Oleh: Akhmad Mustaqim (Tenaga pengajar & aktif di Paguyuban Literasi Malang)
Tugumalang.id – Perangai. Saya belum pandai menyembunyikan rasa bangga dan senang sebagai tenaga pengajar, ketika ada program gerakan modern dilakukan dengan kasual serta kontekstual. Dengan ini saya menulis esai singkat ini mengenai Malaka Project, Sebuah Irisan Pemikiran Tan Malaka.
Tujuannya tidak muluk-muluk, sekadar ingin membantu pembaca lain punya alternatif bacaan. Jangan dihujat walaupun tulisan ini tak sebaik Linda Crhistanty dan Bondan Winarno dalam menguraikan masalah dan teori.
Namun, sebuah usaha menulis baik kerap dibanggakan semua pembaca, sebab usaha baca dan latihan menulis lebih baik, daripada hasil buruk diulang-ulang.
Tulisan ini usaha sedikit mau ambil bagian penting dalam gerakan modern, yaitu memperkaya narasi. Mari kita ambil bagian penting untuk memberi dukungan kepada penggerak visioner di bidang kemajuan pendidikan Indonesia menjelang Indonesia emas 2045, dengan cara kita masing-masing, jika dengan diam dianggap berkontribusi silahkan, lakukan itu.
Baca Juga: Pengukuhan Dua Guru Besar Bidang Filsafat Islam dan Statistika di UIN Malang
Mula-mula saya nonton launching Malaka Project, pada Jumat 20, Oktober 2023. Sebagai parangai terdidik sambil melototin layar laptop menyimak satu persatu para pembicara.
Selain itu, saya bangga karena ada tokoh Tan Malaka, yang pemikirannya diiris-iris lalu dimasukkan ke dalam gerakan pendidikan modern. Mula-mula saya mengenal Tan Malaka sebagai motivator, lantaran buku pertama yang dibaca berjudul “Semangat Muda” salah satu penulis beri pengaruh dalam hidup setelah membaca di awal-awal kuliah. Kebanggan lain saya, di Malaka Project dari sembilan line up, ada penulis muda saya sukai karya dan dalam memandang hidup.
….Tanpa pendidikan yang terjangkau, Indonesia emas 2045 tak mungkin tercapai. Sekurang-kurangnya itu garis lurus niat Malaka Project berinisiatif menjembatani masalah tersebut. Usaha memberi akses pendidikan dengan mudah seluas-luasnya secara gratis dalam bentuk konten edukasi dan beasiswa.
Tagline menuju masyarakat baru, saya selaku terpelajar dan usaha menjadi bagian penting dari pendidikan Indonesia, yaitu tenaga pendidik di daerah kecil, di sekolah swasta di Kota Malang, saya sangat antusias mendengar ada program “Malaka Project”—dengan taglen “Tanpa pendidikan yang terjangkau, Indonesia Emas 2045 tak mungkin bisa dicapai.
Baca Juga: Menikah dengan Mahar Tafsir Alquran
Sebuah usaha yang dilakukan secara seksama, para pencerita atau penggagas Sembilan itu dengan latar kelebihan potensi di bidangnya. Sederhananya bertujuan menjembatani masalah pendidikan untuk memberi kemudahan akses pendidikan seluas-luasnya secara gratis dalam bentuk konten edukasi dan program unggulan beasiswa. Patut dapat apresiasi semestinya.
Rasa-rasanya perlu didukung dari beberapa elemen, kalau program yang dikonsep oleh sembilan, yaitu; Ferry Irwandi, Dea Anugrah, Cania Citta, Jerome Polin, Angellie Nabila, Coki Pardede, Aurelia Vizal, Fathia Izzati, dan Rifky Adi Prakoso. Mereka secara latar belakang disipiln lmu berbeda-beda.
Adapun meminjam bahasa bijak Dea, “kita dalam menghadapi tantangan baru ini ada dua hal, pertama kita punya core, core itu tetap dengan personal kita, kalau kita mencoba hal baru dengan core kita ini mulai hal baru, tapi core kita tetap menjadi dasar, jadi kalau kita melakukan sesuatu itu tidak memulai dari nol, melainkan mempelajari dari awal, dengan dasar skill kita miliki.” Kurang lebih itu disampaikan saat berbicara di pembukaan Malaka Project.
Secara tidak langsung. Dari gagasan ideal—yang optimis mereka itu, mereka telah berkolaborasi untuk menciptakan iklim belajar, atau ‘perubahan kolektif’ dengan bahasa kerennya.
Ya, dengan praktik dengan bahasa lain bisa menawarkan akses belajar lebih mudah dicapai serta dicapai. Usaha tersebut tetap memanfaatkan teknologi, memanfaatkan platform media youtube dan media sosial lain—yang mudah diakses dan dinikmati.
Dengan kata lain akses yang dekat ini, begitu akrab di kehidupan sehari-hari—yang berkelindan dengan mudah. Paling tidak mempermudah akses itu jalan ninja mereka, sebab mudah selalu diharapkan manusia.
Tan Malaka, Madilog, dan Malaka Project
Malaka Project ini telah di launching pada jumaat, 20 Oktober 2023, tempat Djakarta Theater. Program tersebut diikuti oleh banyak pengikut, jika dilihat di Instagram dengan kurun waktu singkat itu sudah mencapai 113rb pengikut—waktu yang cepat bagi berdirinya program di Indonesia, dan begitu baru.
Sejalan dengan gagasan ide disampaikan para pencerita., rerata mereka merujuk pada tokoh besar revolusioner Indonesia yaitu Tan Malaka. Bagi Sebagian orang akan dianggap golongan kiri-merah, tapi Malaka Project tidak semerah warna buku Madilog.
Mereka mencoba dari beberapa gagasan pribadi ide pokok, tapi tidak bulat-bulat dimasukkan pemikiran Tan Malaka. Akan tetapi direduksi sesuai kebutuhan. Namun seluruh arah perjalanan Malaka Project seolah-olah merepresentasi arah pikirannya.
Ide besar tersebut tidak utuh dari satu buku, melainkan juga lahir dari buku Magnum opus Tan Malaka berjudul Madilog. Buku tersebut bukan kiat-kiat sukses menjadi seorang menteri atau Caleg.
Apa itu Madilog? secara etimologi terdiri dari antonim (Ma: materialism), (Di: dialektika), (Log: Logika)—yang kalau digabungkan menjadi: materialism, dialektika, dan logika. Tiga komponen tersebut tergambar jelas dalam buku setebal 568 halaman.
Secara singkat buku tersebut menawarkan konsep untuk mencapai kemajuan suatu bangsa secara umum, secara khusus bisa pula membangun kemajuan secara individu.
Lah, buku tersebut berusaha dengan detail masalah-masalah manusia dan negeri yang mengapa tidak berkembang, sekaligus menemukan pintu masuk ditawarkan untuk atasi masalah-masalah itu. Dengan kata lain menawarkan: tesis, antithesis, dan sintesis.
Menguraikan itu semua butuh waktu panjang. Tentu sulit untuk bisa dilakukan secara singkat, sebab singkat selalu mendekatkan kekaburan dari pemahaman. J
adi, Malaka Projetc sepertinya telah memilah dan menjaring hal-hal penting disesuaikan dengan kebutuhan konteks kini, yaitu masyarakat. Dianggap urgensinya terletak di dunia pendidikan yang menjadi jalan lurus yang jadi tawaran untuk aplikasikan beberapa pemikiran Tan Malaka di dalam program Malaka Project.
Hal itu sepertinya sebuah usaha dilakukan di era sekarang, yang sangat penting digaungkan secara praktikal, sebab di era penuh keterbukaan ini (semua pengetahuan seperti sudah public domain semua). Sehingga Malaka Project menawarkan Gerakan digital dengan tawaran menarik, menguraikan masalah-masalah di sekitar kita.
Kondisi di sekitar kita akhir-akhir membuat kita dihadapkan dengan masalah besar. Karena dunia pendidikan kita sangatlah mahal dan tinggi, kadang pula eksklusif. Terbatas untuk mencapai pendidikan sama rata.
Ketika pendidikan kita sangat mahal dan tinggi bagi masyarakat ekonomi menengah ke bawah, kondisi itulah yang terjadi tentu kita akan dihadapkan dengan masalah personal setiap individu. Sehingga tantangan itu perlu dijawab oleh pendidikan kita dengan berbahagia.
Uraian Madilog dalam Malaka Project
Nyaris para pembicara menjabarkan cita-cita republik terdahulu, yang dikenalkan oleh bapak republik Indonesia yaitu Tan Malaka. Bahkan nama beliau dimasukkan ke dalam nama program tersebut, agar arah perjuangan tetap hidup hingga kini, yang mengarah dan mengingat dengan konsep penting dilakukan dulu kala.
Dengan kata lain perspektif itu kontekstual bermanfaat. Bisa saja menjadi jalan baik untuk masyarakat Indonesia. Namun, tepat atau tidak, ini dapat diukur dengan sebuah konteks dan waktu; sesuai kebutuhan atau tidak pandangan tersebut di masyarakat Indonesia.
Dari pembicara sembilan orang pendiri Malaka Project itu. Secara sekup lebih luas, mereka berusaha memandang dari banyak elemen pemikiran, paling tersorot itu masalah-masalah yang muncul. Setelah diuraikan secara luas, sadar atau tidak dapat diukur dari kejadian Covid 19.
Dari masalah tersebut untuk menemukan solusi yaitu dengan menentukan cara ideal untuk bisa dilakukan, sederhana tapi juga mampu menjamah luas ke elemen masyarakat secara luar biasa.
Tan Malaka—yang bermula dari 1925 di dalam buku Neer de Republiek Indonesia. Di buku tersebut di tahun segitu, di umur yang masih muda, yaitu 27 tahun.
Cita-cita terhadap republic, atau dengan kata lain bisa tercipta masyarakat adil dan makmur telah disampaikan secara rinci detail apa saja dapat dilakukan, mengapa kepedihan tercipta di negara. Bagaimana mencapai cita-cita tersebut bisa digapai butuh sebuah konsep, konsep tersebut dimulai dari ide (berpikir)—lahirlah buku Magnum Opus bernama Madilog tahun 1943.
Di buku tersebut secara garis lurus memberi gambaran luas akan hidup manusia secara ideal dan praktikal. Bahasa lain Tan Malaka, sekurang-kurangnya mencoba menganalisis kultur budaya masyarakat Indonesia di masa itu—yang tidak menutup kemungkinan sama dengan konteks masyarakat hari ini, ya walaupun ada pola berbeda siklus saja.
Tan Malaka mencetuskan sebuah diktat atau langkah penting dilakukan, yaitu dapat berpikir materialis, logis, dan dialektis dalam memecahkan sebuah masalah. Pandangan tersebut sebagian orang akan menganggap kalau itu produk pemikir barat.
Pemikiran barat dianggap bisa menjawab. Sebenarnya belum tentu dapat diterapkan secara baik jika itu memang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara kasual bertindak membaca konteks.
Dulu sekali kalau Tan Malaka sudah melakukan muhasabah sebelum di lempar ke khalayak masyarakat Indonesia pemikiran tersebut. Tentu masyarakat diajak refleksi secara personal serta secara individual.
Dengan kata lain, pemikiran tersebut relevan apa tidak dengan budaya Timur—yang kerap dekat dengan mitos; memandang setiap kejadian—yang menjadi dasar bukan logis tapi mistis.
Tidak ada salahnya, juga tidak dapat dibenarkan pula. Dua sisi memang menjadi bagian dari hidup manusia. Ya walaupun bukan memandang semua ini dengan konsep hitam dan putih, tapi juga ada abu-abu di kehidupan ini.
Sudut pandang tersebut dapat direduksi, lalu diaplikasikan. Jika proses “materialis” ini mengacu pada hal yang tampak. Mulailah masalah ini dari apa yang nyata dalam hidup. Jikalau hal tersebut telah menjadi bagian penting perlu diubah.
Meletakkan masalah pada sebuah realitas itu, perlu dijawab dengan realitas atau yang tampak itu. Tan Malaka mencoba masuk dengan pintu materialisme, untuk kemajuan masyarakat, adil, dan makmur. Dimulai dengan menemukan masalah secara nyata dan dapat diterima oleh akal budi, bukan tahayul.
Dalam buku Tan Malaka menawarkan sebuah konsep “dialektika”[1]—yang butuh sebuah reduksi lagi, setelah menemukan hal atau masalah dalam material tersebut.
Jawaban tersebut tidak semerta-merta tanpa ada dasar penting, namun menemukan hal yang digerakkan di dalam diri dan orang lain. Sehingga hal yang berulang-ulang ini bisa menemukan solusi penting.
Adapun “logika”—yang kerap dianggap produk pemikir barat. Bahwa hal-hal di dunia ini perlu dilogikakan, tanpa logika tidak bisa diterima. Meletakkan mitos yang dekat dengan keyakinan itu butuh sewaktu-waktu diletakkan, lalu digunakan secara proporsional dalam hidup.
Ya, mitos seperti sebuah gejala masyarakat saja untuk melakukan sesuatu yang mengandalkan simbolik. Tan Malaka dalam konteks logika menjawab dengan secara radikal (mencapai pemikiran hingga ke akar-akarnya). Bahwa seorang bisa memecahkan masalah mampu melogikakan terdahulu, lalu realitas terjadi.
Tan Malaka dan Madilog
Secara singkat terumuskan pandangan Madilog ini dari rincian kata agar mudah dipahami oleh setiap pembaca. Tidak sulit memahami konsep pemikiran besar dituangkan dalam tulisan, selanjutnya ini beberapa kutipan dapat diambil ke dalam tulisan ini. Berikut ini;
1) Aristoteles[2], mengatakan bahwa indra adalah alat utama untuk mendapatkan pengetahuan. Indra adalah alat yang paling dapat dipercaya untuk menjelaskan alam.
Indra mengartikan alam apa adanya tanpa ada proses akal budi terlebih dahulu. Alam menampakan diri apa adanya dihadapan indra. Materialisme adalah pemikiran yang meletakkan materi sebagai alat untuk mendapatkan pengetahuan yang benar tanpa ada manipulasi dari akal budi.
2) Dialektika adalah cara berpikir timbal-balik, berlawanan, sehingga dialog dapat dikatakan sebagai adalah inti dialektika. Segala sesuatu memiliki cara kerjanya masing-masing sehingga mengantarkan manusia pada dialog yang menghadirkan pemahaman baru lalu mampu menjadi motor berkembangnya pengetahuan baru.
Permasalahan dialektika jawabannya tidaklah pasti, tergantung bagaimana semua pertentangan itu menemukan jalannya untuk menjadi sejalan. Dialektika hadir sebagai perlawanan terhadap logika yang meletakkan bahwa relativitas adalah inti dari sebuah pengetahuan.
Logika melihat bahwa kebenaran memiliki hukum dan jalannya sendiri dalam memperlihatkan kebenaran. Logika adalah perjalanan akhir dari materialisme dan dialektika.
3) Logika dalam perjalanan awalnya diperkenalkan oleh Aristoteles yang meletakkan batu pertama pada logika sebagai alat untuk mencapai sebuah kebenaran. Aristoteles secara sistematis membuat hukum-hukum berpikir untuk mendapatkan kesimpulan yang logis.
Relevansi Madilog di Indonesia
Madilog sebuah karya lahir dari pemikir besar, juga seorang pemikir revolusioner di Indonesia. Pemikiran tertuang dalam buku tersebut, mulai dari pemikiran tentang republik, masyarakat Indonesia, konsepsi bernegara, dan pendidikan. Secara luas merespon gejala hubungan manusia dengan alam, Tuhan, dan antar manusia. Selain itu, Madilog menyinggung mengenai sains—yang tidak pernah lepas dari kehidupan manusia.
Madilog ditulis di masa Indonesia sebelum merdeka, suara lain kala itu akan berbeda semangat mencapai kehidupan manusia ideal. Salah satu usaha perlu dilakukan adalah merdeka Indonesia.
Semangat tersebut termanifestasikan dalam karyanya, yang dirasa punya peran penting untuk negeri ini. Walaupun beda generasi Madilog hadir di bumi Indonesia dengan persoalan politik, ekonomi, dan penjajahan. Namun Madilog dasar-dasar konsep berpikir manusia berkemajuan dan beradab.
Bisa saja masyarakat akan punya pandangan lain terhadap Madilog. Namun pada sisi lain punya relevansi yang patut diuraikan secara rigid serta bisa diterima dengan mudah zaman (jiwa zaman).
Semangat yang di dalam penuh ideal dan kontekstual. Akan tetapi, pemikiran yang tertulis di dalam buku punya ruh berbeda. Dengan kata lain pemikiran yang otensitas akan jamak. Ketika disampaikan di mana pun—akan selalu punya ruang tersendiri dalam konteks zaman.
Relevansi pemikiran Madilog ini bukan hanya di bidang pendidikan semata sebenarnya, nyaris di dalam konsep menyusun kerangka berpikir manusia Indonesia. Secara garis besar tesis-antitesis-sintesis—akrab dengan masyarakat Indonesia.
Sebuah kritik dilakukan oleh Tan Malaka secara proporsi telah tersampaikan, hanya saja masyarakat masih belum dapat mengunyah pemikiran tersebut menjadi sebuah kebutuhan. Walaupun tidak semua diambil, paling tidak dasar penting untuk memulai sudah terpatri dan dapat perhatian penuh.
Manusia Bermadilog
Manusia ber madilog adalah manusia yang memiliki ketajaman analisis, tidak meletakkan semua masalah-masalah tahayul atau mistis. Akan tetapi, pandangan dapat direspon dengan sebuah realistis, dealektis, logis, dan masuk akal. Ada proses penting dilakukan dalam bersikap. Dalam hal ini dapat dikatakan kesadaran itu dilahirkan dari sebuah sikap skeptis dan realistis.
Manusia akan mengalami kesulitan dalam hidup, mengalami kepedihan, dan bahagia—tidak semerta-merta diciptakan oleh Pencipta, bahwa manusia bisa saja menemukan formula lain daripada pasrah.
Dengan kata lain sebelum meletakkan pada persoalan tidak logis, manusia berusaha untuk menemukan kelogisan—yang dapat ditemukan indikator masalahnya. Dengan dasar ilmu pengetahuan yang saintifik. bukan yang sifatnya doktrin tanpa dasar.
Masyarakat kita punya asumsi problematik ketika mencari makna secara tekstual, tradisional, dan individual. Kenapa demikian? Karena gejala-gejalanya dimunculkan begitu ideal, sedangkan ideal selalu subjektif.
Contoh ditemukan, ketika Malaka Project diresmikan dan selesai dengan tawaran argumentasi interaktif. Sudah tepat bahwa ini bukti dari dialektika ini, menuai sebuah argumentasi.
Sebuah konsep ideal kadang tidak berbanding lurus dengan kepuasaan masyarakat menerima. Apalagi usaha untuk mereduksi sebuah pemikiran Tan Malaka, dianggap masih ada kerumpangan. Sebuah respon positif kritikan kepada Malaka Project, ada pula sanjungan.
Hal tersebut perlu direspon secara kepala dingin, ada pula secara keras menolak. Saya membaca artikel ini dengan senyum portal media Sidiksi.com berjudul Malalaka Project, Beasiswa Bukan Jalan Keluar Persoalan Pendidikan 18, Desember 2023.[3] “Justru karena ingin bermadilog, program beasiswa atas nama pendidikan itu perlu dipersoalkan. Tidak sesuai dengan semangat Tan Malaka yang revolusionis.”
Respon tulisan di atas sebuah bukti dialektika tercipta. Maka, manusia ber madilog akan meletakkan segala pandangan mistis, sesuai dengan porsinya.
Mengatasi sebuah masalah mampu dianalisis dapat diukur secara logika dan diterima dengan mudah oleh pemikiran rasional manusia, sehingga jawaban tersebut tidak bersifat mitos. lebih tepatnya ke logis dapat dijabarkan secara riil.
Malaka Project dan Pendidikan Indonesia
Semangat Sembilan penggagas Malaka Project terdapat semangat optimis—yang dilahirkan dari semangat pesimis. Dea dalam wawancara lain mengatakan, kalau salah kaprah pemahaman optimisme (keyakinan tanpa dasar), sedangkan pesimis (kesadaran akan hidup).
Dengan kata lain, pesimis masyarakat Indonesia bisa menghadapi generasi emas 2045—yang sangat lengking disurakan di mana-mana. Namun indikator—yang akan dihadapi oleh masyarakat belum ditemukan secara signifikan. Bahwa persiapan apa saja selain mental dan ilmu pengetahuan dipertajam.
Adapun masalah perlu dihadapi adalah kesiapan masyarakat di gempuran teknologi. Masyarakat mampu menguraikan secara detail untuk menemukan solusi dan mempersiapkan.
Mengantisipasi gegar zaman, kaget zaman—yang belum bisa menjabarkan masalah-masalah yang akan dihadapi. Dominasi elemen yang perlu diatasi untuk bisa mencapai manusia berkeadilan beradab.
Malaka Project mengurai masalah, lalu diinkubasi melalui perspektif pendidikan. Walaupun pendidikan kita tidak begitu bersih mencipta peradaban, masih ada secercah hitam atau tidak aman dari sasaran empuk korupsi.
Namun, optimisme itu diletakkan pada dunia pendidikan akan jadi corong paling ideal bisa dilakukan oleh kita untuk mencapai Indonesia emas. Di masyarakat baru ini Indonesia akan menyiapkan diri masalah-masalah dihadapi; kini, lalu, dan masa depan, dengan menjawab sebuah tantangan di masa mendatang. Selamat berjuang dan Panjang umur perjuangan pendidikan. (*)
========
[1] Hegel. Memandang ‘dialektika’ bahwa segala sesuatu yang terdapat di alam semesta itu terjadi dari hasil pertentangan antara dua hal dan yang menimbulkan hal lain lagi.
[2] Tan Malaka, 2010, MADILOG, (Yogyakarta: Narasi, hal. 160 & ibid.dll).
[3] Alfian Bahri. Malaka Project, Bahasiswa Bukan Jalan Keluar Persoalan Pendidikan. Sidiksi.com. 18, Desemebr 2023.
Editor: Herlianto. A