MALANG, Tugumalang – Lapas Kelas I Malang dihuni oleh 3.166 narapidana (Napi) atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP). Lantas apa saja yang mereka lakukan dalam menghabiskan sisa masa tahanan di balik jeruji besi itu.
Tugumalang.id mendapat kesempatan mengintip aktivitas para napi di dalam Lapas Kelas I Malang. Memasuki gerbang lapas, semua pengunjung wajib melakukan pemeriksaan barang bawaan. Tak sembarang bawaan bisa masuk, bahkan ponsel pun dilarang untuk dibawa.
Memasuki area lapas, para napi tampak sibuk di sudut sudut komplek tahanan. Mulai memperbaiki atap, mencuci perabotan, bersih bersih hingga bercocok tanam.
Tak hanya itu, para napi ternyata juga diberikan pelatihan keterampilan. Bahkan mereka juga menjalankan keterampilan itu. Salah satunya pelatihan soal produksi kuliner.
Sejumlah napi tampak disibukkan dengan aktivitas mengolah bahan makanan di New Pojok Kuliner yang ada di dalam lapas itu. Mulai mengolah biji kopi, mengolah sajian makanan hidangan hingga camilan layaknya produksi UMKM.
Kepala Lapas Kelas I Malang, Heri Azhari mengatakan bahwa di lapas tersebut terdapat 17 sub minat dan bakat usaha untuk membina para napi. Selain tata boga, juga terdapat pelatihan keterampilan seperti mencukur rambut, laundry, melukis, budidaya jamur dan lain sebagainya.
“Sebelumnya, hanya ada sekitar 13 sub minat dan bakat. Itu kita perbanyak, supaya WBP lebih banyak pilihan untuk mengikuti kegiatan keterampilan yang ada,” kata Heri, Jumat (30/12/2022).
Di New Pojok Kuliner, Heri mengatakan bahwa para napi sengaja dilatih untuk membuat beragam olahan makanan dan minuman. Seperti tahu telor, nasi goreng, kwetiaw goreng, onde onde, martabak, minuman kopi dan lainnya.
“Kalau kopinya dari Malang, Bali, Aceh ada, jadi roasting (proses giling) sendiri hingga nyortir sendiri. Mereka juga bisa menerima pesanan. Kami mendorong seperti petugas lapas yang memiliki kegiatan untuk memesan makanan di sini. Ya dari mereka pesannya, seperti nasi kotak juga,” bebernya.
Selain itu, dalam kegiatan minat dan bakat di dalam lapas juga ada budidaya jamur tiram. Dalam sehati, para napi bisa menghasilkan sekitar 30 kilogram jamur tiram yang dipasarkan ke warung warung makan.
“Permintaan sebenarnya banyak, tapi kami tidak berorientasi pada keuntungan. Tapi yang terpenting bagaimana para WBP ini keterampilannya benar benar teruji dan tidak kalah dengan mereka yang di luar sana,” katanya.
Heri mengatakan bahwa pelatihan keterampilan itu penting bagi para napi. Keterampilan itu nantinya akan menjadi bekal napi agar bisa menjadi sosok yang lebih baik di tengah tengah masyarakat usai bebas dari tahanan.
Reporter: M Sholeh
editor: jatmiko