BATU – Makam Mbah Batu yang terletak di Dusun Banaran, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu memiliki kelindan kisah panjang tersendiri. Makam ini terletak 3 kilometer dari pusat kota dan menjadi jujugan peziarah dari berbagai daerah.
Mbah Batu sendiri adalah sosok leluhur atau tokoh babat alas Kota Batu yang hidup di era Pangeran Diponegoro. Dari cerita yang beredar, nama aslinya ialah Dewi Condro Asmoro atau dipanggil Mbah Wastu atau Mbah Tuwo.
Seiring waktu pelafalan nama itu mengalami penyingkatan menjadi Mbah Tu. Penyingkatan nama panggilan iilah yang kemudian menjadi cikal bakal penamaan Kota Batu.

Latar belakang sejarah inilah yang kemudian makam ini dianggap memiliki kekuatan magis tersendiri. Tak sedikit, masyarakat baik dari Kota Batu maupun dari luar kota selalu menyambangi makam ini untuk berziarah, meminta doa restu keselamatan hingga riyadoh atau ‘ngalap berkah’.
Dari sekian cerita yang beredar, ada satu cerita dari makam ini yang mungkin dapat membuat bulu kuduk berdiri. Kisah ini diungkapkan Wahyudi (44), salah satu pegiat spiritual disana.
Pria asal Singosari ini mengaku sudah menginap di kompleks makam ini sudah sejak akhir 2021 lalu. Sehari-hari, Wahyu mengisi kegiatan disana dengan beribadah dan berdiskusi dengan sesama pegiat spiritual lain yang juga sering berkumpul disana. ”Ini karena saya dapat dawuh dari guru-guru saya,” tuturnya.
Selama itu pula dia menyaksikan kejadian-kejadian di luar nalar. Salah satu yang paling ganjil adalah pusaran angin yang terjadi hanya di dalam area makam. Padahal, saat dia membandingkan dengan kondisi di luar kompleks, tidak ada apa-apa.
”Saya sering lihat angin berhembus, kadang juga angin gede, tapi hanya di dalam sini saja. Kalau kita keluar, gak ada angin apa-apa. Saya juga masih belum tahu itu pertanda apa,” aku dia.
Meski begitu, Wahyudi tidak dapat menjelaskan perihal fenomena ini secara panjang lebar. Hanya saja, dia menambahkan bahwa Mbah Batu memang juga dikenal dengan nama lain. Yaitu Mbah atau Kiai Gubuk Angin.
Menurut dia, banyak orang tidak tahu tentang nama atau julukan lain dari Mbah Batu ini. Dari sejarah lisan yang beredar, Mbah Wastu disebut sebagai tokoh bedah kerawang atau babat alas (pendiri, red) wilayah yang berada di lereng Gunung Arjuno dan Panderman ini.
Bicara sosok Mbah Wastu sendiri adalah murid dari Pangeran Rojoyo yang adalah anak dari Sunan Kadilangu, cicit dari Sunan Kalijogo. Kehadiran Mbah Wastu sampai disini karena sedang melarikan diri dari kejaran tentara Belanda.
Sesampainya disini, beliau mendirikan padepokan di kaki Gunung Panderman dan mengajarkan berbagai ilmu agama Islam kepada masyarakat. Untuk mengecoh Belanda, beliau yang juga dijuluki Syekh Abul Ghonaim ini punya nama lain yakni Kiai Gubuk Angin.
Mbah Wastu, Mbah Batu atau Mbah Tu sendiri terus mengajarkan berbagai ilmu dan syiar agama islam di Batu dan wilayah sekitarnya hingga meninggal di tahun 1847. Selain Mbah Wastu, di kompleks makam seluas 500 m² ini juga terdapat makam 3 tokoh lain yakni Pangeran Rojoyo, Dewi Mutmainah dan Kyai Naim.
Reporter: Ulul Azmy
editor: jatmiko
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugumalangid , Facebook Tugu Malang ID ,
Youtube Tugu Malang ID , dan Twitter @tugumalang_id