Tugumalang.id – Realisasi operasional Museum Omah Munir di Kota Batu, Jawa Timur, kembali molor. Padahal, bangunan museum sudah rampung dibangun sejak 2021. Yayasan Museum HAM Omah Munir akhirnya resmi melayangkan somasi kepada Pemkot Batu dalam hal ini Dinas Pariwisata, Selasa (6/6/2023).
Perwakilan Yayasan Museum Omah Munir dari LBH Pos Malang, Daniel Siagian, mempertanyakan keseriusan Pemkot Batu dalam upaya memajukan dan mengembangkan HAM serta menghormati jasa-jasa Munir bin Said Thalib yang sampai saat ini kasusnya masih berjalan.
Hingga saat ini pihaknya tidak pernah mendapat jaminan kepastian dari Dinas Pariwisata Kota Batu soal kapan Museum Omah HAM Munir beroperasi, realisasi, perencanaan kegiatan hingga sistem pengelolaannya.
Baca Juga: Mengenang Munir, Pejuang HAM Asal Kota Batu yang Diracun 7 September 2004
Selama penantian hampir setahun itu, justru mereka mendapati pengadaan barang yang tidak sesuai peruntukannya yaitu bangunan Museum. Salah satunya adalah seperangkat alat musik gamelan.

“Ya memang ada komunikasi, tapi gak ada jaminan kepastian. PKS juga sudah ada pada 10 Desember 2018 dan 28 November 2022. Intinya memang Pemkot Batu punya masalah soal pendanaan, tapi soal itu kan harusnya juga perlu dikoordinasikan,” tegasnya pada tugumalang.id.
Daniel menegaskan bahwa Pemkot Batu dalam hal ini memang menjadi pihak pertama dan Yayasan Museum HAM Omah Munir selaku pihak kedua. Namun hingga saat ini, pihaknya menilai Dinas Pariwisata tidak serius.
“Bahkan hingga saat ini di gedung Museum HAM Munir Kota Batu justru digunakan untuk aktivitas dan kegiatan yang tidak sejalan dengan tujuan awal tanpa ada koordinasi dengan kami,” tuturnya.
Baca Juga: Molor 3 Tahun, Museum HAM Omah Munir Akhirnya Segera Dibuka
Sebab itu, agar tidak terkesan menimbulkan dugaan wanprestasi pihaknya mengingatkan agar segera ada kepastian dan langkah konkrit soal operasional Museum HAM Omah Munir.
“Kami mendesak Pemkot Batu untuk memberikan keterbukaan informasi publik terkait kepastian kegiatan Museum HAM Munir Kota Batu,” tegasnya.
Seperti diketahui, Museum tersebut dibangun di atas lahan milik Pemkot Batu seluas 2.200 meter persegi di Kelurahan Sisir, Kecamatan Batu, Kota Batu dengan nilai anggaran Rp 8,2 miliar dari APBD Provinsi Jatim itu belum beroperasi hingga kini. Saat ini, dinas pengelolanya adalah Dinas Pariwisata.
Terpisah, Kepala Dinas Pariwisata Kota Batu, Arief As Shidiq, membeberkan jika komunikasi dengan pihak yayasan telah dilangsungkan beberapa kali. Hanya saja, bukan berarti itu sebagai bentuk tindak pembiaran.
“Soal tuduhan kalau kita pembiaran, lepas tangan itu tidak benar. Semua persiapan sudah kita lakukan dan lagi-lagi, memang ya kita menunggu anggaran turun. Kalau sudah ada ya pasti langsung kita kerjakan,” ungkapnya dihubungi.
Sementara, terkait anggapan pengadaan barang seperti alat musik gamelan di Museum HAM Omah Munir, menurut Arief itu adalah langkah sementara pihaknya untuk mengenalkan Museum HAM.
“Sebenarnya, kami menempatkan alat gamelan itu untuk tujuannya edukasi mengenalkan museum HAM melalui musik juga. Agar pendidikan HAM ini juga sejalan dengan kebudayaan,” tuturnya.
Sebagai informasi, Munir Said Thalib merupakan aktivis HAM kelahiran Malang, 8 Desember 1965 yang bersuara lantang memperjuangkan HAM di Indonesia. Dia menjadi korban pembunuhan saat penerbangan dari Jakarta menuju Amsterdam, Belanda pada 2004 silam.
Dalam jejaknya, Munir pernah memperjuangkan keluarga korban pelanggaran HAM pada Tragedi Tanjung Priok 1984 yang menewaskan 24 demonstran akibat tindakan aparat keamanan yang membubarkan demonstran.
Selain itu, Munir juga pernah melakukan investigasi terhadap pelanggaran HAM pada kasus pembunuhan aktivis buruh Marsinah serta menyuarakan kasus penculikan yang mengakibatkan 13 aktivis hilang pada 1997-1998.
Reporter: M Ulul Azmy
Editor: Herlianto. A