Tugumalang.id – Tahukah Anda bahwa saat pertama berdiri, Starbucks hanyalah toko yang menjual biji kopi? Toko ini hampir saja tidak bertransformasi menjadi kedai kopi yang kita kenal saat ini dan nyaris bangkrut.
Beruntung saat itu hadir seorang inovator, Howard Schlutz yang memiliki cita-cita mengubah Starbucks menjadi kedai kopi tempat pengunjung bersantai ataupun bekerja.
Toko pertama Starbucks dibuka pada tahun 1971 di Kota Seattle, Amerika Serikat, oleh Jerry Baldwin, Zev Siegl, dan Gordon Bowker. Howard sendiri mengunjungi Starbucks untuk pertama kalinya pada tahun 1981.

“Rasanya baru terjadi kemarin. Pada tegukan ketiga (dari secangkir) kopi Sumatera, aku langsung jatuh hati,” tulis Howard, di akun Instagram pribadinya.
Sejak itu, selama satu tahun, Howard membujuk Jerry Baldwin agar diizinkan bekerja di Starbucks. Di tahun 1982, ia diterima menjadi direktur marketing dan operasional ritel. “Mimpi kami terhadap Starbucks baru saja dimulai,” kata Howard.
Di tahun 1983, Howard mengunjungi Kota Milan, Italia. Di sana, ia mencicipi espresso dan langsung jatuh hati. Ia juga tertarik dengan konsep coffee bar dan interaksi para pengunjung saat meneguk segelas kopi.

“Aku menyadari apa yang diciptakan dari kedai kopi ini. Tak hanya romansa dan teater, tetapi juga ritual di pagi hari dan bagian dari komunitas,” kata Howard.
Saat kembali ke Seattle, Howard menawarkan ide untuk mengembangkan Starbucks menjadi kedai kopi seperti yang ia kunjungi di Milan. Sayangnya, ide ini ditolak mentah-mentah oleh para pendiri Starbucks.
Pada podcast-nya yang tayang pada Kamis (7/7/2022), konsultan bisnis, Indrawan Nugroho mengatakan bahwa penolakan terhadap ide Howard ini dilakukan karena para founder ingin fokus menjual biji kopi. “Starbucks adalah sebuah retailer, bukan restoran atau bar,” kata Indrawan, menirukan Jerry Baldwin.
Tak hanya Jerry, banyak orang yang pesimis dengan ide Howard itu. Menurut mereka, espresso yang dijual dengan harga $3 per cangkir itu tak sesuai dengan kebiasaan orang Amerika yang biasanya membeli kopi seharga 50 sen di restoran.
Tak mau putus asa, Howard akhirnya mendirikan kedai kopinya sendiri yang bernama El Giornale pada tahun 1986. Kedai ini terus tumbuh. Di saat bersamaan, kondisi Starbucks semakin terpuruk. Para founder kemudian menjual Starbucks dengan harga yang fantastis yaitu $3,7 juta.
Howard menangkap kesempatan ini. Meski dengan susah payah, ia berhasil membeli Starbucks dan menjadi pemegang saham terbesar. Tak menunggu lama, pada tahun 1987, Howard melakukan transformasi pada Starbucks. Inilah awal mula berdirinya kedai kopi Starbucks yang saat ini memiliki puluhan ribu gerai di seluruh dunia.

“Di bawah kepemimpinan Howard, Starbucks berhasil menghadirkan pengalaman minum kopi yang spesial bagi pelanggannya, menghadirkan sense of community, dan menjadi tempat ketiga antara rumah dan kantor,” kata Indrawan.
Seandainya saja Howard menyerah saat ide pertamanya ditolak, maka tidak akan ada Starbucks. Kegigihannya membuat Starbucks berhasil bangkit dari keterpurukan dan terus berkembang.
“Kisah Starbucks adalah kisah Howard Schultz, seorang anak miskin dengan impian besar. Kisah penolakan, perjuangan, dan determinasi. Kisah pemimpin yang bisa menggerakkan ratusan ribu orang yang bekerja padanya. Kisah inovator yang mengubah industri kopi untuk selamanya,” ujar Indrawan.
Dari kisah ini, ada pelajaran yang bisa dipetik yaitu teruslah memiliki visi yang besar dan jangan mudah memyerah. “Visi besar dan determinasi tinggi sama dengan sukses jangka panjang,” ucap Indrawan.
Reporter: Aisyah Nawangsari
Editor: Lizya Kristanti
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugumalangid , Facebook Tugu Malang ID ,
Youtube Tugu Malang ID , dan Twitter @tugumalang_id