini, produsen mukena di Malang yang memanfaatkan fitur Tiktok Shop gemetar lantaran terancam bakal kehilangan 80 persen omzetnya.
Diketahui, pemerintah juga telah menyepakati revisi Permendag 50/2020 yang mengatur regulasi e-commerce di Indonesia. Salah satu poin kuat yang disepakati yakni melarang penggabungan aplikasi media sosial dengan e-commerce. Arahan Presiden Jokowi itu tentu berpotensi menggoyahkan era keemasan UMKM yang sedang berjaya berkat TikTok.
Salah satu pelaku UMKM produsen mukena di Malang, Diana Manzila, mengungkapkan bahwa dirinya mampu merekrut lebih dari 50 karyawan yang terdiri dari penjahit hingga admin dalam kurun waktu kurang dari 3 tahun usai produknya laris manis di Tiktok Shop.
Baca Juga: Di Malang, Presiden Jokowi Minta Perbanyak Pasar Rakyat Cegah Dampak El Nino
“Memang kami penjualannya tidak hanya di TikTok, ada yang lewat reseller, penjualan langsung, Shopee dan lainnya. Cuman pendapatan terbesar kami 75-80 persen ya dari TikTok,” ungkapnya.
Dalam sehari, produsen mukena dengan brand bernama Kimya itu mampu menjual sekitar 40 hingga 150 produk mukena dalam waktu sehari lewat Tiktok Shop. Dikatakan, penjualan itu mampu menghasilkan omzet sekitar Rp5 juta hingga Rp20 juta sehari.

Bahkan kalau ramai, kata Diana, bisa sampai Rp 25 juta per hari. Angka itu tentu bisa menembus ratusan juta jika diakumulasikan menjadi omzet bulanan. Artinya, omzet ratusan juta itu terancam hilang jika TikTok Shop benar-benar ditutup.
Kini, Diana hanya bisa pasrah dengan kemelut rencana perubahan regulasi tentang sosial commerce itu. Dia juga mengaku sedih jika Tiktok Shop benar benar dihapuskan. Pasalnya, ada puluhan karyawan yang menggantungkan hidup pada usaha yang dia rintis itu.
Baca Juga: Kantor Pos Siap Mengantarkan 500 Surat Asa Keadilan dari Aremania ke Presiden Jokowi
“Ya sedih pasti. Cuman saya sebagai brand owner tentu harus bisa menyesuaikan dengan kondisi dan apa kata pemerintah. Artinya, ya harus belajar bagaimana nanti pemisahan antara Tiktok Shop dengan TikToknya,” kata dia.
“Saya pribadi, tentu sangat menyayangkan karena di Tiktot itu ada hampir 7 juta UMKM dan sekitar 10 juta afiliator yang hidupnya bergantung dari Tiktok. Tapi sepertinya pemerintah hanya mendengarkan 1 pihak, nggak melihat UMKM yang sangat terbantu oleh Tiktok,” lanjutnya.
Pemerintah Dianggap Hanya Dengarkan Satu Pihak
Dia berharap pemerintah tak memutuskan kebijakan hanya dengan memandang atau mendengar keluhan dari satu pihak saja. Dia menyarankan agar pemerintah melihat dan mendengarkan juga pelaku UMKM yang bertumbuh dan berkembang melalui Tiktok.
Isu sepinya pengunjung pasar yang tengah ramai diperbincangkan sekaligus menjadi pertimbangan perubahan regulasi sosial commerce itu, menurut Diana terjadi lantaran ada perubahan kebiasaan masyarakat Indonesia yang lebih suka rebahan atau tinggal di rumah dari pada pergi ke pasar. Kondisi itu menurutnya sudah berubah sejak pandemi Covid-19 melanda negeri.
Masyarakat saat ini juga cenderung lebih suka memanfaatkan teknologi digital dalam mendukung aktivitas sehari harinya. Misalnya ketika hendak membeli pakaian atau produk lainnya, masyarakat banyak yang lebih suka memanfaatkan online shop dari pada datang langsung ke pasar atau toko.
Dia juga menegaskan bahwa saat ini banyak pelaku UMKM maupun produsen UMKM yang berjuang keras untuk bangkit dari keterpurukan pasca pandemi. Dia juga menegaskan bahwa dirinya merupakan produsen dan bukan importir. Sebab, isu masuknya produk impor melalui Tiktok berpotensi merusak pasar UMKM lokal juga tengah ramai dibicarakan.
“Jadi pemerintah harusnya juga mendengarkan UMKM dan afiliator yang terbantu oleh Tiktok. Banyak lo kalangan difabel yang jualan snaknya atau produk produknya di Tiktok. Banyak ibu rumah tangga yang dulu gak berpenghasilan sekarang berpenghasilan setelah jadi afiliator di Tiktok,” imbuhnya.
Pertumbuhan ekonomi UMKM yang memanfaatkan Tiktok menurutnya terjadi karena ada banyak kemudahan yang diberikan Tiktok dalam melakukan transaksi jual beli produk UMKM. Tak perlu mengeluarkan biaya sewa ruko maupun biaya branding, kata Diana, cukup menyiapkan ide ide kreatif dan meluangkan waktu untuk live agar produknya dilirik atau dibeli customer.
Melalui Tiktok Shop, Diana mengatakan bahwa customer juga bisa melihat produk produk yang hendak dibeli dan bertransaksi tanpa harus keluar rumah. Dikatakan, customer juga bisa melakukan transaksi pembayaran langsung melalui Tiktok Shop ketika hendak membeli produk. Bahkan terdapat potongan potongan harga berupa voucher, gratis ongkir hingga promo promo momen spesial.
“Jadi banyak kemudahan seperti fitur COD, bisa lihat langsung produk, itu memudahkan customer juga. Jadi sambil rebahan bisa lihat produk dan kualitasnya tanpa keluar rumah, tanpa keluar uang parkir yang tidak ditawarkan toko offline. Bahkan ada vocer, gratis ongkir, tanggal spesial misal tanggal kembar 9-9, pay day sell, gajian sell. Itu kan sama persis seperti di Shopee atau Lazada,” paparnya.
Namun menurutnya, produk produk yang dipasarkan melalui Tiktok memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Perlu perjuangan panjang untuk membangun kepercayaan customer dan berani mengambil langkah konsisten agar produk yang dipasarkan dilirik pembeli.
“Live tiktok itu gak bisa sehari dua hari langsung ramai pembeli, kami pun ramai harus buat fitting berbulan bulan dan rutin live dulu. Memang begitu prosesnya. Kami baru ramai setelah 4 bulan live rutin di jam 7 malam,” kata dia.
“Jadi kalau bisa Tiktok jangan ditutup dulu, karena uang kami yang dari customer masih banyak yang belum cair di Tiktok, ada sekitar Rp 60 juta. Kan uangnya customer gak langsung masuk ke kami. Kalau produk sudah sampai di customer, baru sekitar 5 hari uang masuk ke kami,” tandasnya.
Reporter: M Sholeh
Editor: Herlianto. A