MALANG – Ludruk Malang mungkin agak asing di telinga anak-anak milenial. Ludruk merupakan kesenian drama tradisional dari Jawa Timur. Banyak bercerita tentang kehidupan sehari-hari, ludruk pernah jadi salah satu seni tradisi yang sangat populer di masyarakat.
Sebagai sebuah seni pertunjukan, ludruk punya kekhasan. Dalam setiap pertunjukannya, ludruk diawali dengan tari ngremo. Lalu beralih ke pertunjukan yang punya jalan cerita dan pesan tersirat. Percapakan antar pemain ludruk di panggung selalu mengundang gelak tawa karena diselingi dagelan dan diiringi gamelan.
Ludruk Malang Pra dan Pasca Reformasi
Kelompok ludruk yang bertahan di malang tersebar di Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu. Beberapa di antaranya ialah Ludruk Taruna Budaya yang diketuai oleh Abah Buamin, Grup Subur Budaya oleh Ibu Subur.
Dalam periode yang lebih lampau, ada Ludruk Ojo Dumeh pimpinan Abdul Madjid (1930), Ludruk Djoko Muljo (1936), Ludruk Margo Tomo (1936-1940), dan Ludruk Sido Dadi (1940-an).
Baca Juga: Karnaval Kota Malang, Pestanya Budaya Nusantara
Ludruk juga menjadi alat organisasi massa untuk menyebarkan ideologi dan pandangan politik. Beberapa di antaranya ialah Ludruk Taruna yang dipimpin dr Safril dan Ludruk Melati (1960) bawaan Lekra yang dipimpin Darmo.
Selain itu ada Paguyuban Arek Ludruk Malang (PALMA), yang diketuai oleh Sutak, hingga Komunitas Lerok Anyar yang dipimpin Cak Marsam. Juga ada Ludruk Armada yang masih eksis hingga sekarang. Nama kelompok Arek Malang Dampit jadi salah satu dari sekian banyak kelompok di Malang yang masih eksis bahkan pasca wabah Covid-19.
Wabah Covid-19 membuat banyak sektor lumpuh dan tak bisa beroperasi sebagaimana mestinya. Termasuk para pemain ludruk yang tergabung dalam kelompok Ludruk Arek Malang Dampit (Armada). Mereka terpaksa vakum hingga 2020.
Namun kelompok Armada tak hanya diam dalam kevakuman. Berkolaborasi dengan beberapa Youtuber, Armada mengembangkan dan menyebarkan konten melalui kanal YouTube yang telah ditonton jutaan kali.
Lintas Perjalanan Ludruk di Jawa Timur
Presiden ke-6 Indonesia telah memasukkan ludruk dalam nomenklatur pendidikan dan kebudayaan khususya seni tradisi. Dalam bukunya yang berjudul Ludruk Jawa Timur Dalam Pusaran Zaman, Henri (2018) menyebutkan setidaknya lebih dari 500 grup ludruk di Jawa Timur yang eksis pasca reformasi.
Berdasarkan musyawarah ludruk se-Jawa Timur pada Juni 1968 yang dikutip oleh Henri (2018), ludruk berasal dari Jombang yang dirintis oleh seorang petani di Desa Ceweng, Jombang, bernama Pak Santik. Tahun 1907 ia mencari penghasilan lain dengan ngamen diiringi musik lisan dan mulut. Bersama Pak Amir dan Pak Pono yang memakai baju wanita membuat banyak orang tertarik.
Perkembangan ludruk pada zaman penjajahan Belanda dan Jepang banyak dimanfaatkan penjajah sebagai bentuk propaganda. Tiap seniman yang ingin pentas harus melampirkan sinopsis cerita dan lakon.
Baca Juga: Krisis Perajin Topeng Malangan, Wahid Topeng Akan Gelar Pelatihan Cetak Bibit Baru
Pasca kemerdekaan hingga reformasi, kelompok ludruk tersebut tersebar di 16 kota di Jawa Timur. Di antaranya grup Ludruk RRI Surabaya, Irama Budaya Garuda, dan Ludruk Karisma Baru. Di Sidoarjo, ada grup Bintang Jaya dan Putra Menggala. Juga ada grup Karya Budaya, Karya Baru, dan Among Budaya di Mojokerto.
Secara periodesasi, ludruk terbagi dalam periode Lerok Ngamen, Lerok Besut dan Srudinan, Lerok zaman kebangkitan nasional hingga pasca kemerdekaan. Ludruk juga tak lepas dari pergolakan politik masyarakat sehingga vakum seperti pada rentang tahun 1965-1968.
4 Fakta Menarik Soal Ludruk, Termasu Ludruk Malang
Ludruk yang begitu digemari masyarakat tentu punya keunikan yang mungkin tak dimiliki jenis kesenian pertunjukan lainnya. Berikut ini beberapa fakta menarik soal ludruk, termasuk Ludruk Malang.
1. Pemain Ludruk yang jago improvisasi
Tak diragukan lagi jika para pemain ludruk punya kemampuan akting yang begitu baik. Bahkan mungkin tak kalah dengan aktor masa kini yang mengandalkan skrip naskah. Pemain ludruk bisa beradu peran dan membuat guyonan bahkan tanpa naskah sekalipun.
2. Menggunakan bahasa Jawa dan Madura
Tak hanya menggunakan pakaian dan kostum masyarakat biasa. Ludruk juga menggunakan bahasa Jawa dan Madura, tempat ludruk berasal dan berkembang. Hal inilah yang membuat ludruk dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat, termasuk Ludruk Malang.
3. Diawali dengan tarian remo
Salah satu ciri khas dari ludruk ialah adanya tarian ngremo yang jadi pembuka. Hal ini membuat pertunjukan ludruk tak hanya berupa pertunjukan drama namun turut melestarikan tarian khas Jawa Timur tersebut.
4. Adanya kidungan jula-juli
Kidungan jula juli dipopulerkan oleh seniman ludruk populer, Kartolo. Kidungan tersebut berupa lagu pendek yang juga berisi pesan. Namun tiap liriknya mengandung unsur komedi yang mengundang tawa.
Penulis: Imam A. Hanifah
Editor: Herlianto. A